Thursday, February 6, 2020
Himat Kurnia Ketua Umum Ika Unpad Periode 2016-2020 |
Hikmat Kurnia: Jangan membenci kegagalan. Jangan membenci kebodohan. Keduanya hadir untuk membuatmu tangguh.
Pada awal tahun 2020, tepatnya tanggal 4 – 5 Februari 2020 Universitas Padjadjaran kembali meluluskan para sarjananya dari berbagai fakultas yang ada di Unpad. Acara Wisuda Lulusan Unpad Gelombang II Tahun Akademik 2019/2020 ini digelar sebanyak empat sesi di Aula Unpad, Grha Sanisu Hardjadinata Jl. Dipatiukur No.35 Kota Bandung.
Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E., M.SIE yang saat itu melantik 1.634 orang wisudawan, mengingatkan bahwa para sarjana Unpad adalah putra dan putri terbaik bangsa yang akan berkarya di berbagai bidang. Menjadi pionir di bidang keahlian dan profesinya masing-masing, dan juga akan menjadi calon pemimpin bangsa di masa depan yang akan membawa Indonesia memiliki daya saing global. Rektor juga berpesan agar para alumni Unpad menjaga nama baik almamater tercinta. Gelar akademik yang diperoleh wisudawan harus menjadi modal awal untuk berkiprah lebih baik dan unggul di masyarakat.
“Jaga selalu integritas, karena saudara-saudara adalah insan abdi masyarakat, pembina nusa bangsa, yang akan menjadi garda terdepan kelangsungan bangsa ini di masa depan,” demikian pesan rektor.
* **
Sementara itu ada yang menarik dan istimewa dari Sambutan Ketua Umum Ika Unpad pada acara wisuda Gelombang II Tahun Akademik 2019/2020 ini, karena Bagi Hikmat Kurnia pidato sambutan di depan wisudawan yang rutin ia lakukan ini adalah yang terakhir kalinya. Sebab masa jabatannya sebagai Ketua Umum Ika Unpad periode 2016-2020 akan habis pada tahun ini bersamaan dengan diselenggarakannya Pemilu Raya Ika Unpad 2020 yang akan digelar bersamaan dengan Reuni Akbar pada hari Sabtu, 4 April 2020 di Kampus Unpad Jalan Dipatikur 35 Bandung.
Dan Hikmat sendiri tidak akan mencalonkan lagi sebagai Ketua Umum, karena menurutnya IKA Unpad tidak punya tradisi ketuanya menjabat dua periode. Selain itu, Hikmat berharap ada regenerasi sebagai bentuk koreksi dan agar lebih baik lagi ke depannya. “Biasanya pada periode kedua itu semangat dan energi daya juangnya berbeda, jadi saya berharap akan terpilih ketua baru yang lebih bersemangat lagi, punya energi lebih, banyak punya jaringan, dan pastinya harus lebih baik dari apa yang saya lakukan, karena IKA Unpad di masa mendatang harus lebih baik karena dia sekaligus jadi bagian dari MWA (Ketua IKA sekaligus sebagai anggota Majelis Wali Amanah) , dan MWA itu harus jadi alat kontrol bagi kelangsungan pendidikan di Unpad”, begitu katanya, bijak sekali. Maka dari itu, “Kepada alumni yang punya kapasitas dihimbau untuk berani mencalonkan sebagai Ketua Umum IKA Unpad karena Ika Unpad harus punya pemimpin yang baik, amanah, visioner, dan juga mau bekerja secara iklas demi kemajuan Unpad”.
Dan sebagaimana kita ketahui, Hikmat Kurnia alumni Jurusan Sejarah Unpad 86 ini dikenal sebagai pengusaha JUGALA (sukses diraih melalui lika-liku perjuangan) di bidang penerbitan – Agro Media, dia juga menjabat sebagi Ketua IKAPI Jakarta). Hampir tiap minggu, tiap bulan, anggota kehormatan himpunan mahasiswa pecinta alam Palawa yang hobi touring bersepeda ini sering bolak-balik Bandung - Depok demi mengurus IKA Unpad.
Berikut di bawah ini kami sajikan pidato pamungkas Hikmat Kurnia. Semoga tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin dan uletnya perjuangan meraih sukses jadi contoh bagi kita semua.
Jangan terpelosok ke jurang yang mengagungkan keputuasaan,
karena harapan itu masih ada.
Jangan pergi ke tempat yang gelap,
karena matahari itu masih ada.
- Rumi -
Wisudawan yang berbahagia,
Di tengah kemajuan teknologi digital dan perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa, kita dihebohkan dengan munculnya keraton, empire (Keraton Agung Sejagat di Purworejo dan Sunda Empire, red), atau kesultanan baru. Para petinggi dan pengikutinya mengklaim diri sebagai ahli waris sah dari kerajaan masa lalu. Mereka mencari pembenaran dari teori konspirasi atau psedo science. Mereka tidak puas pada tatanan dunia sekarang dan tidak puas pada tatanan sosial, politik, ekonomi di daerah tempat tinggalnya. Mereka juga punya ambisi-ambisi sosial, politik, dan ekonomi yang tidak atau belum tercapai. Lalu mereka memimpikan munculnya kembali kejayaan masa lalu yang mereka anggap sebagai kehidupan yang paling baik untuk diterapkan kembali pada kehidupan masa sekarang. Bahkan, mereka memiliki sejarah menurut versinya. Kata history pun diutak atik gathuk menjadi His Story (his itu dia, strory itu cerita). Jadinya History itu sejarah menurut dia. Sejarah sakarepna dewek. Sejarah kumaha manehna.
Dipandang dari prespektif ilmu pengetahuan yang rasional, gejala sosial itu sejatinya menabrak akal sehat kita. Namun, sebagai gejala sosial kita harus melihat bahwa inilah bukti ada yang kurang tepat dalam masyarakat kita. Ada yang salah dalam peran kebudayaan dalam berbangsa dan bernegara. Masyarakat merasa terpinggirkan sebagai aktor kebudayaan. Peran negara pun belum maksimal sebagai fasilitator dan regulator kebudayaan. Akibatnya ada anggapan kehidupan politik dan ekonomi belum menyejahteran masyarakat. Padahal, kita semua paham tak ada kemajuan peradaban dengan mengabaikan peran kebudayaan. Sebab, kebudayaan adalah akar dari peradaban.
Dengan kondisi ini saya jadi teringat sepuluh rekomendasi dalam Haul ke-10 Gus Dur (Abdurahman Wahid) yang intinya bagaimana kebudayaan harus melestarikan kemanusian. Saat Era Orde Lama, politik telah ditempatkan sebagai panglima. Saat Orde Baru ekonomi telah diposisikan sebagai panglima. Jika Orde Lama mampu menghasilkan pembangunan dan karakter bangsa, dan punya titik lemah dalam pembangunan ekonomi, maka Orde Baru punya kemampuan melahirkan perbaikan ekonomi dan kepatuhan kolektif, tetapi kurang dalam penumbuhan karakter bangsa. Kini di saat era digital ini sejatinya kita harus berupaya mewujudkan “Kebudayaan menjadi Panglima” dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pertanyaannya, bagaimana mewujudkan Kebudayaan sebagai panglima itu? Menurut Indra Tranggono (Kompas, 28/1/2020), jika kebudayaan mau jadi panglima, maka kita harus memiliki strategi politik membangun peradaban bangsa melalui jalur kebudayaan, dengan memanfaatkan nilai-nilai (kearifan lokal dan nilai-nilai dari luar), akal-budi (pikiran, sikap, gagasan), tradisi, sejarah, nasionalisme, patriotisme, sistem prilaku etis, ekspresi estetis, ekspresi non-estetis, dan karya budaya yang bermuara pada penguatan karakter bangsa. Di sini kebudayaan menyifati dinamika politik, ekonomi, sosial, dan budaya bangsa sehingga produknya selalu bernilai dan bermanfaat bagi kehidupan bangsa. Jadinya, masyarakat pun mampu mencapai kemajuan dalam kebudayaan dan kesejahteraan sosial ekonomi.
Dengan konteks itu, maka setiap manusia Indonesia adalah makhluk kebudayaan. Konsekuensinya, harus berpikir, berperilaku, dan berkarya secara budaya. Dan negara pun perlu berperan menjadikan kebudayaan sebagai orientasi nilai bagi strategi pembangunan. Jangan sampai bangsa ini berubah menjadi mesin materialisme yang masa bodoh dengan sejarah dan kebangsaannya sendiri. Sejarah yang “bukan His Story”. Namun, sejarah yang mempu menopang kebanggaan dan menjadi pemantik bagi kemajuan peradaban bangsa yang kita cintai ini.
Wisudawan yang saya banggakan,
Dengan pemahaman bahwa kita semua adalah mahluk kebudayaan, maka sejatinya kita dituntut tidak hanya berkarya untuk diri sendiri, tetapi punya kemanfaatan untuk orang lain, untuk lingkungan kita, untuk bangsa dan negara, dan umat manusia. Kita tidak boleh menjadi mahluk egois yang derajat kesuksesan hidupnya hanya untuk diri sendiri, dan mengabaikan kewajiban kita sebagai mahluk yang berbudaya. Dan saya percaya modal untuk itu telah Saudara-saudari Wisudawan dapatkan selama mengenyam pendidikan di Alamater tercinta kita ini, Universitas Padjadjaran. Unpad telah menjadi “Kawah Candradimuka” bagi lahirnya pribadi-pribadi hebat yang tidak hanya pintar tapi memiliki nilai adab yang baik. Saya pun yakin, para wisudawan bukannya jenis manusia dari jenis “pengabdi perut”, yang hanya ingin kenyang sendiri, tetapi para pejuang kehidupan yang ingin mengabdi pada kesejahteraan bersama.
Namun, pengalaman hidup saya mengajarkan bahwa jalan kehidupan ini tidak selamanya mudah. Jalan yang dilalui terkadang penuh onak dan duri. Kita boleh saja bermimpi setinggi langit, dan itu baik untuk memacu adrenalin kita supaya selalu semangat untuk sukses. Namun, tak jarang mimpi pun bisa menghempaskan orang dari pijakannya di muka bumi, dan membuat orang melakukan tindakan yang tak beralaskan akal sehat. Karena ingin meraih kesuksesan secara instan, banyak orang yang mengambil jalan pintas. Celakanya, bukan kesuksesan yang diraih, tetapi kegagalan yang terjadi. Bahkan, bisa membuat kita frustasi, bahkan depresi.
Pengusaha sekelas Mochtar Riadi pernah membuat pengakuan atas kegagalannya bisnis MatahariMall.com, dan ini bisa menjadi pembelajaran yang baik. Katanya, “Kegagalan MatahariMall.com karena melanggar hukum alam. Usaha itu harus mulai dari kecil, pelan-pelan, tidak bisa langsung menjadi besar. Rencana kerja harus besar, big think, namun harus starting from small.” Di siniliah pentingnya memadukan kenyataan dan mimpi, yang bersifat paradox. Kita butuh dua-duanya sekaligus untuk meraih kesuksesan. Dan kita harus paham, yang membedakan mimpi yang aspiratif dan mimpi yang delutif adalah kesanggupan kita untuk membentangkan jalan penghubung bagi kedua paradox tersebut.
Itulah mengapa sambutan ini dimulai dari mengutip Rumi: Jangan terpelosok ke jurang yang mengagungkan keputusasaan/ karena harapan itu masih ada. /Jangan pergi ke tempat yang gelap /karena matahari itu masih ada. Dan yakinlah bahwa Yang Maha Kuasa tidak menuntut kita untuk sukses, yang dituntut oleh-Nya adalah berjuang tanpa henti. Kita tidak disuruh panen. Kita disuruh menanam. Karena itu jangan pernah berhenti menanam. Jangan membenci kegagalan. Jangan membenci kebodohan. Keduanya hadir untuk membuatmu tangguh. Membuat hidupmu hebat. Tanpa kebodohan dan kegagalan, derajat ketangguhanmu tidak teruji." Itulah sebabnya “Gembok tak pernah dibuat tanpa kuncinya. Tak ada masalah tanpa solusinya."
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan: Selamat kepada para Wisudawan atas keberhasilannya melewati salah satu kawah penempaan terbaik yang bernama Universitas Padjadajaran. Kini gelar akademik melekat pada nama Saudara. Kini Para Wisudawan telah menjadi bagian dari keluarga Alumni Universitas Padjadjaran. Selamat bergabung ke dalam wadah Ika Unpad, dan selamat datang di kehidupan nyata. Semoga menjadi pribadi hebat, membanggakan, dan bermanfaat. (Red/AGP)***
Pidato Pamungkas Ketua Umum Ika Unpad di Hadapan Para Wisudawan
Posted by
Tatarjabar.com on Thursday, February 6, 2020
Himat Kurnia Ketua Umum Ika Unpad Periode 2016-2020 |
Hikmat Kurnia: Jangan membenci kegagalan. Jangan membenci kebodohan. Keduanya hadir untuk membuatmu tangguh.
Pada awal tahun 2020, tepatnya tanggal 4 – 5 Februari 2020 Universitas Padjadjaran kembali meluluskan para sarjananya dari berbagai fakultas yang ada di Unpad. Acara Wisuda Lulusan Unpad Gelombang II Tahun Akademik 2019/2020 ini digelar sebanyak empat sesi di Aula Unpad, Grha Sanisu Hardjadinata Jl. Dipatiukur No.35 Kota Bandung.
Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E., M.SIE yang saat itu melantik 1.634 orang wisudawan, mengingatkan bahwa para sarjana Unpad adalah putra dan putri terbaik bangsa yang akan berkarya di berbagai bidang. Menjadi pionir di bidang keahlian dan profesinya masing-masing, dan juga akan menjadi calon pemimpin bangsa di masa depan yang akan membawa Indonesia memiliki daya saing global. Rektor juga berpesan agar para alumni Unpad menjaga nama baik almamater tercinta. Gelar akademik yang diperoleh wisudawan harus menjadi modal awal untuk berkiprah lebih baik dan unggul di masyarakat.
“Jaga selalu integritas, karena saudara-saudara adalah insan abdi masyarakat, pembina nusa bangsa, yang akan menjadi garda terdepan kelangsungan bangsa ini di masa depan,” demikian pesan rektor.
* **
Sementara itu ada yang menarik dan istimewa dari Sambutan Ketua Umum Ika Unpad pada acara wisuda Gelombang II Tahun Akademik 2019/2020 ini, karena Bagi Hikmat Kurnia pidato sambutan di depan wisudawan yang rutin ia lakukan ini adalah yang terakhir kalinya. Sebab masa jabatannya sebagai Ketua Umum Ika Unpad periode 2016-2020 akan habis pada tahun ini bersamaan dengan diselenggarakannya Pemilu Raya Ika Unpad 2020 yang akan digelar bersamaan dengan Reuni Akbar pada hari Sabtu, 4 April 2020 di Kampus Unpad Jalan Dipatikur 35 Bandung.
Dan Hikmat sendiri tidak akan mencalonkan lagi sebagai Ketua Umum, karena menurutnya IKA Unpad tidak punya tradisi ketuanya menjabat dua periode. Selain itu, Hikmat berharap ada regenerasi sebagai bentuk koreksi dan agar lebih baik lagi ke depannya. “Biasanya pada periode kedua itu semangat dan energi daya juangnya berbeda, jadi saya berharap akan terpilih ketua baru yang lebih bersemangat lagi, punya energi lebih, banyak punya jaringan, dan pastinya harus lebih baik dari apa yang saya lakukan, karena IKA Unpad di masa mendatang harus lebih baik karena dia sekaligus jadi bagian dari MWA (Ketua IKA sekaligus sebagai anggota Majelis Wali Amanah) , dan MWA itu harus jadi alat kontrol bagi kelangsungan pendidikan di Unpad”, begitu katanya, bijak sekali. Maka dari itu, “Kepada alumni yang punya kapasitas dihimbau untuk berani mencalonkan sebagai Ketua Umum IKA Unpad karena Ika Unpad harus punya pemimpin yang baik, amanah, visioner, dan juga mau bekerja secara iklas demi kemajuan Unpad”.
Dan sebagaimana kita ketahui, Hikmat Kurnia alumni Jurusan Sejarah Unpad 86 ini dikenal sebagai pengusaha JUGALA (sukses diraih melalui lika-liku perjuangan) di bidang penerbitan – Agro Media, dia juga menjabat sebagi Ketua IKAPI Jakarta). Hampir tiap minggu, tiap bulan, anggota kehormatan himpunan mahasiswa pecinta alam Palawa yang hobi touring bersepeda ini sering bolak-balik Bandung - Depok demi mengurus IKA Unpad.
Berikut di bawah ini kami sajikan pidato pamungkas Hikmat Kurnia. Semoga tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin dan uletnya perjuangan meraih sukses jadi contoh bagi kita semua.
Jangan terpelosok ke jurang yang mengagungkan keputuasaan,
karena harapan itu masih ada.
Jangan pergi ke tempat yang gelap,
karena matahari itu masih ada.
- Rumi -
Wisudawan yang berbahagia,
Di tengah kemajuan teknologi digital dan perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa, kita dihebohkan dengan munculnya keraton, empire (Keraton Agung Sejagat di Purworejo dan Sunda Empire, red), atau kesultanan baru. Para petinggi dan pengikutinya mengklaim diri sebagai ahli waris sah dari kerajaan masa lalu. Mereka mencari pembenaran dari teori konspirasi atau psedo science. Mereka tidak puas pada tatanan dunia sekarang dan tidak puas pada tatanan sosial, politik, ekonomi di daerah tempat tinggalnya. Mereka juga punya ambisi-ambisi sosial, politik, dan ekonomi yang tidak atau belum tercapai. Lalu mereka memimpikan munculnya kembali kejayaan masa lalu yang mereka anggap sebagai kehidupan yang paling baik untuk diterapkan kembali pada kehidupan masa sekarang. Bahkan, mereka memiliki sejarah menurut versinya. Kata history pun diutak atik gathuk menjadi His Story (his itu dia, strory itu cerita). Jadinya History itu sejarah menurut dia. Sejarah sakarepna dewek. Sejarah kumaha manehna.
Dipandang dari prespektif ilmu pengetahuan yang rasional, gejala sosial itu sejatinya menabrak akal sehat kita. Namun, sebagai gejala sosial kita harus melihat bahwa inilah bukti ada yang kurang tepat dalam masyarakat kita. Ada yang salah dalam peran kebudayaan dalam berbangsa dan bernegara. Masyarakat merasa terpinggirkan sebagai aktor kebudayaan. Peran negara pun belum maksimal sebagai fasilitator dan regulator kebudayaan. Akibatnya ada anggapan kehidupan politik dan ekonomi belum menyejahteran masyarakat. Padahal, kita semua paham tak ada kemajuan peradaban dengan mengabaikan peran kebudayaan. Sebab, kebudayaan adalah akar dari peradaban.
Dengan kondisi ini saya jadi teringat sepuluh rekomendasi dalam Haul ke-10 Gus Dur (Abdurahman Wahid) yang intinya bagaimana kebudayaan harus melestarikan kemanusian. Saat Era Orde Lama, politik telah ditempatkan sebagai panglima. Saat Orde Baru ekonomi telah diposisikan sebagai panglima. Jika Orde Lama mampu menghasilkan pembangunan dan karakter bangsa, dan punya titik lemah dalam pembangunan ekonomi, maka Orde Baru punya kemampuan melahirkan perbaikan ekonomi dan kepatuhan kolektif, tetapi kurang dalam penumbuhan karakter bangsa. Kini di saat era digital ini sejatinya kita harus berupaya mewujudkan “Kebudayaan menjadi Panglima” dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pertanyaannya, bagaimana mewujudkan Kebudayaan sebagai panglima itu? Menurut Indra Tranggono (Kompas, 28/1/2020), jika kebudayaan mau jadi panglima, maka kita harus memiliki strategi politik membangun peradaban bangsa melalui jalur kebudayaan, dengan memanfaatkan nilai-nilai (kearifan lokal dan nilai-nilai dari luar), akal-budi (pikiran, sikap, gagasan), tradisi, sejarah, nasionalisme, patriotisme, sistem prilaku etis, ekspresi estetis, ekspresi non-estetis, dan karya budaya yang bermuara pada penguatan karakter bangsa. Di sini kebudayaan menyifati dinamika politik, ekonomi, sosial, dan budaya bangsa sehingga produknya selalu bernilai dan bermanfaat bagi kehidupan bangsa. Jadinya, masyarakat pun mampu mencapai kemajuan dalam kebudayaan dan kesejahteraan sosial ekonomi.
Dengan konteks itu, maka setiap manusia Indonesia adalah makhluk kebudayaan. Konsekuensinya, harus berpikir, berperilaku, dan berkarya secara budaya. Dan negara pun perlu berperan menjadikan kebudayaan sebagai orientasi nilai bagi strategi pembangunan. Jangan sampai bangsa ini berubah menjadi mesin materialisme yang masa bodoh dengan sejarah dan kebangsaannya sendiri. Sejarah yang “bukan His Story”. Namun, sejarah yang mempu menopang kebanggaan dan menjadi pemantik bagi kemajuan peradaban bangsa yang kita cintai ini.
Wisudawan yang saya banggakan,
Dengan pemahaman bahwa kita semua adalah mahluk kebudayaan, maka sejatinya kita dituntut tidak hanya berkarya untuk diri sendiri, tetapi punya kemanfaatan untuk orang lain, untuk lingkungan kita, untuk bangsa dan negara, dan umat manusia. Kita tidak boleh menjadi mahluk egois yang derajat kesuksesan hidupnya hanya untuk diri sendiri, dan mengabaikan kewajiban kita sebagai mahluk yang berbudaya. Dan saya percaya modal untuk itu telah Saudara-saudari Wisudawan dapatkan selama mengenyam pendidikan di Alamater tercinta kita ini, Universitas Padjadjaran. Unpad telah menjadi “Kawah Candradimuka” bagi lahirnya pribadi-pribadi hebat yang tidak hanya pintar tapi memiliki nilai adab yang baik. Saya pun yakin, para wisudawan bukannya jenis manusia dari jenis “pengabdi perut”, yang hanya ingin kenyang sendiri, tetapi para pejuang kehidupan yang ingin mengabdi pada kesejahteraan bersama.
Namun, pengalaman hidup saya mengajarkan bahwa jalan kehidupan ini tidak selamanya mudah. Jalan yang dilalui terkadang penuh onak dan duri. Kita boleh saja bermimpi setinggi langit, dan itu baik untuk memacu adrenalin kita supaya selalu semangat untuk sukses. Namun, tak jarang mimpi pun bisa menghempaskan orang dari pijakannya di muka bumi, dan membuat orang melakukan tindakan yang tak beralaskan akal sehat. Karena ingin meraih kesuksesan secara instan, banyak orang yang mengambil jalan pintas. Celakanya, bukan kesuksesan yang diraih, tetapi kegagalan yang terjadi. Bahkan, bisa membuat kita frustasi, bahkan depresi.
Pengusaha sekelas Mochtar Riadi pernah membuat pengakuan atas kegagalannya bisnis MatahariMall.com, dan ini bisa menjadi pembelajaran yang baik. Katanya, “Kegagalan MatahariMall.com karena melanggar hukum alam. Usaha itu harus mulai dari kecil, pelan-pelan, tidak bisa langsung menjadi besar. Rencana kerja harus besar, big think, namun harus starting from small.” Di siniliah pentingnya memadukan kenyataan dan mimpi, yang bersifat paradox. Kita butuh dua-duanya sekaligus untuk meraih kesuksesan. Dan kita harus paham, yang membedakan mimpi yang aspiratif dan mimpi yang delutif adalah kesanggupan kita untuk membentangkan jalan penghubung bagi kedua paradox tersebut.
Itulah mengapa sambutan ini dimulai dari mengutip Rumi: Jangan terpelosok ke jurang yang mengagungkan keputusasaan/ karena harapan itu masih ada. /Jangan pergi ke tempat yang gelap /karena matahari itu masih ada. Dan yakinlah bahwa Yang Maha Kuasa tidak menuntut kita untuk sukses, yang dituntut oleh-Nya adalah berjuang tanpa henti. Kita tidak disuruh panen. Kita disuruh menanam. Karena itu jangan pernah berhenti menanam. Jangan membenci kegagalan. Jangan membenci kebodohan. Keduanya hadir untuk membuatmu tangguh. Membuat hidupmu hebat. Tanpa kebodohan dan kegagalan, derajat ketangguhanmu tidak teruji." Itulah sebabnya “Gembok tak pernah dibuat tanpa kuncinya. Tak ada masalah tanpa solusinya."
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan: Selamat kepada para Wisudawan atas keberhasilannya melewati salah satu kawah penempaan terbaik yang bernama Universitas Padjadajaran. Kini gelar akademik melekat pada nama Saudara. Kini Para Wisudawan telah menjadi bagian dari keluarga Alumni Universitas Padjadjaran. Selamat bergabung ke dalam wadah Ika Unpad, dan selamat datang di kehidupan nyata. Semoga menjadi pribadi hebat, membanggakan, dan bermanfaat. (Red/AGP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment