Friday, May 29, 2020
Di lingkungan organisasi kesundaan tentu sudah tidak asing lagi pada pria berperawakan tinggi kurus, berkumis tipis, murah senyum dan selalu mengenakan Iket Sunda, berkacamata, serta berkendara mobil sedan Chevrolet sebagai ciri khasnya. Ya benar, dialah Andri Perkasa Kantaprawira, Sang Presiden Gerpis (Gerakan Pilihan Sunda). Andri sebelum wabah Covid-19 melanda dunia, tengah giat-giatnya menggelar beberapa kegiatan pra Kongres Sunda yang sedianya akan digelar pada bulan Agustus tahun ini di Gedung Merdeka Bandung.
Kata Andri,yang menjabat sebagai panitia SC (Steering Committee), berlangsungnya Kongres Sunda 2020 ini adalah sebagai tanggung jawab moral seluruh komponen Sunda saat ini, untuk memberikan solusi terbaik atas 3 (tiga) persoalan, yaitu : 1. Mempercepat proses pengembalian nama provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda 2. Persoalan sosial-ekonomi yang bermuara pada pengelolaan tata ruang dan agraria, tegasnya dengan menghentikan alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan menjadi area industri atau infrastruktur yang tidak mendesak 3. Merumuskan tangtungan Sunda, sebagai tindak lanjut dari Kongres Bahasa dan Budaya Sunda yang sudah dilaksanakan selama ini, yang semua itu akan menjadi landasan kuat dalam rangka ngaronjatkeun harkat martabat urang Sunda di masa depan.
Tapi apakah bulan Agustus nanti Virus Bermahkota yang telah menelan 300 ribu jiwa di seantero dunia ini akan musnah? Semoga saja dan dunia kembali walagri sabihara-sabihari deui, sehat/normal seperti sedia kala, hingga kegiatan manusia pun kembali berlangsung aman tanpa kekhawatiran. Aamiin!
Pertanyaan lainnya sejak kapan Andri P Kantaprawira menjadi aktivis kasundaan?
Sebagaimana kita tahu, jebolan Unpar (94) ini adalah aktivis 80-an teman seperjuangan Pius Lustrilanang (Unpar), Yudi Crisnandi, Ferry Juliantono (Unpad), Mohammad Jumhur Hidayat, Mochammad Fadjroel Rachman (ITB, kini jubir presiden).
Dan sebagai aktivis 80-an itu, Andri adalah salah satu aktivis yang dididik oleh semua angkatan 28-45-66-74-78, barengan Pius, Fadjroel, Jumhur, Amarfah di Jakarta. “Jadi kita ini termasuk pelopor gerakan dalam melawan Suharto, terutama dalam politik agraria dan demokrasi, maka kelompok aktivis 80-an itu membikin organisasi Pro Demokrasi (Prodem), mereka saat itu terrmasuk kelompok yang gak mau diatur kekuasaan dan ga takut dipenjara, orang-orang yang istilahnya lahir dari batu, punya idealisme, konsisten. Karena ketika mereka jadi aktivis sudah biasa dikejar- kejar dan masuk penjara, termasuk saya pernah masuk penjara seminggu di Polwiltabes Bandung tahun 92 karena saya waktu itu membela yunior saya yang ditahan di sana. Malahan saya lebih lama ditahannya karena kena pasal hatzaai artikelen yang hukumannya di atas 5 tahun,” demikian kenang Andri.
Selulusnya dari Unpar (94), Andri hijrah ke Jakarta bekerja di lembaga studi strategis dan studi pertahahan bersama Suripto dan kemudian balik lagi ke Bandung menjadi Koordinator Bidang Sosialisaisi di KPU Kota Bandung (2003-2008).
Selama di KPU rupanya Andri adalah anggota KPU yang nakal (baca: nalaktak, nakal tapi kreatif). Sebagai anggota KPU yang tidak boleh berkampanye Andri punya ideliasme menjadikan KPU Kota Bandung yang banyak publisitasnya, dan itu dibuktikan, hampir setiap hari semua kegiatan KPU Kota Bandung masuk media cetak dan elektronik untuk menunjukkan komiten terhadap demokrasi. “Kita juga waktu itu melayani yang dipenjara, yang cacat netra dengan membikin surat suara braille, bahkan PSK mereka semua itu tidak ada yang tidak ke KPU Kota Bandung untuk mengikuti sosialisasi Pemilu. Sehingga KPU Kota Bandung kala itu menjadi brand mark KPU di Jabar.
Dan semasa aktif di KPU itu, Andri sudah menginisiasi tentang pentingnya kolaborasi para elit Sunda. Maka honor dari KPU pun dia pakai untuk membiayai jalan kolaborasi seperti acara pertemuan calon-calon DPD di Jabar. “Jadi tahun 2004 itu saya sudah merintis pentingnya “Sunda milih Sunda” atau Gerakan Pilihan Sunda di konsolidasi DPD. Dan pada tahun 2004 itu dari proses elektoral menunjukkan bahwa orang-orang independen tokoh Sunda yang terepresentasikan DPD itu dikenal publik, fungsi ketokohan yang di non partai cukup mendapat kepercayaan publik, Kang Dindin Maolani, Ceu Popong, Paskah Irianto, Sutisno, banyak mendapat suara besar”.
Ini berbeda ketika Andri mencalonkan DPD-RI Dapil Jawa Barat pada pemilu tahun 2019 yang dia ikuti dengan kemampuan seadanya. Andri yang berharap mendapat 500 ribuan suara, ternyata hanya mendapat 183 ribu suara, jauh dengan pendapatan suara yang lain. Ini menunjukkan terjadi penurunan dalam regenerasi kepemimpinan Sunda non partai. Selain itu, ternyata benar harus punya kemampuan ekonomi dan popularitas lebih.
Regenerasi tokoh yang menggunakan kesundaan dalam legitimasi sosial kalah dengan orang-orang yang beraktivitas lain. Robbi Maulana saja hanya mendapatkan 90 ribu suara. Dua tokoh ini sudah membuktikan ada penurunan tingkat kepercayaan legitimasi kualitas dari tokoh kesundaan di dalam posisi legitimasi sosial, Untuk itu mau tidak mau kata Andri, kita harus membuat sebuah perencanaan panjang dan lebih strategis untuk kelompok kesundaaan ini punya kekuatan strategis. Kang Tato Prajamanggala mengatakan untuk menjadi kekuatan strategis itu harus punya political power orang-orang Sunda yang menjadi gubernur, bupati, dll, harus menjadi salah satu perwakilan, keduanya harus mapan secara ekonomi, beurat beunghar buncir leuit loba duit (economi power), dan ketiganya harus punya jejaring sosial, network, punya dukungan publik, punya banyak anak buah, wadya balad (sosial power).
Lalu, apa ada di jabar tokoh yang seperti ini? “Belum! Sebenarnya kalau merujuk kepada uga atau Disertasi Husein Albanjari “Budak Angon” - Diskursus Kepemimpinan Sunda menuju kekuasaan itu kan syarat menjadi seorang pemimpin yang berhasil, dan itu harus seperti tokoh Ciung Wanara, artinya dia punya kemampuan melakukan diskursus/wacana-wacana publik dan dia sudah banyak terlibat dalam praktisi sosial artinya sudah banyak memecahkan masalah-masalah sosial. Dan itu pun sudah berusaha saya lakukan, misalnya saya serius membela NFCI (ilik warta) dan wiyata guna hampir 2 tahun dan baru sampai menang di gugatan pengadilan sampai-sampai saya dianggap orang gila oleh tokoh-tokoh senior dan orang-orang yang hatinya lebih menjaga rasa. Apalagi ketika saya membawa long march 6 atlet disabilitas dari Bandung ke Jakarta, walau itu hanya sampai ke Purwakarta dan permasalahannya tidak tuntas karena 6 atlet tersebut tetap diabaikan hak-haknya untuk bisa masuk Asean Para Game, PON, dsb. Belum lagi kalau kita bicara pembelaan-pembelaan agraria,“ papar Andri.
Berawal Dari Bamus
Andri mengaku masuk ke dalam gerakan kasundaan terutama pasca keluar dari anggota KPU. Jadi keterlibatannya di keanggotaan kasundaan itu berawal dari Bamus (Badan Musyawarah Sunda, Sekjen) dan Rukun Wargi Tatar Sunda. Dan rupanya sepak-terjangnya, track recordnya sebagai anak muda yang lincah dengan berpengalaman di dunia politik yang cukup panjang dan komunikasinya baik serta lugas, banyak dilirik para sesepuh Jabar, seperti Uwa Bandung Runayat Natadipura, Aom Otong, untuk mengisi kekosongan terutama gelandang di dalam formasi gerakan kasundaan terutama dalan Sunda Politik, Sunda Budaya, dll. Dan akhirnya Andri diminta untuk mendamping Kang Memet Hamdan sebagai sekjen di Bamus. Semula berdirinya Bamus itu kata Andri adalah hasil dari biaya rereongan, udunan/urunan dari uangnya sendiri, uang senior, dll, karena Andri dan teman-temannya dari dulu bukan tipe orang yang suka bernego dan cari proposal.
“Maka ketika saya masuk ke gelanggang Sunda politik bergaul dengan Kang Tjetje Hidayat Padmadinata, Ceu Popong, Kang Jaja Subagja Husen (Alm), disitulah saya mandapatkan kepercayaan dan bertugas untuk mengkolaborasikan elit-elit Sunda “ kenang Andri.
Kepemimpinan orang Sunda menurut Andri sejak meninggalnya Otto Iskandardinata, Ir. Haji Juanda, Wiranatakusumah, Iwa Koesoemasoemantri dll, belum ada lagi kepemimpinan yang kuat. Sedangkan apalah artinya sebuah kaum tanpa kepemimpinan yang kuat. Ada juga pemimpin yang menjadi figur dalam sosok konstelasi nasional yaitu Solihin GP, tapi beliau sudah tua dan sakit-sakitan dan hingga kini belum ada yang bisa menggantikan beliau baik itu dalam figur konteks sosial maupun figur politik. Maka pada perayaan ulang tahunnya yang ke-90 di DPLKTS, Andri ikut memberi sambutan (waktu itu Prof. Dede Mariana – Alm, membuatkan biografinya) di hadapan para tokoh bahwa orang Sunda perlu mempersiapkan diri membangun kepemimpinan perjuangan kultural yang kolektif, kepemimpinan kolektif pejuang budaya yang membela somah (rakyat) dan lemah cai (tanah air) - sarakan (tanah kelahiran). Siapa itu kepemimpinan kolektif? Dialah orang-orang pejuang seperti Dindin Maolani, Dedi Mulyadi (mantan Bupati Purwakarta), Mubyarsasmita, Iwan Sulanjana, Didi Turmuji, Tubagus Hasanuddin, dsb, dan bagaimana kepemimpinan kolektif ini dibangun? Ya, kolektif kolegial-satatar sajajar, berbagai peran dan kompetensi saling mengisi.
Andri juga waktu itu mengusulkan dibangun Wali Amanah Tatar Sunda (waktu itu Andri belum mengatakan Geraka Pilihan Sunda), kata “Wali” menurut Andri bukan hanya sekedar nama biasa tapi punya mistik dan tingkat spiritualitas yang tinggi.
Kebetulan orang sunda di tahun 2020 ini sebenarnya secara struktur sosial menduduki jabatan-jabatan, posisi strategis di organisasi sosial dan keumatan, contohnya Ketua Umum Muhammadiyah Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si, itu kan orang Bandung walau besar di Yogya, begitu juga Ketua PBNU K.H. Said Aqil Siradj, orang Kepek-Cirebon, terus Yudi Latif Pejabat Perdana, Kepala BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila), pemikir kenegaraan dan kebangsaan, pemikir Pancasila yang tidak ada duanya adalah alumni Fikom Unpad terah Sukabumi, Forum Silaturahmi Keraton Nusantara(FSKN) dipegang Adipati PRA Arief Natadiningrat – Cirebon, demikian juga Ketua Kadin Pusat, Rosan Perkasa Roeslani ibunya dari Banjar begitu juga dengan Ketua MUI K.H. Ma’ruf Amin.
“Jadi pada tahun 2018-2019 orang-orang Sunda banyak menguasai banyak organisasi-organisasi sosial, belum Agum Gumelar di Pepabri. Artinya kalau ini menjadi wali amanah, kita sudah punya power poltik dan power sosial, tapi kan kenyataannya orang Sunda itu diibaratkan sebagai dadali atau garuda, rajawali yang terbang sendiri (bekerja/sukses sendiri tidak ngajak orang Sunda lainnya), jadi harus ada orang yang mampu mengolaborasikan itu. Ya, saya anak muda yang mencoba memerankan itu walau dengan modal SMS/WA saja. Ya, sejak tahun 2000 di Bamus saya jadi punya banyak nomor hp dan no telepon para tokoh Sunda dan saya bisa kontak mereka dan komunikasi dengan mereka dan sudah menjadi trade mark, kalau mau mengundang para tokoh, tanpa memakai surat undangan resmi, ka Andri we, minta tolong ke Andri saja. Contohnya ketika ada acara Sawala Pra Kongres Sunda 2020 di Hotel Horizon (28/12/2019), itu acara sebentar tapi 60-70 tokoh hadir di situ dan untuk bisa begitu perlu membangun komunikasi dan kepercayaan yang tidak sebentar, “ papar Andri bangga.
Jadi begitulah kata Andri, ketika ada ide tentang Majelis Wali Amanah Tatar Sunda tentu dia juga berpikir apa organisasi pressure groupnya? Nah, Gerpis itulah dibangun untuk menjadi organisasi presure groupnya.
Kalau di Aceh ada GAM (Gerakan Aceh Merdeka), tentu orang Sunda mah tidak akan memerdekakan diri sendiri, membuat Negara di dalam Negara, karena justru sebernarnya orang Sunda yang mendirikan republik ini, yang mendirikan tentara Otto Iskandar Dinata, yang mendirikan birokrasi Wiranatakusumah, yang menyiapkan uang dsb, Iwa Koesoemasoemantri dan Sanusi Hardjadinata dan yang menjaga integrasi wilayah adalah pasukan Siliwangi. “Tentu kita tidak akan mendirikan seperti GAM atau OPM (Organisasi Papua Merdeka) untuk menjadikan alat negosiasi Sunda kepada pemerintah pusat”, kata Andri pasti.
Ya, setelah dipikir-pikir dan ditafakuri, kenapa tidak meredeklarasi organisasi yang pernah ikut pemilu 1955 yaitu Gerakan Pilihan Sunda, organisasi yang didirikan Rd. Ema Bratakusumah dan Sutisna Senjaya, yang secara rill adalah partai lokal karena pernah ikut pemilu.
Bentuknya gerakan, bagusnya Gerpis karena gerakan/movement –movement, itu kan sebuah bentuk untuk melakukan perubahan sosial dan perubahan sosial itu memerlukan pilihan, selalu memberikan pilihan- pilihan terbaik. Jadi Gerpis adalah gerakan perubahan sosial melakukan perubahan-perubahan terbaik yang dilakukan oleh orang Sunda.
“Itu dalam idealisme saya, loh kenapa saya tidak sekalian saja mendirikan Gerakan Sunda Menggugat malah saya lebih pilih itu (Gerpis). Saya yakin semua itu adalah inspirasi, inayah, hidayah, wangsit yang datang ke saya dari Pak Ema dan kebetulan saya dekat dengan murid-murid Pka Ema dan dengan pendiri Front Pemuda Sunda yang di Galunggung, Pak Parma Suparma (Alm), termasuk ruruntuk gerakan pilihan Sunda terakhir, Kang Tjetje dan Wa Runayat. Jadi saya kumpulkan mereka juga Vega Karwanda Bratakusumah karena termasuk cucunya Pak Ema Bratakusumah, Pak Ukar, juga Hadi Wirahadikusumah, dsb. Akhirnya pada tanggal 27 Desember 2017 Gerpis dideklarasikan dengan tagline “Membela Indonesia melindungi Pasundan”. Dan Gerpis adalah sebuah organisasi yang bersifat etno nasionalisme, saya sebut sebagai organisasi perkumpulan perjuangan, orang-orang merdeka dan beriman karena hanya orang-orang merdeka dan bermiman yang mampu bisa melakukan perubahan dalam konteks Indonesia yang Berbineka Tunggal Ika itulah Gerpis dalam kaca mata saya sebagai reinventing/restorasi, Gerpis baru.
Dan Gerpis baru ini ternyata belum bisa membangun sebuah organisasi yang baik, kenapa persoalan utama itu kalau dalam membangun sebuah organisasi perjuangan adalah harus membuat tim awal yang kompak sebagaimana Rosululloh harus membangun tim yang kompak, maka dibentuklah pokja-pokja.
Tapi kelebihan Gerpis ini adalah telah punya dewan-dewan pakar yang luar biasa; pakar budaya tutur, pakar etno sain, pakar agama-pakar politik, hukum tatanegara, komunikasi, banyak-komplit.
“Kedepan Gerpis harus lebih baik karena Gerpis ini bisa saja menjadi sebuah kekuatan baru yang merupakan organisasi politik lokal. Tentu untuk menjadikan itu prosesnya bukan suatu hal yang gampang, tetapi kalau kita bisa ya, biarkanlah Gerpis terjadi lalu terpikir dalam dialog-dialog ini kita mendirikan majelis adat, dsb, akhirnya terpikir membangun diskursus baru-dikursus terbaru dari kalangan aktivis kasundaan, yaitu Kongres Sunda“, pungkas Andri.
***
Andri Perkasa Kantaprawira dilahirkan di Bandung 3 September 1968. Andri adalah anak ke-3 dari 4 bersaudara (satu perempuan 3 laki –laki). Ayahnya, Iskandar Kantraprawira pegawai BRI (alun-alun Bandung) yang jujur, terah Ajengan Rapi Cileungcing – Garut (gurunya Abah Anom), keluarga Kantaprawira memang dari Garut. Ibunya Ecin Kuraesin, anak seorang petani kaya dan tokoh di Citarik Palabuhanratu – Sukabumi. Serta Kakeknya Iyeh kantaprawira menikah dengan cucunya Dalem Bogor Ratu Banunajar. Jadi secara genetika Andri adalah perpaduan antara terah Garut, Bogor dan Palabuhan Ratu (Sukabumi).
Andri dibesarkan oleh kakeknya karena kakaknya sakit-sakitan, Andri kala itu hingga umur 7 tahun tinggal bersama kakeknya di Jalan Sumedang No. 4 Bandung. Kakeknya, Iyeh Kantaprawira adalah pelopor pertanian terintegrasi ketika jadi Kepala Dinas Pertanian (mengacu pada pertanian modern pake semprot pesawat, ada bank tanah, dsb) lulusan SPMA - sekolah pertanian Bogor angkatan kedua dan juga pernah jadi juru tulis/sekretaris Pak Sadikin (bapaknya Bang Ali Sadikin) jadi kakeknya bisa disebut sebagai pakar pertanian primer industri pada masa awal kemerdekaan. Jadi tak heran kalau Andri pun sejak mahasiswa menjadi pejuang agraria. Sarjana Ilmu Politik Unpar dan Magister Manajemen Stima IMI-Jakarta (2017) ini, pernah menjadi bakor pertama Mahasiswa Bandung di KPMURI (Komite Pemuda Mahaiswa Untuk Rakyat Indonesia) dalam kasus Badega-Garut.
Andri menikah dengan Wiyatini Sutarsih orang Ponggok Polanharjo, Klaten – Jawa Tengah, ketemu di KA Parahyangan, buah kasih sayangnya adalah seorang putra yang punya kelebihan/indigo Cakrabuana Titis Kantraparawira.
Andri adalah orang merdeka, secara riil tdk pernah bekerja formil, pernah binis walet di Subang tapi gagal karena banyak pesaingnya kuat-kuat (mafia), selepas bekerja di KPU, kini Andri bersama istrinya usaha tekstil batik untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari. Cag. (Asep GP)***
Andri Perkasa Kantaprawira : Sang Presiden Gerakan Pilihan Sunda
Posted by
Tatarjabar.com on Friday, May 29, 2020
Di lingkungan organisasi kesundaan tentu sudah tidak asing lagi pada pria berperawakan tinggi kurus, berkumis tipis, murah senyum dan selalu mengenakan Iket Sunda, berkacamata, serta berkendara mobil sedan Chevrolet sebagai ciri khasnya. Ya benar, dialah Andri Perkasa Kantaprawira, Sang Presiden Gerpis (Gerakan Pilihan Sunda). Andri sebelum wabah Covid-19 melanda dunia, tengah giat-giatnya menggelar beberapa kegiatan pra Kongres Sunda yang sedianya akan digelar pada bulan Agustus tahun ini di Gedung Merdeka Bandung.
Kata Andri,yang menjabat sebagai panitia SC (Steering Committee), berlangsungnya Kongres Sunda 2020 ini adalah sebagai tanggung jawab moral seluruh komponen Sunda saat ini, untuk memberikan solusi terbaik atas 3 (tiga) persoalan, yaitu : 1. Mempercepat proses pengembalian nama provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda 2. Persoalan sosial-ekonomi yang bermuara pada pengelolaan tata ruang dan agraria, tegasnya dengan menghentikan alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan menjadi area industri atau infrastruktur yang tidak mendesak 3. Merumuskan tangtungan Sunda, sebagai tindak lanjut dari Kongres Bahasa dan Budaya Sunda yang sudah dilaksanakan selama ini, yang semua itu akan menjadi landasan kuat dalam rangka ngaronjatkeun harkat martabat urang Sunda di masa depan.
Tapi apakah bulan Agustus nanti Virus Bermahkota yang telah menelan 300 ribu jiwa di seantero dunia ini akan musnah? Semoga saja dan dunia kembali walagri sabihara-sabihari deui, sehat/normal seperti sedia kala, hingga kegiatan manusia pun kembali berlangsung aman tanpa kekhawatiran. Aamiin!
Pertanyaan lainnya sejak kapan Andri P Kantaprawira menjadi aktivis kasundaan?
Sebagaimana kita tahu, jebolan Unpar (94) ini adalah aktivis 80-an teman seperjuangan Pius Lustrilanang (Unpar), Yudi Crisnandi, Ferry Juliantono (Unpad), Mohammad Jumhur Hidayat, Mochammad Fadjroel Rachman (ITB, kini jubir presiden).
Dan sebagai aktivis 80-an itu, Andri adalah salah satu aktivis yang dididik oleh semua angkatan 28-45-66-74-78, barengan Pius, Fadjroel, Jumhur, Amarfah di Jakarta. “Jadi kita ini termasuk pelopor gerakan dalam melawan Suharto, terutama dalam politik agraria dan demokrasi, maka kelompok aktivis 80-an itu membikin organisasi Pro Demokrasi (Prodem), mereka saat itu terrmasuk kelompok yang gak mau diatur kekuasaan dan ga takut dipenjara, orang-orang yang istilahnya lahir dari batu, punya idealisme, konsisten. Karena ketika mereka jadi aktivis sudah biasa dikejar- kejar dan masuk penjara, termasuk saya pernah masuk penjara seminggu di Polwiltabes Bandung tahun 92 karena saya waktu itu membela yunior saya yang ditahan di sana. Malahan saya lebih lama ditahannya karena kena pasal hatzaai artikelen yang hukumannya di atas 5 tahun,” demikian kenang Andri.
Selulusnya dari Unpar (94), Andri hijrah ke Jakarta bekerja di lembaga studi strategis dan studi pertahahan bersama Suripto dan kemudian balik lagi ke Bandung menjadi Koordinator Bidang Sosialisaisi di KPU Kota Bandung (2003-2008).
Selama di KPU rupanya Andri adalah anggota KPU yang nakal (baca: nalaktak, nakal tapi kreatif). Sebagai anggota KPU yang tidak boleh berkampanye Andri punya ideliasme menjadikan KPU Kota Bandung yang banyak publisitasnya, dan itu dibuktikan, hampir setiap hari semua kegiatan KPU Kota Bandung masuk media cetak dan elektronik untuk menunjukkan komiten terhadap demokrasi. “Kita juga waktu itu melayani yang dipenjara, yang cacat netra dengan membikin surat suara braille, bahkan PSK mereka semua itu tidak ada yang tidak ke KPU Kota Bandung untuk mengikuti sosialisasi Pemilu. Sehingga KPU Kota Bandung kala itu menjadi brand mark KPU di Jabar.
Dan semasa aktif di KPU itu, Andri sudah menginisiasi tentang pentingnya kolaborasi para elit Sunda. Maka honor dari KPU pun dia pakai untuk membiayai jalan kolaborasi seperti acara pertemuan calon-calon DPD di Jabar. “Jadi tahun 2004 itu saya sudah merintis pentingnya “Sunda milih Sunda” atau Gerakan Pilihan Sunda di konsolidasi DPD. Dan pada tahun 2004 itu dari proses elektoral menunjukkan bahwa orang-orang independen tokoh Sunda yang terepresentasikan DPD itu dikenal publik, fungsi ketokohan yang di non partai cukup mendapat kepercayaan publik, Kang Dindin Maolani, Ceu Popong, Paskah Irianto, Sutisno, banyak mendapat suara besar”.
Ini berbeda ketika Andri mencalonkan DPD-RI Dapil Jawa Barat pada pemilu tahun 2019 yang dia ikuti dengan kemampuan seadanya. Andri yang berharap mendapat 500 ribuan suara, ternyata hanya mendapat 183 ribu suara, jauh dengan pendapatan suara yang lain. Ini menunjukkan terjadi penurunan dalam regenerasi kepemimpinan Sunda non partai. Selain itu, ternyata benar harus punya kemampuan ekonomi dan popularitas lebih.
Regenerasi tokoh yang menggunakan kesundaan dalam legitimasi sosial kalah dengan orang-orang yang beraktivitas lain. Robbi Maulana saja hanya mendapatkan 90 ribu suara. Dua tokoh ini sudah membuktikan ada penurunan tingkat kepercayaan legitimasi kualitas dari tokoh kesundaan di dalam posisi legitimasi sosial, Untuk itu mau tidak mau kata Andri, kita harus membuat sebuah perencanaan panjang dan lebih strategis untuk kelompok kesundaaan ini punya kekuatan strategis. Kang Tato Prajamanggala mengatakan untuk menjadi kekuatan strategis itu harus punya political power orang-orang Sunda yang menjadi gubernur, bupati, dll, harus menjadi salah satu perwakilan, keduanya harus mapan secara ekonomi, beurat beunghar buncir leuit loba duit (economi power), dan ketiganya harus punya jejaring sosial, network, punya dukungan publik, punya banyak anak buah, wadya balad (sosial power).
Lalu, apa ada di jabar tokoh yang seperti ini? “Belum! Sebenarnya kalau merujuk kepada uga atau Disertasi Husein Albanjari “Budak Angon” - Diskursus Kepemimpinan Sunda menuju kekuasaan itu kan syarat menjadi seorang pemimpin yang berhasil, dan itu harus seperti tokoh Ciung Wanara, artinya dia punya kemampuan melakukan diskursus/wacana-wacana publik dan dia sudah banyak terlibat dalam praktisi sosial artinya sudah banyak memecahkan masalah-masalah sosial. Dan itu pun sudah berusaha saya lakukan, misalnya saya serius membela NFCI (ilik warta) dan wiyata guna hampir 2 tahun dan baru sampai menang di gugatan pengadilan sampai-sampai saya dianggap orang gila oleh tokoh-tokoh senior dan orang-orang yang hatinya lebih menjaga rasa. Apalagi ketika saya membawa long march 6 atlet disabilitas dari Bandung ke Jakarta, walau itu hanya sampai ke Purwakarta dan permasalahannya tidak tuntas karena 6 atlet tersebut tetap diabaikan hak-haknya untuk bisa masuk Asean Para Game, PON, dsb. Belum lagi kalau kita bicara pembelaan-pembelaan agraria,“ papar Andri.
Berawal Dari Bamus
Andri mengaku masuk ke dalam gerakan kasundaan terutama pasca keluar dari anggota KPU. Jadi keterlibatannya di keanggotaan kasundaan itu berawal dari Bamus (Badan Musyawarah Sunda, Sekjen) dan Rukun Wargi Tatar Sunda. Dan rupanya sepak-terjangnya, track recordnya sebagai anak muda yang lincah dengan berpengalaman di dunia politik yang cukup panjang dan komunikasinya baik serta lugas, banyak dilirik para sesepuh Jabar, seperti Uwa Bandung Runayat Natadipura, Aom Otong, untuk mengisi kekosongan terutama gelandang di dalam formasi gerakan kasundaan terutama dalan Sunda Politik, Sunda Budaya, dll. Dan akhirnya Andri diminta untuk mendamping Kang Memet Hamdan sebagai sekjen di Bamus. Semula berdirinya Bamus itu kata Andri adalah hasil dari biaya rereongan, udunan/urunan dari uangnya sendiri, uang senior, dll, karena Andri dan teman-temannya dari dulu bukan tipe orang yang suka bernego dan cari proposal.
“Maka ketika saya masuk ke gelanggang Sunda politik bergaul dengan Kang Tjetje Hidayat Padmadinata, Ceu Popong, Kang Jaja Subagja Husen (Alm), disitulah saya mandapatkan kepercayaan dan bertugas untuk mengkolaborasikan elit-elit Sunda “ kenang Andri.
Kepemimpinan orang Sunda menurut Andri sejak meninggalnya Otto Iskandardinata, Ir. Haji Juanda, Wiranatakusumah, Iwa Koesoemasoemantri dll, belum ada lagi kepemimpinan yang kuat. Sedangkan apalah artinya sebuah kaum tanpa kepemimpinan yang kuat. Ada juga pemimpin yang menjadi figur dalam sosok konstelasi nasional yaitu Solihin GP, tapi beliau sudah tua dan sakit-sakitan dan hingga kini belum ada yang bisa menggantikan beliau baik itu dalam figur konteks sosial maupun figur politik. Maka pada perayaan ulang tahunnya yang ke-90 di DPLKTS, Andri ikut memberi sambutan (waktu itu Prof. Dede Mariana – Alm, membuatkan biografinya) di hadapan para tokoh bahwa orang Sunda perlu mempersiapkan diri membangun kepemimpinan perjuangan kultural yang kolektif, kepemimpinan kolektif pejuang budaya yang membela somah (rakyat) dan lemah cai (tanah air) - sarakan (tanah kelahiran). Siapa itu kepemimpinan kolektif? Dialah orang-orang pejuang seperti Dindin Maolani, Dedi Mulyadi (mantan Bupati Purwakarta), Mubyarsasmita, Iwan Sulanjana, Didi Turmuji, Tubagus Hasanuddin, dsb, dan bagaimana kepemimpinan kolektif ini dibangun? Ya, kolektif kolegial-satatar sajajar, berbagai peran dan kompetensi saling mengisi.
Andri juga waktu itu mengusulkan dibangun Wali Amanah Tatar Sunda (waktu itu Andri belum mengatakan Geraka Pilihan Sunda), kata “Wali” menurut Andri bukan hanya sekedar nama biasa tapi punya mistik dan tingkat spiritualitas yang tinggi.
Kebetulan orang sunda di tahun 2020 ini sebenarnya secara struktur sosial menduduki jabatan-jabatan, posisi strategis di organisasi sosial dan keumatan, contohnya Ketua Umum Muhammadiyah Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si, itu kan orang Bandung walau besar di Yogya, begitu juga Ketua PBNU K.H. Said Aqil Siradj, orang Kepek-Cirebon, terus Yudi Latif Pejabat Perdana, Kepala BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila), pemikir kenegaraan dan kebangsaan, pemikir Pancasila yang tidak ada duanya adalah alumni Fikom Unpad terah Sukabumi, Forum Silaturahmi Keraton Nusantara(FSKN) dipegang Adipati PRA Arief Natadiningrat – Cirebon, demikian juga Ketua Kadin Pusat, Rosan Perkasa Roeslani ibunya dari Banjar begitu juga dengan Ketua MUI K.H. Ma’ruf Amin.
“Jadi pada tahun 2018-2019 orang-orang Sunda banyak menguasai banyak organisasi-organisasi sosial, belum Agum Gumelar di Pepabri. Artinya kalau ini menjadi wali amanah, kita sudah punya power poltik dan power sosial, tapi kan kenyataannya orang Sunda itu diibaratkan sebagai dadali atau garuda, rajawali yang terbang sendiri (bekerja/sukses sendiri tidak ngajak orang Sunda lainnya), jadi harus ada orang yang mampu mengolaborasikan itu. Ya, saya anak muda yang mencoba memerankan itu walau dengan modal SMS/WA saja. Ya, sejak tahun 2000 di Bamus saya jadi punya banyak nomor hp dan no telepon para tokoh Sunda dan saya bisa kontak mereka dan komunikasi dengan mereka dan sudah menjadi trade mark, kalau mau mengundang para tokoh, tanpa memakai surat undangan resmi, ka Andri we, minta tolong ke Andri saja. Contohnya ketika ada acara Sawala Pra Kongres Sunda 2020 di Hotel Horizon (28/12/2019), itu acara sebentar tapi 60-70 tokoh hadir di situ dan untuk bisa begitu perlu membangun komunikasi dan kepercayaan yang tidak sebentar, “ papar Andri bangga.
Jadi begitulah kata Andri, ketika ada ide tentang Majelis Wali Amanah Tatar Sunda tentu dia juga berpikir apa organisasi pressure groupnya? Nah, Gerpis itulah dibangun untuk menjadi organisasi presure groupnya.
Kalau di Aceh ada GAM (Gerakan Aceh Merdeka), tentu orang Sunda mah tidak akan memerdekakan diri sendiri, membuat Negara di dalam Negara, karena justru sebernarnya orang Sunda yang mendirikan republik ini, yang mendirikan tentara Otto Iskandar Dinata, yang mendirikan birokrasi Wiranatakusumah, yang menyiapkan uang dsb, Iwa Koesoemasoemantri dan Sanusi Hardjadinata dan yang menjaga integrasi wilayah adalah pasukan Siliwangi. “Tentu kita tidak akan mendirikan seperti GAM atau OPM (Organisasi Papua Merdeka) untuk menjadikan alat negosiasi Sunda kepada pemerintah pusat”, kata Andri pasti.
Ya, setelah dipikir-pikir dan ditafakuri, kenapa tidak meredeklarasi organisasi yang pernah ikut pemilu 1955 yaitu Gerakan Pilihan Sunda, organisasi yang didirikan Rd. Ema Bratakusumah dan Sutisna Senjaya, yang secara rill adalah partai lokal karena pernah ikut pemilu.
Bentuknya gerakan, bagusnya Gerpis karena gerakan/movement –movement, itu kan sebuah bentuk untuk melakukan perubahan sosial dan perubahan sosial itu memerlukan pilihan, selalu memberikan pilihan- pilihan terbaik. Jadi Gerpis adalah gerakan perubahan sosial melakukan perubahan-perubahan terbaik yang dilakukan oleh orang Sunda.
“Itu dalam idealisme saya, loh kenapa saya tidak sekalian saja mendirikan Gerakan Sunda Menggugat malah saya lebih pilih itu (Gerpis). Saya yakin semua itu adalah inspirasi, inayah, hidayah, wangsit yang datang ke saya dari Pak Ema dan kebetulan saya dekat dengan murid-murid Pka Ema dan dengan pendiri Front Pemuda Sunda yang di Galunggung, Pak Parma Suparma (Alm), termasuk ruruntuk gerakan pilihan Sunda terakhir, Kang Tjetje dan Wa Runayat. Jadi saya kumpulkan mereka juga Vega Karwanda Bratakusumah karena termasuk cucunya Pak Ema Bratakusumah, Pak Ukar, juga Hadi Wirahadikusumah, dsb. Akhirnya pada tanggal 27 Desember 2017 Gerpis dideklarasikan dengan tagline “Membela Indonesia melindungi Pasundan”. Dan Gerpis adalah sebuah organisasi yang bersifat etno nasionalisme, saya sebut sebagai organisasi perkumpulan perjuangan, orang-orang merdeka dan beriman karena hanya orang-orang merdeka dan bermiman yang mampu bisa melakukan perubahan dalam konteks Indonesia yang Berbineka Tunggal Ika itulah Gerpis dalam kaca mata saya sebagai reinventing/restorasi, Gerpis baru.
Dan Gerpis baru ini ternyata belum bisa membangun sebuah organisasi yang baik, kenapa persoalan utama itu kalau dalam membangun sebuah organisasi perjuangan adalah harus membuat tim awal yang kompak sebagaimana Rosululloh harus membangun tim yang kompak, maka dibentuklah pokja-pokja.
Tapi kelebihan Gerpis ini adalah telah punya dewan-dewan pakar yang luar biasa; pakar budaya tutur, pakar etno sain, pakar agama-pakar politik, hukum tatanegara, komunikasi, banyak-komplit.
“Kedepan Gerpis harus lebih baik karena Gerpis ini bisa saja menjadi sebuah kekuatan baru yang merupakan organisasi politik lokal. Tentu untuk menjadikan itu prosesnya bukan suatu hal yang gampang, tetapi kalau kita bisa ya, biarkanlah Gerpis terjadi lalu terpikir dalam dialog-dialog ini kita mendirikan majelis adat, dsb, akhirnya terpikir membangun diskursus baru-dikursus terbaru dari kalangan aktivis kasundaan, yaitu Kongres Sunda“, pungkas Andri.
***
Andri Perkasa Kantaprawira dilahirkan di Bandung 3 September 1968. Andri adalah anak ke-3 dari 4 bersaudara (satu perempuan 3 laki –laki). Ayahnya, Iskandar Kantraprawira pegawai BRI (alun-alun Bandung) yang jujur, terah Ajengan Rapi Cileungcing – Garut (gurunya Abah Anom), keluarga Kantaprawira memang dari Garut. Ibunya Ecin Kuraesin, anak seorang petani kaya dan tokoh di Citarik Palabuhanratu – Sukabumi. Serta Kakeknya Iyeh kantaprawira menikah dengan cucunya Dalem Bogor Ratu Banunajar. Jadi secara genetika Andri adalah perpaduan antara terah Garut, Bogor dan Palabuhan Ratu (Sukabumi).
Andri dibesarkan oleh kakeknya karena kakaknya sakit-sakitan, Andri kala itu hingga umur 7 tahun tinggal bersama kakeknya di Jalan Sumedang No. 4 Bandung. Kakeknya, Iyeh Kantaprawira adalah pelopor pertanian terintegrasi ketika jadi Kepala Dinas Pertanian (mengacu pada pertanian modern pake semprot pesawat, ada bank tanah, dsb) lulusan SPMA - sekolah pertanian Bogor angkatan kedua dan juga pernah jadi juru tulis/sekretaris Pak Sadikin (bapaknya Bang Ali Sadikin) jadi kakeknya bisa disebut sebagai pakar pertanian primer industri pada masa awal kemerdekaan. Jadi tak heran kalau Andri pun sejak mahasiswa menjadi pejuang agraria. Sarjana Ilmu Politik Unpar dan Magister Manajemen Stima IMI-Jakarta (2017) ini, pernah menjadi bakor pertama Mahasiswa Bandung di KPMURI (Komite Pemuda Mahaiswa Untuk Rakyat Indonesia) dalam kasus Badega-Garut.
Andri menikah dengan Wiyatini Sutarsih orang Ponggok Polanharjo, Klaten – Jawa Tengah, ketemu di KA Parahyangan, buah kasih sayangnya adalah seorang putra yang punya kelebihan/indigo Cakrabuana Titis Kantraparawira.
Andri adalah orang merdeka, secara riil tdk pernah bekerja formil, pernah binis walet di Subang tapi gagal karena banyak pesaingnya kuat-kuat (mafia), selepas bekerja di KPU, kini Andri bersama istrinya usaha tekstil batik untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari. Cag. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment