Monday, June 1, 2020
Dampak pandemi Coronavirus Disease (Covid-19), selain banyak memakan korban jiwa manusia di seluruh dunia, juga melumpuhkan aktivitas kehidupan dan penghidupan manusia termasuk melumpuhkan perekonomian Negara kita. Hal ini dirasakan sangat berat bagi para pengusaha, terutama pengusaha Usaha Kecil Menengah (UKM). Perusahaannya banyak yang pailit, gulung tikar. Ada juga yang berusaha bertahan tapi seperti istilah hidup segan mati pun tidak. Dagangan tak laku tapi karyawan harus tetap dikasih makan, dibayar gaji bulanan, karena mereka juga punya keluarga. Akhirnya, untuk bertahan hidup terpaksa harus membobol celengan, membuka simpanan, atau menjual barang pribadi demi menutupi semua kebutuhan agar bisa bertahan.
Hal demikian dirasakan juga oleh Pusat Promosi Batu Mulia Indonesia – GEM – AFIA GROUP. Perusahaan milik seorang Geologis – Gemmologis, H. Ir. Sujatmiko, Dipl. Ing, (Mang Okim), yang didalamnya menjual berbagai kerajinan berbahan batu akik, batu mulia, untuk perhiasan cincin, gelang, bros, kalung, dasi koboy, fosil, batu poles, suiseki, bonsai dan sebagainya, di masa pandemi Covid-19 ini sepi.
Itu terlihat dari rumah promosinya di Jalan Pajajaran No. 145 Bandung (dari arah timur sebelah kiri, sebelum stopan ke bandara Husein Sastranegara). Gerai yang menjajakan berbagai perhiasan dari batuan mineral yang terletak di halaman rumahnya untuk konsumen menengah ke bawah (yang mahal di dalam ruangan),yang biasanya masih didatangi penaksir dan pembeli dari dalam dan luar negeri walau sudah tidak booming, kini sudah tidak ada dan digantikan batu-batu fosil besar untuk meja ditata rapih, kantinnya pun tertutup rapat.
Tapi rupanya, setelah ketemu yang punyanya, katanya stand itu akan dipindah ke garasi sebelah kiri yang dulu dijadikan tempat bengkel poles batu. Saat itu memang terdengar suara tukang memukulkan palu, sedang berbenah.
Ada hand sanitizer (cairan pembersih tangan) sebelum pintu masuk pintu utama dan terlihat di dalam ada beberapa karyawan yang masih bekerja membuat kotak perhiasan, dengan protokol kesehatan tentunya. Kami ngobrol santai di ruangan tamu yang penuh dengan koleksi batuan.
Ketika Pak Miko ditanya pangsa pasar, demikian insinyur Geologi jebolan ITB ini akrab disapa, dia hanya tersenyum kecut. Sudah tutup, katanya pendek. “Tapi pada awal tahun 2020 ini kami ada kontrak dengan pengusaha di sini yang punya kontrak dengan Qatar untuk membuat batu-batu kecil untuk ditempel di furniture, jadi kami buatkan bahannya di sini. Kami sangat gembira waktu itu karena pesanan bernilai cukup besar bagi kami, bisa untuk membiayai kelangsungan perusahaan. Tapi, begitu selesai dan baru dibayar separo, tiba-tiba Qatar membatalkan karena harus lockdown. Waduh, padahal kami tak kerja sendiri, ada yang harus dilempar ke Sukabumi, kan harus dibayar pengrajin di sana, ya akhirnya harus jadi tanggungan kami”, kenangnya, kecewa sekali.
Jadi selama wabah Covid-19 ini, kata Pak Miko, tidak ada pemasukan sedangkan karyawannya dari 3 tahun ini, usai booming batu hingga lockdown tetap harus dibayar. “Kami pailit, “ katanya serius.
Untuk bisa mempertahankan eksistensi perusahaannya, ya terpaksa kata Pak Miko, kalau yang punya tabungan harus dibuka, dicairkan, barang simpanan pribadi pun terpaksa harus dijual dan dia mengatakan dengan serius dengan tidak menyepelekan pihak lain, tidak bermimpi dibantu oleh orang yang lebih tinggi kedudukannya dari dirinya (pemerintah), tapi yang akan membantu kita itu justru orang kecil seperti karyawan. Maka itulah, 10 karyawannya di showroom Jalan Pajajaran 145 dan 10 karyawan di tempat workshop Jalan Pasirluhur 20 Bandung asal dari Garut dan Jawa Tengah, selalu diperhatikan dan dianggap keluarga sendiri, seperti tradisi makan siang bersama yang hingga kini terus dipertahankan. Alhamdulilah juga kata Pak Miko, walau di masa susah, untuk membayar THR karyawannya, lebaran kemarin bisa ditutup oleh sebagian uang asuransi kesehatan yang cair sebesar puluhan juta, setelah beberapa tahun tersimpan. Ada pun rumah yang diperuntukkan sebagai pusat promosi batu mulia statusnya ngontrak seratusan juta pertahun (sudah 20 tahun), kami pun harus berpikir bagaimana caranya survive (bertahan hidup), kata Miko diplomatis.
Selain itu, suami dari Ai Mulyati ini juga mencoba memasarkannya dengan online. “Yang Youtube sudah ada respon lumayan, dan kami bikin divisi-divisi. Ada divisi cincin, divisi batu poles, divisi perhiasan dan fosil. Silakan klik aja di bukalapak dan tokopedia. Malah di bukalapak kami sudah dimasukan ke ‘Saudagar Besar’, karena konsistensi kami dalam menyuplai barang, padahal omzetnya tidak besar tapi allhamdulillah ada saja”, katanya sumringah.
Harga batu di masa pandemi ini pun didiscount 20-30%. Demikian juga gerai yang di Gramedia, terpaksa karyawannya ditarik ke Pajajaran, termasuk yang di Museum Sri Baduga, gerai pendukung museum yang menjual jenis batu biasa yang biasanya 2-3 bulan dapat satu-dua juta, kini hanya 800 ribu karena kurang pengunjung. Malah ketika pameran seminggu di PVJ (Paris Van Java) hanya dapat 35 ribu rupiah. Sedangkan penjaganya empat karyawannya. “Bayangkan, ya jadi kita stop pameran pindah ke online. Buka aja Gem-Avia di tokopedia dan bukalapak”, katanya promosi.
Kartu Lebaran itu pun ada batunya |
Pak Miko juga bercerita tentang kebiasaannya di waktu menjelang lebaran, yang masih mempertahankan mengirim “Kartu Lebaran” kepada teman-teman, kolega dan handai taulan. Bukan kartu biasa yang sekedar ucapan, tapi di dalamnya disertakan batu prouduknya. “Dulu bisa ngirim 400 kartu, sekarang cuma 200, ” katanya sambil tersenyum kecil.
Ditohok ongkos produksi kartu, kalau dihitung dari orang luar yang membeli, satu batu ongkos gosok 30 ribu (itu batu biasa model akik, kalau batu mulia bisa jenis safir dan rubby bisa 100-150 ribu ongkosnya karena sangat keras dan perlu serbuk intan untuk menggosoknya), lalu amplop dan personil yang menggarapnya. “Ya, satu kartu dihitung 60 ribuan lebih lah, itu pun kalau dihitung orang luar yang membelinya, kalau kami ya murah lah, karena batunya juga batu rongsokan/tetelan, tapi kami buat bagus. Ya, ini bagian dari sedekah kita lah, sillaturahmi”, katanya sambil memberikan sample kartu lebaran. Bagus dan unik. Selain ke gubernur, kartu lebaran unik itu pun dikirimnya ke presiden Jokowi. Dan selalu ada balasan, hanya Lebaran kali ini lima orang saja yang membalasnya.
Batu temuan baru dari Tasikmalaya mengandung emas |
Batu Temuan Baru
Pak Miko bersama timnya tak pernah berhenti mencari dan memburu batu nusantara hingga ke pedalaman Kalimantan yang memang indah-indah dan banyak ragamnya. Kemarin sebelum ada wabah virus Corona, ada temuan Mineral Kuarsa Salju dari Tasikmalaya dan Mineral Kalkopirit (chalcopyrite- CuFeS2) juga dari Tasikmalaya. Khusus batu Kalkopirit ini, kata Pak Miko, sudah diekspose wartawan dan ditulis sebagai batuan mineral mengandung emas berasal dari tambang yang lebih besar kandungan emasnya dari Freeport. Padahal Miko tak mengatakan seperti itu, walaupun dalam hasil analisa kimia awal menunjukkan bahwa dalam setiap ton batuan terkandung 0,06 gram emas dan selebihnya 21 kg tembaga, 117 gram seng, 12 gram timah hitam, dan 8 gram perak. Batu multi mineral yang beragam warna bak ekor burung Merak ini, oleh Gem-Avia dibuat souvenir dan koleksi yang unik dan langka, seperti dasi koboy/bolo ties, penstand, plakat, piala dan lain-lain. ”Alhamdulillah batu mineral ini mendapat banyak sambutan positif dari banyak kalangan, khususnya pecinta batuan dan mineral, serta kolektor (diantaranya Fadli Zon). Semoga kemunculan mineral bijih tembaga ini dapat memberikan kontribusi positif dalam upaya membangkitkan kembali gairah dan kecintaan masyarakat akan batu mulia dan mineral Indonesia,” demikian harapan Pak Miko.
H. Ir. Sujatmiko survive di masa pandemi C-19 |
Selalu Sehat Berkat Senam Ibadah
Bertemu dan ngobrol dengan Pak Miko selalu menyenangkan. Orangnya ramah dan pengetahuan kita tentang batu (gemologi) kian bertambah, terutama lagi pulangnya suka dikasih oleh-oleh batu, untuk nambah kolekesi. Tapi yang tidak kalah penting yang harus dikorek keterangan dari Insinyur Geologi ITB (masuk tahun 60 - lulus 67, tahun 75 ke Prancis) adalah kiat-kiat menjaga kebugarannya. Ya, lihatlah pria kelahiran Madura 24 Oktober 1941, masih jagjag waringkas (kuat dan bugar).
Olahraga bersepeda pun masih dilakukannya di masa pandemi ini, tapi teman-temannya terutama yang berprofesi dokter mengkritiknya habis-habisan ketika Miko memajang fotonya di grup WA lagi bersepeda ke Dago Atas. Bersepeda di masa pandemi Covid-19 memang berbahaya. Sebagai penggantinya Miko melakukan Senam Ling Tien Kung di rumahnya. Sebelum pandemi Covid-19, senam dari negeri Tirai Bambu ini selalu dilakukannya bersama-sama di balkot (balai kota), yang melatihnya Anton Bustomi, mantan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mokro Kecil Menengah (UMKM).
Yang lainnya, Senam Ibadah selama 30 menit bada Solat Subuh bersama instrinya dan terkadang mengajak karyawannya. Senam dalam posisi duduk di atas sajadah selama 30 menit yang dimulai dengan lagu religi taubatan nasuha yang diiringi takbir-tahmid-tasbih dan tahlil ini serta diselingi prana (mengolah napas) dan menggerakan persendian. Gerakan Senam tiga seri yang diakhiri dengan mencium lutut dan berdoa ini adalah ciptaan Miko sendiri yang dikombinasikannya dari gerakan Padma Bhakti yang pernah dijalaninya selama tiga tahun.
“Lumayan kami rasakan beberapa tahun ini kalau sudah melakukan senam ibadah lalu paginya ke lapangan, fresh/segar bugar sekali karena semua pernapasan dan sendi digerakan. Selain itu, tidak boleh takabur, sombong, iri hati dan dengki kepada orang, malah harus sayang sesama.”, kata bapak dari Feni Kertikasyari, Mohamad Iman Santoso dan Arinaka Trisuharno yang telah punya 5 cucu ini, sambil mengepalkan kedua tangannya erat.
Tidak ada beban? Ditanya begitu Pak Miko hanya tersenyum. “Ya sama aja, semua manusia punya persoalan, yang penting kita tidak punya utang dan musuh dan harus selalu berusaha membahagiakan keluarga dan orang lain, tuh coba lihat preman yang di seberang jalan, kalau kita menghargai mereka malah mereka ikut menjaga rumah kita,” katanya sambil menunjuk ke seberang jalan ke a arah beberapa pemuda yang lagi memarkir dan menaikan penumpang ke angkot. (Asep GP)***
Bisnis Batu Mulia di Masa Pandemi Covid-19 – Di batas Pailit Dan Survive
Posted by
Tatarjabar.com on Monday, June 1, 2020
Dampak pandemi Coronavirus Disease (Covid-19), selain banyak memakan korban jiwa manusia di seluruh dunia, juga melumpuhkan aktivitas kehidupan dan penghidupan manusia termasuk melumpuhkan perekonomian Negara kita. Hal ini dirasakan sangat berat bagi para pengusaha, terutama pengusaha Usaha Kecil Menengah (UKM). Perusahaannya banyak yang pailit, gulung tikar. Ada juga yang berusaha bertahan tapi seperti istilah hidup segan mati pun tidak. Dagangan tak laku tapi karyawan harus tetap dikasih makan, dibayar gaji bulanan, karena mereka juga punya keluarga. Akhirnya, untuk bertahan hidup terpaksa harus membobol celengan, membuka simpanan, atau menjual barang pribadi demi menutupi semua kebutuhan agar bisa bertahan.
Hal demikian dirasakan juga oleh Pusat Promosi Batu Mulia Indonesia – GEM – AFIA GROUP. Perusahaan milik seorang Geologis – Gemmologis, H. Ir. Sujatmiko, Dipl. Ing, (Mang Okim), yang didalamnya menjual berbagai kerajinan berbahan batu akik, batu mulia, untuk perhiasan cincin, gelang, bros, kalung, dasi koboy, fosil, batu poles, suiseki, bonsai dan sebagainya, di masa pandemi Covid-19 ini sepi.
Itu terlihat dari rumah promosinya di Jalan Pajajaran No. 145 Bandung (dari arah timur sebelah kiri, sebelum stopan ke bandara Husein Sastranegara). Gerai yang menjajakan berbagai perhiasan dari batuan mineral yang terletak di halaman rumahnya untuk konsumen menengah ke bawah (yang mahal di dalam ruangan),yang biasanya masih didatangi penaksir dan pembeli dari dalam dan luar negeri walau sudah tidak booming, kini sudah tidak ada dan digantikan batu-batu fosil besar untuk meja ditata rapih, kantinnya pun tertutup rapat.
Tapi rupanya, setelah ketemu yang punyanya, katanya stand itu akan dipindah ke garasi sebelah kiri yang dulu dijadikan tempat bengkel poles batu. Saat itu memang terdengar suara tukang memukulkan palu, sedang berbenah.
Ada hand sanitizer (cairan pembersih tangan) sebelum pintu masuk pintu utama dan terlihat di dalam ada beberapa karyawan yang masih bekerja membuat kotak perhiasan, dengan protokol kesehatan tentunya. Kami ngobrol santai di ruangan tamu yang penuh dengan koleksi batuan.
Ketika Pak Miko ditanya pangsa pasar, demikian insinyur Geologi jebolan ITB ini akrab disapa, dia hanya tersenyum kecut. Sudah tutup, katanya pendek. “Tapi pada awal tahun 2020 ini kami ada kontrak dengan pengusaha di sini yang punya kontrak dengan Qatar untuk membuat batu-batu kecil untuk ditempel di furniture, jadi kami buatkan bahannya di sini. Kami sangat gembira waktu itu karena pesanan bernilai cukup besar bagi kami, bisa untuk membiayai kelangsungan perusahaan. Tapi, begitu selesai dan baru dibayar separo, tiba-tiba Qatar membatalkan karena harus lockdown. Waduh, padahal kami tak kerja sendiri, ada yang harus dilempar ke Sukabumi, kan harus dibayar pengrajin di sana, ya akhirnya harus jadi tanggungan kami”, kenangnya, kecewa sekali.
Jadi selama wabah Covid-19 ini, kata Pak Miko, tidak ada pemasukan sedangkan karyawannya dari 3 tahun ini, usai booming batu hingga lockdown tetap harus dibayar. “Kami pailit, “ katanya serius.
Untuk bisa mempertahankan eksistensi perusahaannya, ya terpaksa kata Pak Miko, kalau yang punya tabungan harus dibuka, dicairkan, barang simpanan pribadi pun terpaksa harus dijual dan dia mengatakan dengan serius dengan tidak menyepelekan pihak lain, tidak bermimpi dibantu oleh orang yang lebih tinggi kedudukannya dari dirinya (pemerintah), tapi yang akan membantu kita itu justru orang kecil seperti karyawan. Maka itulah, 10 karyawannya di showroom Jalan Pajajaran 145 dan 10 karyawan di tempat workshop Jalan Pasirluhur 20 Bandung asal dari Garut dan Jawa Tengah, selalu diperhatikan dan dianggap keluarga sendiri, seperti tradisi makan siang bersama yang hingga kini terus dipertahankan. Alhamdulilah juga kata Pak Miko, walau di masa susah, untuk membayar THR karyawannya, lebaran kemarin bisa ditutup oleh sebagian uang asuransi kesehatan yang cair sebesar puluhan juta, setelah beberapa tahun tersimpan. Ada pun rumah yang diperuntukkan sebagai pusat promosi batu mulia statusnya ngontrak seratusan juta pertahun (sudah 20 tahun), kami pun harus berpikir bagaimana caranya survive (bertahan hidup), kata Miko diplomatis.
Selain itu, suami dari Ai Mulyati ini juga mencoba memasarkannya dengan online. “Yang Youtube sudah ada respon lumayan, dan kami bikin divisi-divisi. Ada divisi cincin, divisi batu poles, divisi perhiasan dan fosil. Silakan klik aja di bukalapak dan tokopedia. Malah di bukalapak kami sudah dimasukan ke ‘Saudagar Besar’, karena konsistensi kami dalam menyuplai barang, padahal omzetnya tidak besar tapi allhamdulillah ada saja”, katanya sumringah.
Harga batu di masa pandemi ini pun didiscount 20-30%. Demikian juga gerai yang di Gramedia, terpaksa karyawannya ditarik ke Pajajaran, termasuk yang di Museum Sri Baduga, gerai pendukung museum yang menjual jenis batu biasa yang biasanya 2-3 bulan dapat satu-dua juta, kini hanya 800 ribu karena kurang pengunjung. Malah ketika pameran seminggu di PVJ (Paris Van Java) hanya dapat 35 ribu rupiah. Sedangkan penjaganya empat karyawannya. “Bayangkan, ya jadi kita stop pameran pindah ke online. Buka aja Gem-Avia di tokopedia dan bukalapak”, katanya promosi.
Kartu Lebaran itu pun ada batunya |
Pak Miko juga bercerita tentang kebiasaannya di waktu menjelang lebaran, yang masih mempertahankan mengirim “Kartu Lebaran” kepada teman-teman, kolega dan handai taulan. Bukan kartu biasa yang sekedar ucapan, tapi di dalamnya disertakan batu prouduknya. “Dulu bisa ngirim 400 kartu, sekarang cuma 200, ” katanya sambil tersenyum kecil.
Ditohok ongkos produksi kartu, kalau dihitung dari orang luar yang membeli, satu batu ongkos gosok 30 ribu (itu batu biasa model akik, kalau batu mulia bisa jenis safir dan rubby bisa 100-150 ribu ongkosnya karena sangat keras dan perlu serbuk intan untuk menggosoknya), lalu amplop dan personil yang menggarapnya. “Ya, satu kartu dihitung 60 ribuan lebih lah, itu pun kalau dihitung orang luar yang membelinya, kalau kami ya murah lah, karena batunya juga batu rongsokan/tetelan, tapi kami buat bagus. Ya, ini bagian dari sedekah kita lah, sillaturahmi”, katanya sambil memberikan sample kartu lebaran. Bagus dan unik. Selain ke gubernur, kartu lebaran unik itu pun dikirimnya ke presiden Jokowi. Dan selalu ada balasan, hanya Lebaran kali ini lima orang saja yang membalasnya.
Batu temuan baru dari Tasikmalaya mengandung emas |
Batu Temuan Baru
Pak Miko bersama timnya tak pernah berhenti mencari dan memburu batu nusantara hingga ke pedalaman Kalimantan yang memang indah-indah dan banyak ragamnya. Kemarin sebelum ada wabah virus Corona, ada temuan Mineral Kuarsa Salju dari Tasikmalaya dan Mineral Kalkopirit (chalcopyrite- CuFeS2) juga dari Tasikmalaya. Khusus batu Kalkopirit ini, kata Pak Miko, sudah diekspose wartawan dan ditulis sebagai batuan mineral mengandung emas berasal dari tambang yang lebih besar kandungan emasnya dari Freeport. Padahal Miko tak mengatakan seperti itu, walaupun dalam hasil analisa kimia awal menunjukkan bahwa dalam setiap ton batuan terkandung 0,06 gram emas dan selebihnya 21 kg tembaga, 117 gram seng, 12 gram timah hitam, dan 8 gram perak. Batu multi mineral yang beragam warna bak ekor burung Merak ini, oleh Gem-Avia dibuat souvenir dan koleksi yang unik dan langka, seperti dasi koboy/bolo ties, penstand, plakat, piala dan lain-lain. ”Alhamdulillah batu mineral ini mendapat banyak sambutan positif dari banyak kalangan, khususnya pecinta batuan dan mineral, serta kolektor (diantaranya Fadli Zon). Semoga kemunculan mineral bijih tembaga ini dapat memberikan kontribusi positif dalam upaya membangkitkan kembali gairah dan kecintaan masyarakat akan batu mulia dan mineral Indonesia,” demikian harapan Pak Miko.
H. Ir. Sujatmiko survive di masa pandemi C-19 |
Selalu Sehat Berkat Senam Ibadah
Bertemu dan ngobrol dengan Pak Miko selalu menyenangkan. Orangnya ramah dan pengetahuan kita tentang batu (gemologi) kian bertambah, terutama lagi pulangnya suka dikasih oleh-oleh batu, untuk nambah kolekesi. Tapi yang tidak kalah penting yang harus dikorek keterangan dari Insinyur Geologi ITB (masuk tahun 60 - lulus 67, tahun 75 ke Prancis) adalah kiat-kiat menjaga kebugarannya. Ya, lihatlah pria kelahiran Madura 24 Oktober 1941, masih jagjag waringkas (kuat dan bugar).
Olahraga bersepeda pun masih dilakukannya di masa pandemi ini, tapi teman-temannya terutama yang berprofesi dokter mengkritiknya habis-habisan ketika Miko memajang fotonya di grup WA lagi bersepeda ke Dago Atas. Bersepeda di masa pandemi Covid-19 memang berbahaya. Sebagai penggantinya Miko melakukan Senam Ling Tien Kung di rumahnya. Sebelum pandemi Covid-19, senam dari negeri Tirai Bambu ini selalu dilakukannya bersama-sama di balkot (balai kota), yang melatihnya Anton Bustomi, mantan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mokro Kecil Menengah (UMKM).
Yang lainnya, Senam Ibadah selama 30 menit bada Solat Subuh bersama instrinya dan terkadang mengajak karyawannya. Senam dalam posisi duduk di atas sajadah selama 30 menit yang dimulai dengan lagu religi taubatan nasuha yang diiringi takbir-tahmid-tasbih dan tahlil ini serta diselingi prana (mengolah napas) dan menggerakan persendian. Gerakan Senam tiga seri yang diakhiri dengan mencium lutut dan berdoa ini adalah ciptaan Miko sendiri yang dikombinasikannya dari gerakan Padma Bhakti yang pernah dijalaninya selama tiga tahun.
“Lumayan kami rasakan beberapa tahun ini kalau sudah melakukan senam ibadah lalu paginya ke lapangan, fresh/segar bugar sekali karena semua pernapasan dan sendi digerakan. Selain itu, tidak boleh takabur, sombong, iri hati dan dengki kepada orang, malah harus sayang sesama.”, kata bapak dari Feni Kertikasyari, Mohamad Iman Santoso dan Arinaka Trisuharno yang telah punya 5 cucu ini, sambil mengepalkan kedua tangannya erat.
Tidak ada beban? Ditanya begitu Pak Miko hanya tersenyum. “Ya sama aja, semua manusia punya persoalan, yang penting kita tidak punya utang dan musuh dan harus selalu berusaha membahagiakan keluarga dan orang lain, tuh coba lihat preman yang di seberang jalan, kalau kita menghargai mereka malah mereka ikut menjaga rumah kita,” katanya sambil menunjuk ke seberang jalan ke a arah beberapa pemuda yang lagi memarkir dan menaikan penumpang ke angkot. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment