Friday, August 21, 2020
Bagi Maestro Kertas Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA (Kang Wawan), menggelar Pameran Seni Rupa di setiap Hari Kemerdekaan RI di rumahnya Jalan Rebana 10 (Garasi Seni -10), adalah menjadi kewajiban, untuk menghormati dan mengenang jasa para pahlawan dan para pemimpin yang telah memperjuangkan dan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, untuk meneladani semangat juang pahlawan kemerdekaan yang dibayar dengan darah dan nyawa.
Peserta pameran berasal Bandung Raya, Jakarta, Solo, Bogor, dsb, baik seniman mapun seniwati dengan karyanya yang bervariasi, 2 dimensi dan 3 dimensi. Ada instalasi ada juga seni teknologi digital (digital art). Jadi mengakomodasi berbagai media dan estetik tapi dikemas dalam satu tema besar tema perjuangan dikaitkan dengan Agustusan - bahwa proklamasi itu hasil perjuangan bangsa Indonesia.
Selain pameran, biasanya di Garasi Seni 10 digelar juga pertunjukkan seni lainnya. Tapi karena masa pandemi, tahun ini Kang Wawan menggelar pameran seninya secara virtual.
Kali ini pameran diberi judul Buku Seni Jagat Nusantara, berlangsung dari tanggal 17-31 Agustus 2020. Rangkaian acaranya : Seminar Daring I (21/8/2020), berlangsung pukul : 15.30-17.30 dengan topik Membaca Buku – Seni Kajian Semiotika dan Artistika. Keynote Speaker : Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA serta Pemateri Dr. Acep Iwan Saidi, S.S., M.Hum.
Seminar Daring II (22/8/2020), berlangsung pukul: 15.30-17.30 dengan Pemateri Hikmat Kurnia (Ketua IKA Unpad – Ketua IKAPI DKI Jakarta) dan Dra. Ira Adriati, S.Sn., M.Sn.
Artis Talk (23/8/2020), berlangsung pukul: 15.30-17.30 dengan Pemateri Ismet Zainal Effendi, Rotua Magdalena, Dhyani Hendranto, dan Lintang Widyokusumo.
Serta, Workshop Daring (31/8/2020), mulai pukul: 15.30-17.30. Pemateri Lilis Nurhayati dengan topik “Ecoprint”.
Menurut Ketua Panitia Pameran, Ismet Zainal Effendi, pameran yang digagas Garasi Seni 10 dan diikuti 38 seniman ini, merupakan rangkaian dari Pameran Kertas Sejagat di Galeri Seni 10. Pameran Buku Seni Jagat Nusantara ini konteksnya adalah dimana sejumlah seniman merespon konteks buku bukan sebagai bentuk, tapi sebagai konteks sejarah, spiritual dan yang lain, dikaitkan dengan fenomena sosial saat ini. Jadi bukan buku sebagai literatur atau sebagai sumber inspirasi tapi tekstual, sehingga buku ini bukan lagi menjadi benda materi tapi sebagai bentuk ekspresi dan menjadi karya seni yang representatif .
“Sedangkan tujuan utama dari pameran ini untuk mewujudkan karya buku di era pandemi, dimana seniman harusnya sudah mulai menggeliat lagi tidak merundung duka, tapi menyikapi pandemi dengan positif sebagai anugerah untuk berkreasi, salah satunya menciptakan karya seni buku untuk direpresentasikan di pameran ini, semoga menjadi inspirasi dan kebaikan bagi semua di masa pandemi ini, ” demikian paparnya.
Sementara Kang Wawan selesai membacakan teks Proklamasi yang diiringi Biola Amy (lagu Bagimu Negeri, ciptaan Kusbini), dalam sambutannya mengatakan, salah satu produk signifikan dan istimewa dari jaman kertas adalah buku atau kitab. Buku menurutnya mengakomodasi dan menyimpan berbagai kisah atau catatan dari yang sekular hingga spiritual.
Perpustakaan di ruang khusus menyimpan koleksi buku sesuai tema atau topiknya, melalui buku manusia berpengatahuan dan cerdas, lewat buku manusia, masyarakat, bangsa, berkembang maju. Di tangan seniman sebuah buku adalah media artistika yang berjiwa merefleksikan kedalaman renungan dan bentang jauh imajinasi sang seniman.
“Buku telah menjadi saksi siklus kehidupan dan perjuangan manusia, buku telah menjadi penanda pencarian nilai yang hakiki tentang alam bumi, galaksi, dan jagat raya ini. Buku telah mengabdi pada berbagai peristiwa alam perjuangan hidup dan kehidupan umat manusia, buku sebagai “Kitab Suci” telah dimaknai memiliki kandungan nilai ilahiah - Kitab Suci adalah pegangan untuk menuju tempat yang Engkau gambarkan yaitu surgaMu.”
Selesai memberi sambutan, sore itu sekitar pukul 16.00, Kang Wawan mendeklarasikan bahwa Tanggal 17 Agustus 2020 sebagai “Hari Buku Seni Sejagat Nusantara”.
Menurut Kang Wawan, deklarasi ini memang imajinasinya, bahwa buku itu sebagai produk dari jaman kertas perlu diabadikan seperti di Hari Kemerdekaan ini, minimal kita mengenang kembali perjuangan para pahlawan yang rela mengorbakan jiwa raganya demi kemerdekaan. Begitu pula ketika sekarang buku berbahan kertas sudah tergantikan e-book, goggle book, buku harus dikenang dan dimaknai sebagai produk signifikan dari jaman kertas.
Hal serupa dikatakan Nuning Damayanti (salah satu peserta pameran). Buku itu memiliki arti penting sekali bagi manusia karena mencatat semua pikiran dan buku bisa merefleksikan intektualitas masyarakat penciptanya - buku merupakan penemuan Benda yang penting sekali dan buku seni dalam pameran ini selain sebagai ekspresi objek estetik akhirnya juga menjadi subjek, karena buku ini berjiwa, dia bisa menceritakan pikiran-pikiran manusia penciptanya, maka karya- karya dalam pameran ini merupakan dialog para seniman penciptanya yang berwujud, beragam bentuk buku ini. Jadi, menurut Nuning, buku-buku seni ini sebetulnya bisa jadi subjek yang diamati, bisa diceritakan, dituliskan, bahkan diteliti.
“Semoga dengan adanya Pameran ini dan Deklarasi Hari Buku Seni Sejagat Nusantara diharapkan akan menjadi inspirasi bagi semua untuk membaca pikiran-pikiran senimannya dan mudah-mudahan menjadi objek penelitian, juga sebagai subjek yang memberi ilmu pengetahuan bagi para pemirsa dan apresiator,” demikian kata Nuning.
Pameran Tunggal
Seperti biasanya, sebagai induk dari kegiatan Kang Wawan pun kali ini menggelar Pameran Tunggal. Karya-karya yang dipamerkan diantaranya
Ada instalasi Infus simbol dari perjuangan almarhumah istrinya dalam bertahan hidup dari penyakitnya. Karya lainnya Bagimu Negeri, Artefak Perjuangan, Singgasana Ilmu dan beberapa karya yang dikaitkan dengan pandemi Covid – 19 seperti Manusia Isolasi, Manusia Terkunci (Lockdowned) serta satu-dua karya Lilis berupa kembang kertas warna merah-putih, ditambah poster-poster aktivitas seni pameran dan workshop tentang buku Kang Wawan di berbagai Negara seperti pertemuan internasional tentang seni rupa kontemporer dengan tajuk mengimajinasikan buku (2002) di Mesir, juga Aborigin (Australia) dan Malaysia.
“Pameran ini adalah temanya perjuangan dalam arti makna yang luas. Dalam pameran ini ada berbagai rupa yang menafsir makna perjuangan. Saya sendiri menggambarkan perjuangan kemerdekaan dengan simbol sepeda ontel dan bendera merah-putih dengan banyak buku diboncengannya - buku itu sendiri memuat kisah- kisah perjuangan para pejuang saat itu yang tidak teralami oleh kita, yang terbayang berjuang dengan segala jiwa dan raganya tapi kita mencoba berempati untuk yang terjadi saat itu, dimana perjuangan para pahlawan terus memberi semangat perjuangan kepada kita sepanjang jaman, selama Indonesia ada, ” pungkas kang Wawan, sambil mengepalkan tangannya. Merdeka! (Asep GP)***
Pameran Virtual Buku Seni Jagat Nusantara di Hari Kemerdekaan RI ke-75
Posted by
Tatarjabar.com on Friday, August 21, 2020
Bagi Maestro Kertas Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA (Kang Wawan), menggelar Pameran Seni Rupa di setiap Hari Kemerdekaan RI di rumahnya Jalan Rebana 10 (Garasi Seni -10), adalah menjadi kewajiban, untuk menghormati dan mengenang jasa para pahlawan dan para pemimpin yang telah memperjuangkan dan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, untuk meneladani semangat juang pahlawan kemerdekaan yang dibayar dengan darah dan nyawa.
Peserta pameran berasal Bandung Raya, Jakarta, Solo, Bogor, dsb, baik seniman mapun seniwati dengan karyanya yang bervariasi, 2 dimensi dan 3 dimensi. Ada instalasi ada juga seni teknologi digital (digital art). Jadi mengakomodasi berbagai media dan estetik tapi dikemas dalam satu tema besar tema perjuangan dikaitkan dengan Agustusan - bahwa proklamasi itu hasil perjuangan bangsa Indonesia.
Selain pameran, biasanya di Garasi Seni 10 digelar juga pertunjukkan seni lainnya. Tapi karena masa pandemi, tahun ini Kang Wawan menggelar pameran seninya secara virtual.
Kali ini pameran diberi judul Buku Seni Jagat Nusantara, berlangsung dari tanggal 17-31 Agustus 2020. Rangkaian acaranya : Seminar Daring I (21/8/2020), berlangsung pukul : 15.30-17.30 dengan topik Membaca Buku – Seni Kajian Semiotika dan Artistika. Keynote Speaker : Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA serta Pemateri Dr. Acep Iwan Saidi, S.S., M.Hum.
Seminar Daring II (22/8/2020), berlangsung pukul: 15.30-17.30 dengan Pemateri Hikmat Kurnia (Ketua IKA Unpad – Ketua IKAPI DKI Jakarta) dan Dra. Ira Adriati, S.Sn., M.Sn.
Artis Talk (23/8/2020), berlangsung pukul: 15.30-17.30 dengan Pemateri Ismet Zainal Effendi, Rotua Magdalena, Dhyani Hendranto, dan Lintang Widyokusumo.
Serta, Workshop Daring (31/8/2020), mulai pukul: 15.30-17.30. Pemateri Lilis Nurhayati dengan topik “Ecoprint”.
Menurut Ketua Panitia Pameran, Ismet Zainal Effendi, pameran yang digagas Garasi Seni 10 dan diikuti 38 seniman ini, merupakan rangkaian dari Pameran Kertas Sejagat di Galeri Seni 10. Pameran Buku Seni Jagat Nusantara ini konteksnya adalah dimana sejumlah seniman merespon konteks buku bukan sebagai bentuk, tapi sebagai konteks sejarah, spiritual dan yang lain, dikaitkan dengan fenomena sosial saat ini. Jadi bukan buku sebagai literatur atau sebagai sumber inspirasi tapi tekstual, sehingga buku ini bukan lagi menjadi benda materi tapi sebagai bentuk ekspresi dan menjadi karya seni yang representatif .
“Sedangkan tujuan utama dari pameran ini untuk mewujudkan karya buku di era pandemi, dimana seniman harusnya sudah mulai menggeliat lagi tidak merundung duka, tapi menyikapi pandemi dengan positif sebagai anugerah untuk berkreasi, salah satunya menciptakan karya seni buku untuk direpresentasikan di pameran ini, semoga menjadi inspirasi dan kebaikan bagi semua di masa pandemi ini, ” demikian paparnya.
Sementara Kang Wawan selesai membacakan teks Proklamasi yang diiringi Biola Amy (lagu Bagimu Negeri, ciptaan Kusbini), dalam sambutannya mengatakan, salah satu produk signifikan dan istimewa dari jaman kertas adalah buku atau kitab. Buku menurutnya mengakomodasi dan menyimpan berbagai kisah atau catatan dari yang sekular hingga spiritual.
Perpustakaan di ruang khusus menyimpan koleksi buku sesuai tema atau topiknya, melalui buku manusia berpengatahuan dan cerdas, lewat buku manusia, masyarakat, bangsa, berkembang maju. Di tangan seniman sebuah buku adalah media artistika yang berjiwa merefleksikan kedalaman renungan dan bentang jauh imajinasi sang seniman.
“Buku telah menjadi saksi siklus kehidupan dan perjuangan manusia, buku telah menjadi penanda pencarian nilai yang hakiki tentang alam bumi, galaksi, dan jagat raya ini. Buku telah mengabdi pada berbagai peristiwa alam perjuangan hidup dan kehidupan umat manusia, buku sebagai “Kitab Suci” telah dimaknai memiliki kandungan nilai ilahiah - Kitab Suci adalah pegangan untuk menuju tempat yang Engkau gambarkan yaitu surgaMu.”
Selesai memberi sambutan, sore itu sekitar pukul 16.00, Kang Wawan mendeklarasikan bahwa Tanggal 17 Agustus 2020 sebagai “Hari Buku Seni Sejagat Nusantara”.
Menurut Kang Wawan, deklarasi ini memang imajinasinya, bahwa buku itu sebagai produk dari jaman kertas perlu diabadikan seperti di Hari Kemerdekaan ini, minimal kita mengenang kembali perjuangan para pahlawan yang rela mengorbakan jiwa raganya demi kemerdekaan. Begitu pula ketika sekarang buku berbahan kertas sudah tergantikan e-book, goggle book, buku harus dikenang dan dimaknai sebagai produk signifikan dari jaman kertas.
Hal serupa dikatakan Nuning Damayanti (salah satu peserta pameran). Buku itu memiliki arti penting sekali bagi manusia karena mencatat semua pikiran dan buku bisa merefleksikan intektualitas masyarakat penciptanya - buku merupakan penemuan Benda yang penting sekali dan buku seni dalam pameran ini selain sebagai ekspresi objek estetik akhirnya juga menjadi subjek, karena buku ini berjiwa, dia bisa menceritakan pikiran-pikiran manusia penciptanya, maka karya- karya dalam pameran ini merupakan dialog para seniman penciptanya yang berwujud, beragam bentuk buku ini. Jadi, menurut Nuning, buku-buku seni ini sebetulnya bisa jadi subjek yang diamati, bisa diceritakan, dituliskan, bahkan diteliti.
“Semoga dengan adanya Pameran ini dan Deklarasi Hari Buku Seni Sejagat Nusantara diharapkan akan menjadi inspirasi bagi semua untuk membaca pikiran-pikiran senimannya dan mudah-mudahan menjadi objek penelitian, juga sebagai subjek yang memberi ilmu pengetahuan bagi para pemirsa dan apresiator,” demikian kata Nuning.
Pameran Tunggal
Seperti biasanya, sebagai induk dari kegiatan Kang Wawan pun kali ini menggelar Pameran Tunggal. Karya-karya yang dipamerkan diantaranya
Ada instalasi Infus simbol dari perjuangan almarhumah istrinya dalam bertahan hidup dari penyakitnya. Karya lainnya Bagimu Negeri, Artefak Perjuangan, Singgasana Ilmu dan beberapa karya yang dikaitkan dengan pandemi Covid – 19 seperti Manusia Isolasi, Manusia Terkunci (Lockdowned) serta satu-dua karya Lilis berupa kembang kertas warna merah-putih, ditambah poster-poster aktivitas seni pameran dan workshop tentang buku Kang Wawan di berbagai Negara seperti pertemuan internasional tentang seni rupa kontemporer dengan tajuk mengimajinasikan buku (2002) di Mesir, juga Aborigin (Australia) dan Malaysia.
“Pameran ini adalah temanya perjuangan dalam arti makna yang luas. Dalam pameran ini ada berbagai rupa yang menafsir makna perjuangan. Saya sendiri menggambarkan perjuangan kemerdekaan dengan simbol sepeda ontel dan bendera merah-putih dengan banyak buku diboncengannya - buku itu sendiri memuat kisah- kisah perjuangan para pejuang saat itu yang tidak teralami oleh kita, yang terbayang berjuang dengan segala jiwa dan raganya tapi kita mencoba berempati untuk yang terjadi saat itu, dimana perjuangan para pahlawan terus memberi semangat perjuangan kepada kita sepanjang jaman, selama Indonesia ada, ” pungkas kang Wawan, sambil mengepalkan tangannya. Merdeka! (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment