Thursday, April 1, 2021
Lobster merupakan salah satu komoditas unggulan yang menjadi sumber devisa untuk Indonesia. Selain rasanya yang lezat, lobster mengandung berbagai nutrisi seperti protein, lipid, karbohidrat, vitamin, dan berbagai mineral yang bermanfaat untuk kesehatan. Dengan berbagai manfaat yang dimiliki, lobster sangat berpotensi untuk dibudidayakan di Indonesia. Saat ini, Kementerian Perikanan dan Kelautan juga berharap Indonesia dapat menjadi produsen lobster di dunia.
Lobster menjadi komoditas yang menarik untuk didiskusikan baik yang terkait dengan aktivitas penangkapan benih lobster maupun budidayanya. Sejak 1999, Indonesia telah melakukan budidaya lobster dengan mengandalkan benih-benih lobster dari hasil tangkapan di laut dengan skala tradisional untuk selanjutnya dibudidayakan sampai ukuran 150-200 gr/ekor dan dijual dalam keadaan hidup. Produksi lobster hasil budidaya pada tahun 2013 mencapai 54,3% dari produksi dunia dari hasil budidaya. Namun sayangnya kondisi ini mulai menurun seiring terbukanya ekspor benih-benih lobster. Di pasar global, nilai ekspor benih lobster pada tahun 2020 mencapai 2022 ton dengan nilai 75,25 juta US dollar. Indonesia produsen lobster terbesar kedua setelah Vietnam. Indonesia negara maritim dengan sumber daya ikan yang sangat besar, tetapi jika dieksploitasi secara terus menerus tanpa mempertimbangkan keberlanjutan maka untuk mengembalikan dibutuhkan usaha yang tidak kecil dan waktu yang tidak sebentar. Untuk itu akuakultur hadir sebagai jawaban dalam pengembangan produksi lobster secara nasional.
Ada 4 aspek dalam pembangunan akuakultur. Aspek pertama yaitu aspek teknologi perlu diterapkan untuk meningkatkan nilai tambah produk akuakultur. Kedua, aspek lingkungan dimana akuakultur perlu dilakukan dengan menerapkan unsur-unsur keberlanjutan. Ketiga adalah aspek ekonomi, dimana keterlibatan stakeholder akan berperan penting sehingga kesejahteraan pelaku budidaya menjadi tujuan utamanya. Terakhir aspek pasar yang menjadi pertimbangan usaha budidaya sesuai permintaan pasar. Indonesia harus mampu menghasilkan benih lobster dari hasil pemijahan sendiri ataupun pemijahan buatan sehingga tidak lagi tergantung pada hasil tangkapan, Indonesia juga mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan dan pakan lobster sehingga tidak bergantung pada ikan runcah. Untuk mendukung hal ini, KKP akan mengembangkan kampung-kampung lobster.
Demikian Ir. Arik Hari Wibowo, M.Si, Direktur Produksi dan Usaha Budidaya Ditjen Perikanan Budidaya KKP RI, menyampaikan arahan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ir. Sakti Wahyu Trenggono, M.M., dalam Webinar bertajuk Masa Depan Lobster di Indonesia, yang diselenggarakan Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPIK) Universitas Padjadajaran, Rabu, (31/3/2021).
Selain Arik Hari Wibowo, sebagai Pembicara Kunci (keynote speaker), ada lima pembicara lainnya, Dekan FPIK Unpad Dr. Sc. Agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si., dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan Prof. Dr. Indra Jaya, M.Sc., Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc., Penulis Buku Lobster Bayu Priyambodo, Ph.D., serta Dr. Kodrat Wibowo, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha/Unpad.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Dr. Sc. Agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si., menyampaikan materi terkait Roadmap pengelolaan lobster. Menurutnya, lobster dapat menjadi kekuatan ekonomi di masa mendatang, namun perlu perbaikan pada berbagai isu dan masalah dalam budidaya yaitu isu tata Kelola, tata niaga, lingkungan, kebijakan, dan sosial budidaya.
Salah satu agenda utama negara, kata Yudi, adalah pengentasan kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi ekonomi yang masih berpusat di Indonesia Barat. Dengan hadirnya sektor perikanan yang dikelola dengan baik dan juga budidaya lobster diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Yudi juga mengatakan, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam perumusan kebijakan dan program terkait perikanan dan kelautan yaitu kontribusi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi secara cepat dan berkelanjutan, distribusi kesejahteraan secara adil, serta kelestarian ekosistem dan sumber daya kelautan dan perikanan. Serta menjelaskan, ada empat jenis lobster yang kita miliki yaitu lobster pasir, lobster mutiara, lobster batik, dan lobster bambu. Untuk keberlanjutan budidaya lobster, kita memerlukan satu manajemen lobster yang baik terkait peluang riset, manajemen budidaya, konservasi, dan manajemen untuk mengatasi berbagai tantangan, “Ancaman terbesar dari lobster ini disebabkan oleh kerusakan habitat dan predator. Lobster dalam fase larva dan juvenile (BBL) mengalami kematian masal akibat kerusakan habitat dan predator. Oleh karena itu, untuk budidaya hematnya harus dimulai dengan membudidayakan dari benur lobster (BBL), “ katanya.
Yudi pun mengajak untuk bersama-sama membangun roadmap pengelolaan lobster sehingga tercipta industri lobster yang hebat dengan kemampuan membudidayakan lobster. Nelayan juga perlu didorong untuk tidak sebatas menjadi nelayan atau pembudidaya, tetapi juga menjadi scientist di bidang lobster. Manajemen perlu dilakukan dengan pendekatan dari aspek ekonomi, ekologi, dan sosial. Terkait penangkapan, perlu dilakukan pendataan stock BBL, lobster muda, dan lobster dewasa berdasarkan WPP.
Penangkapan benur atau BBL diharapkan sebagai upaya memanfaatkan SDA untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan sesuai amanat undang-undang serta menjadi bagian dari upaya membangun industri lobster yang hebat berbasis budidaya (Mariculture). Masyarakat hendaknya juga diberikan arahan untuk tidak menangkap lobster muda yang berukuran 40-100 g, begitu juga aturan pembatasan penangkapan lobster dewasa berdasarkan WPP untuk menjaga keberlanjutan lobster di alam.
“Perlu adanya kolaborasi pentahelic antara perguruan tinggi, pemerintah, industri, masyarakat, serta dukungan media untuk membangun budidaya lobster sebagai kebanggaan Indonesia, terutama melakukan riset bersama terkait pendataan stock BBL, lobster muda, lobster dewasa berdasarkan WPP, dampak ekologi, ekonomi, dan social dari pengelolaan lobster, serta pengelolaan kawasan konservasi lobster disamping penguatan teknologi budidaya lobster yang meliputi pakan, penyakit, parasite, dan teknik budidaya yang tepat, “ demikian kata Yudi.
Sementara itu, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. Ph.D., dalam materinya “Pengembangan Lobster Indonesia”, mengatakan, tujuan pengelolaan lobster ini harus berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Indonesia adalah pusat keanekaragaman hayati, maka potensi Indonesia harus menjadi jaya termasuk lobster. Kondisi saat ini, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi manusia tidak hanya bisa mengandalkan dari perikanan tangkap, tetapi sektor budidaya. Salah satu komoditas yang sangat berpotensi dibudidayakan adalah lobster. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah mekanisme untuk mengatur penangkapan benih-benih lobster agar tetap tersedia untuk kesejahteraan.
Demikian Ir. Arik Hari Wibowo, M.Si, Direktur Produksi dan Usaha Budidaya Ditjen Perikanan Budidaya KKP RI, menyampaikan arahan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ir. Sakti Wahyu Trenggono, M.M., dalam Webinar bertajuk Masa Depan Lobster di Indonesia, yang diselenggarakan Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPIK) Universitas Padjadajaran, Rabu, (31/3/2021).
Selain Arik Hari Wibowo, sebagai Pembicara Kunci (keynote speaker), ada lima pembicara lainnya, Dekan FPIK Unpad Dr. Sc. Agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si., dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan Prof. Dr. Indra Jaya, M.Sc., Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc., Penulis Buku Lobster Bayu Priyambodo, Ph.D., serta Dr. Kodrat Wibowo, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha/Unpad.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Dr. Sc. Agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si., menyampaikan materi terkait Roadmap pengelolaan lobster. Menurutnya, lobster dapat menjadi kekuatan ekonomi di masa mendatang, namun perlu perbaikan pada berbagai isu dan masalah dalam budidaya yaitu isu tata Kelola, tata niaga, lingkungan, kebijakan, dan sosial budidaya.
Salah satu agenda utama negara, kata Yudi, adalah pengentasan kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi ekonomi yang masih berpusat di Indonesia Barat. Dengan hadirnya sektor perikanan yang dikelola dengan baik dan juga budidaya lobster diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Yudi juga mengatakan, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam perumusan kebijakan dan program terkait perikanan dan kelautan yaitu kontribusi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi secara cepat dan berkelanjutan, distribusi kesejahteraan secara adil, serta kelestarian ekosistem dan sumber daya kelautan dan perikanan. Serta menjelaskan, ada empat jenis lobster yang kita miliki yaitu lobster pasir, lobster mutiara, lobster batik, dan lobster bambu. Untuk keberlanjutan budidaya lobster, kita memerlukan satu manajemen lobster yang baik terkait peluang riset, manajemen budidaya, konservasi, dan manajemen untuk mengatasi berbagai tantangan, “Ancaman terbesar dari lobster ini disebabkan oleh kerusakan habitat dan predator. Lobster dalam fase larva dan juvenile (BBL) mengalami kematian masal akibat kerusakan habitat dan predator. Oleh karena itu, untuk budidaya hematnya harus dimulai dengan membudidayakan dari benur lobster (BBL), “ katanya.
Yudi pun mengajak untuk bersama-sama membangun roadmap pengelolaan lobster sehingga tercipta industri lobster yang hebat dengan kemampuan membudidayakan lobster. Nelayan juga perlu didorong untuk tidak sebatas menjadi nelayan atau pembudidaya, tetapi juga menjadi scientist di bidang lobster. Manajemen perlu dilakukan dengan pendekatan dari aspek ekonomi, ekologi, dan sosial. Terkait penangkapan, perlu dilakukan pendataan stock BBL, lobster muda, dan lobster dewasa berdasarkan WPP.
Penangkapan benur atau BBL diharapkan sebagai upaya memanfaatkan SDA untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan sesuai amanat undang-undang serta menjadi bagian dari upaya membangun industri lobster yang hebat berbasis budidaya (Mariculture). Masyarakat hendaknya juga diberikan arahan untuk tidak menangkap lobster muda yang berukuran 40-100 g, begitu juga aturan pembatasan penangkapan lobster dewasa berdasarkan WPP untuk menjaga keberlanjutan lobster di alam.
“Perlu adanya kolaborasi pentahelic antara perguruan tinggi, pemerintah, industri, masyarakat, serta dukungan media untuk membangun budidaya lobster sebagai kebanggaan Indonesia, terutama melakukan riset bersama terkait pendataan stock BBL, lobster muda, lobster dewasa berdasarkan WPP, dampak ekologi, ekonomi, dan social dari pengelolaan lobster, serta pengelolaan kawasan konservasi lobster disamping penguatan teknologi budidaya lobster yang meliputi pakan, penyakit, parasite, dan teknik budidaya yang tepat, “ demikian kata Yudi.
Sementara itu, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. Ph.D., dalam materinya “Pengembangan Lobster Indonesia”, mengatakan, tujuan pengelolaan lobster ini harus berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Indonesia adalah pusat keanekaragaman hayati, maka potensi Indonesia harus menjadi jaya termasuk lobster. Kondisi saat ini, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi manusia tidak hanya bisa mengandalkan dari perikanan tangkap, tetapi sektor budidaya. Salah satu komoditas yang sangat berpotensi dibudidayakan adalah lobster. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah mekanisme untuk mengatur penangkapan benih-benih lobster agar tetap tersedia untuk kesejahteraan.
“Jumlah lobster di Indonesia sangat banyak. Namun belum dioptimalkan dengan baik, dan yang perlu menjadi perhatian adalah mekanisme dan kebijakan untuk memanfaatkan benih-benih secara optimal. Karena benih-benih lobster tersebut jika tidak dimanfaatkan dapat masuk ke dalam siklus kematian alami,“ demikian jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. Ph.D., juga menyampaikan 7 Quo vadis: Pengembangan Lobster Indonesia yaitu:
Pemerintah harus mendasari kebijakan pada sains, teknologi, dan data yang akurat, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia, teknologi budidaya lobster harus dikembangkan agar lebih efektif, efisien, dan berdaya saing, kajian dan pemanfaatan sumberdaya benih lobster yang melimpah perlu dipacu untuk pengembangan budidaya. Kelebihan benih lobster perlu dimanfaatkan secara ketat, berkeadilan, dan berkelanjutan, teknologi pembenihan lobster di Indonesia agar segera diperkuat melalui konsorsium nasional., serta penguatan SDM yang handal menguasai Iptek lobster.
Pemateri ketiga Dr. Kodrat Wibowo, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Dalam materinya “Konsep Maximum Sustainability Yield as A Basic Concept”, mengatakan, kita perlu mengetahui jumlah perkiraan Maximum Sustainability Yield Untuk produk akuakultur. Selain dia juga menyampaikan beberapa saran terkait perbaikan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah tetap memberlakukan Permen KP No. 12/2020, maka KPPU mendorong agar tidak ada pembatasan jumlah terhadap penyedia jasa kargo ekspor BBL. Eksportir dapat memilih penyedia jasa kargo yang paling efisien sesuai titik lokasi ekspor terdekat. Memperhatikan pilihan Bandara yang diizinkan menjadi sarana logistic berjumlah terbatas, dan kondisi ekonomi yang sulit saat ini, maka sebaiknya sekalipun seluruh bandara dibuka, namun dilakukan dengan pengawasan ketat terhadap proses pengiriman BBL. Menghilangkan eksklusifitas/monopoli pelaku usaha dalam pengelolaan kargo. Harga BBL di tingkat pasar harus diatur agar tidak merugikan para nelayan yang menjual BBL dengan harga yang sangat murah, akibat lemahnya posisi tawar mereka.
“Namun apabila pemerintah melarang ekspor untuk membiarkan BBL tumbuh dewasa, selama berlaku bagi seluruh pelaku usaha, maka hal tersebut merupakan kewenangan pemerintah, “paparnya.
Materi selanjutnya disampaikan oleh Prof. Dr. Indra Jaya, M.Sc sebagai Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan, dalam materinya, “Preskripsi untuk Keberlanjutan”. Ada tiga hal pokok yang disampaikan Indra, yaitu jaminan keberlanjutan, situasi saat ini, dan hal yang perlu dilakukan untuk keberlanjutan budidaya lobster. Menurutnya, dalam penangkapan sumber daya alam seperti lobster, jika penangkapan sumber daya tersebut melewati batas tertentu maka akan terjadi overfishing dan menimbulkan masalah karena sumber daya tersebut limited. Namun, jika tingkat penangkapannya tidak melebihi batas, maka perlu regulasi untuk menetapkan batasan jumlah yang diperbolehkan. Salah satu tujuan komnas ikan ini yaitu untuk mempertahankan tujuan pengelolaan agar dapat mengakomodasi dan menyeimbangkan bidang konservasi untuk mempertahankan kelangsungan sumber daya dan juga bidang eksploitasi guna mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya.
“Oleh karena itu, untuk menentukan kondisi sumber daya perlu memperhatikan tingkat dan laju pemanfaatan, habitat, dan tingkat pengelolaan. Hal yang perlu dilakukan dalam upaya keberlanjutan budidaya lobster yaitu dengan pengelolaan sumber daya berbasis WWP. Hal lain yang perlu dilakukan adalah 1) pendataan jumlah tangkapan dan besar upaya penangkapan lobster (dewasa) maupun BBL di setiap WWP setiap tahun, serta 2) Riset di biologi untuk mendapatkan parameter seberan frekuensi panjang, sebaran panjang bobot, rerata rasio jantan/betina, fekunditas, SPR, SR, dll,“ demikian kata Indra.
Pemateri terakhir, Bayu Priyambodo, Ph.D, Penulis buku lobster. menyampaikan bahwa potensi lobster di Indonesia perlu diubah menjadi aset serta menjadi branding negara Indonesia. Pada kesempaatan itu, Bayu juga menyampaikan evolusi teknik budidaya lobster di Vietnam. Beberapa evolusi yang dilakukan terkait penggunaan keramba dan pakan. (Rls/ AR/AGP)***
Webinar Masa Depan Lobster Indonesia FPIK Unpad
Posted by
Tatarjabar.com on Thursday, April 1, 2021
Lobster merupakan salah satu komoditas unggulan yang menjadi sumber devisa untuk Indonesia. Selain rasanya yang lezat, lobster mengandung berbagai nutrisi seperti protein, lipid, karbohidrat, vitamin, dan berbagai mineral yang bermanfaat untuk kesehatan. Dengan berbagai manfaat yang dimiliki, lobster sangat berpotensi untuk dibudidayakan di Indonesia. Saat ini, Kementerian Perikanan dan Kelautan juga berharap Indonesia dapat menjadi produsen lobster di dunia.
Lobster menjadi komoditas yang menarik untuk didiskusikan baik yang terkait dengan aktivitas penangkapan benih lobster maupun budidayanya. Sejak 1999, Indonesia telah melakukan budidaya lobster dengan mengandalkan benih-benih lobster dari hasil tangkapan di laut dengan skala tradisional untuk selanjutnya dibudidayakan sampai ukuran 150-200 gr/ekor dan dijual dalam keadaan hidup. Produksi lobster hasil budidaya pada tahun 2013 mencapai 54,3% dari produksi dunia dari hasil budidaya. Namun sayangnya kondisi ini mulai menurun seiring terbukanya ekspor benih-benih lobster. Di pasar global, nilai ekspor benih lobster pada tahun 2020 mencapai 2022 ton dengan nilai 75,25 juta US dollar. Indonesia produsen lobster terbesar kedua setelah Vietnam. Indonesia negara maritim dengan sumber daya ikan yang sangat besar, tetapi jika dieksploitasi secara terus menerus tanpa mempertimbangkan keberlanjutan maka untuk mengembalikan dibutuhkan usaha yang tidak kecil dan waktu yang tidak sebentar. Untuk itu akuakultur hadir sebagai jawaban dalam pengembangan produksi lobster secara nasional.
Ada 4 aspek dalam pembangunan akuakultur. Aspek pertama yaitu aspek teknologi perlu diterapkan untuk meningkatkan nilai tambah produk akuakultur. Kedua, aspek lingkungan dimana akuakultur perlu dilakukan dengan menerapkan unsur-unsur keberlanjutan. Ketiga adalah aspek ekonomi, dimana keterlibatan stakeholder akan berperan penting sehingga kesejahteraan pelaku budidaya menjadi tujuan utamanya. Terakhir aspek pasar yang menjadi pertimbangan usaha budidaya sesuai permintaan pasar. Indonesia harus mampu menghasilkan benih lobster dari hasil pemijahan sendiri ataupun pemijahan buatan sehingga tidak lagi tergantung pada hasil tangkapan, Indonesia juga mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan dan pakan lobster sehingga tidak bergantung pada ikan runcah. Untuk mendukung hal ini, KKP akan mengembangkan kampung-kampung lobster.
Demikian Ir. Arik Hari Wibowo, M.Si, Direktur Produksi dan Usaha Budidaya Ditjen Perikanan Budidaya KKP RI, menyampaikan arahan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ir. Sakti Wahyu Trenggono, M.M., dalam Webinar bertajuk Masa Depan Lobster di Indonesia, yang diselenggarakan Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPIK) Universitas Padjadajaran, Rabu, (31/3/2021).
Selain Arik Hari Wibowo, sebagai Pembicara Kunci (keynote speaker), ada lima pembicara lainnya, Dekan FPIK Unpad Dr. Sc. Agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si., dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan Prof. Dr. Indra Jaya, M.Sc., Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc., Penulis Buku Lobster Bayu Priyambodo, Ph.D., serta Dr. Kodrat Wibowo, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha/Unpad.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Dr. Sc. Agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si., menyampaikan materi terkait Roadmap pengelolaan lobster. Menurutnya, lobster dapat menjadi kekuatan ekonomi di masa mendatang, namun perlu perbaikan pada berbagai isu dan masalah dalam budidaya yaitu isu tata Kelola, tata niaga, lingkungan, kebijakan, dan sosial budidaya.
Salah satu agenda utama negara, kata Yudi, adalah pengentasan kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi ekonomi yang masih berpusat di Indonesia Barat. Dengan hadirnya sektor perikanan yang dikelola dengan baik dan juga budidaya lobster diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Yudi juga mengatakan, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam perumusan kebijakan dan program terkait perikanan dan kelautan yaitu kontribusi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi secara cepat dan berkelanjutan, distribusi kesejahteraan secara adil, serta kelestarian ekosistem dan sumber daya kelautan dan perikanan. Serta menjelaskan, ada empat jenis lobster yang kita miliki yaitu lobster pasir, lobster mutiara, lobster batik, dan lobster bambu. Untuk keberlanjutan budidaya lobster, kita memerlukan satu manajemen lobster yang baik terkait peluang riset, manajemen budidaya, konservasi, dan manajemen untuk mengatasi berbagai tantangan, “Ancaman terbesar dari lobster ini disebabkan oleh kerusakan habitat dan predator. Lobster dalam fase larva dan juvenile (BBL) mengalami kematian masal akibat kerusakan habitat dan predator. Oleh karena itu, untuk budidaya hematnya harus dimulai dengan membudidayakan dari benur lobster (BBL), “ katanya.
Yudi pun mengajak untuk bersama-sama membangun roadmap pengelolaan lobster sehingga tercipta industri lobster yang hebat dengan kemampuan membudidayakan lobster. Nelayan juga perlu didorong untuk tidak sebatas menjadi nelayan atau pembudidaya, tetapi juga menjadi scientist di bidang lobster. Manajemen perlu dilakukan dengan pendekatan dari aspek ekonomi, ekologi, dan sosial. Terkait penangkapan, perlu dilakukan pendataan stock BBL, lobster muda, dan lobster dewasa berdasarkan WPP.
Penangkapan benur atau BBL diharapkan sebagai upaya memanfaatkan SDA untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan sesuai amanat undang-undang serta menjadi bagian dari upaya membangun industri lobster yang hebat berbasis budidaya (Mariculture). Masyarakat hendaknya juga diberikan arahan untuk tidak menangkap lobster muda yang berukuran 40-100 g, begitu juga aturan pembatasan penangkapan lobster dewasa berdasarkan WPP untuk menjaga keberlanjutan lobster di alam.
“Perlu adanya kolaborasi pentahelic antara perguruan tinggi, pemerintah, industri, masyarakat, serta dukungan media untuk membangun budidaya lobster sebagai kebanggaan Indonesia, terutama melakukan riset bersama terkait pendataan stock BBL, lobster muda, lobster dewasa berdasarkan WPP, dampak ekologi, ekonomi, dan social dari pengelolaan lobster, serta pengelolaan kawasan konservasi lobster disamping penguatan teknologi budidaya lobster yang meliputi pakan, penyakit, parasite, dan teknik budidaya yang tepat, “ demikian kata Yudi.
Sementara itu, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. Ph.D., dalam materinya “Pengembangan Lobster Indonesia”, mengatakan, tujuan pengelolaan lobster ini harus berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Indonesia adalah pusat keanekaragaman hayati, maka potensi Indonesia harus menjadi jaya termasuk lobster. Kondisi saat ini, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi manusia tidak hanya bisa mengandalkan dari perikanan tangkap, tetapi sektor budidaya. Salah satu komoditas yang sangat berpotensi dibudidayakan adalah lobster. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah mekanisme untuk mengatur penangkapan benih-benih lobster agar tetap tersedia untuk kesejahteraan.
Demikian Ir. Arik Hari Wibowo, M.Si, Direktur Produksi dan Usaha Budidaya Ditjen Perikanan Budidaya KKP RI, menyampaikan arahan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ir. Sakti Wahyu Trenggono, M.M., dalam Webinar bertajuk Masa Depan Lobster di Indonesia, yang diselenggarakan Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPIK) Universitas Padjadajaran, Rabu, (31/3/2021).
Selain Arik Hari Wibowo, sebagai Pembicara Kunci (keynote speaker), ada lima pembicara lainnya, Dekan FPIK Unpad Dr. Sc. Agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si., dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan Prof. Dr. Indra Jaya, M.Sc., Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc., Penulis Buku Lobster Bayu Priyambodo, Ph.D., serta Dr. Kodrat Wibowo, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha/Unpad.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Dr. Sc. Agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si., menyampaikan materi terkait Roadmap pengelolaan lobster. Menurutnya, lobster dapat menjadi kekuatan ekonomi di masa mendatang, namun perlu perbaikan pada berbagai isu dan masalah dalam budidaya yaitu isu tata Kelola, tata niaga, lingkungan, kebijakan, dan sosial budidaya.
Salah satu agenda utama negara, kata Yudi, adalah pengentasan kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi ekonomi yang masih berpusat di Indonesia Barat. Dengan hadirnya sektor perikanan yang dikelola dengan baik dan juga budidaya lobster diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Yudi juga mengatakan, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam perumusan kebijakan dan program terkait perikanan dan kelautan yaitu kontribusi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi secara cepat dan berkelanjutan, distribusi kesejahteraan secara adil, serta kelestarian ekosistem dan sumber daya kelautan dan perikanan. Serta menjelaskan, ada empat jenis lobster yang kita miliki yaitu lobster pasir, lobster mutiara, lobster batik, dan lobster bambu. Untuk keberlanjutan budidaya lobster, kita memerlukan satu manajemen lobster yang baik terkait peluang riset, manajemen budidaya, konservasi, dan manajemen untuk mengatasi berbagai tantangan, “Ancaman terbesar dari lobster ini disebabkan oleh kerusakan habitat dan predator. Lobster dalam fase larva dan juvenile (BBL) mengalami kematian masal akibat kerusakan habitat dan predator. Oleh karena itu, untuk budidaya hematnya harus dimulai dengan membudidayakan dari benur lobster (BBL), “ katanya.
Yudi pun mengajak untuk bersama-sama membangun roadmap pengelolaan lobster sehingga tercipta industri lobster yang hebat dengan kemampuan membudidayakan lobster. Nelayan juga perlu didorong untuk tidak sebatas menjadi nelayan atau pembudidaya, tetapi juga menjadi scientist di bidang lobster. Manajemen perlu dilakukan dengan pendekatan dari aspek ekonomi, ekologi, dan sosial. Terkait penangkapan, perlu dilakukan pendataan stock BBL, lobster muda, dan lobster dewasa berdasarkan WPP.
Penangkapan benur atau BBL diharapkan sebagai upaya memanfaatkan SDA untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan sesuai amanat undang-undang serta menjadi bagian dari upaya membangun industri lobster yang hebat berbasis budidaya (Mariculture). Masyarakat hendaknya juga diberikan arahan untuk tidak menangkap lobster muda yang berukuran 40-100 g, begitu juga aturan pembatasan penangkapan lobster dewasa berdasarkan WPP untuk menjaga keberlanjutan lobster di alam.
“Perlu adanya kolaborasi pentahelic antara perguruan tinggi, pemerintah, industri, masyarakat, serta dukungan media untuk membangun budidaya lobster sebagai kebanggaan Indonesia, terutama melakukan riset bersama terkait pendataan stock BBL, lobster muda, lobster dewasa berdasarkan WPP, dampak ekologi, ekonomi, dan social dari pengelolaan lobster, serta pengelolaan kawasan konservasi lobster disamping penguatan teknologi budidaya lobster yang meliputi pakan, penyakit, parasite, dan teknik budidaya yang tepat, “ demikian kata Yudi.
Sementara itu, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. Ph.D., dalam materinya “Pengembangan Lobster Indonesia”, mengatakan, tujuan pengelolaan lobster ini harus berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Indonesia adalah pusat keanekaragaman hayati, maka potensi Indonesia harus menjadi jaya termasuk lobster. Kondisi saat ini, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi manusia tidak hanya bisa mengandalkan dari perikanan tangkap, tetapi sektor budidaya. Salah satu komoditas yang sangat berpotensi dibudidayakan adalah lobster. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah mekanisme untuk mengatur penangkapan benih-benih lobster agar tetap tersedia untuk kesejahteraan.
“Jumlah lobster di Indonesia sangat banyak. Namun belum dioptimalkan dengan baik, dan yang perlu menjadi perhatian adalah mekanisme dan kebijakan untuk memanfaatkan benih-benih secara optimal. Karena benih-benih lobster tersebut jika tidak dimanfaatkan dapat masuk ke dalam siklus kematian alami,“ demikian jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. Ph.D., juga menyampaikan 7 Quo vadis: Pengembangan Lobster Indonesia yaitu:
Pemerintah harus mendasari kebijakan pada sains, teknologi, dan data yang akurat, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia, teknologi budidaya lobster harus dikembangkan agar lebih efektif, efisien, dan berdaya saing, kajian dan pemanfaatan sumberdaya benih lobster yang melimpah perlu dipacu untuk pengembangan budidaya. Kelebihan benih lobster perlu dimanfaatkan secara ketat, berkeadilan, dan berkelanjutan, teknologi pembenihan lobster di Indonesia agar segera diperkuat melalui konsorsium nasional., serta penguatan SDM yang handal menguasai Iptek lobster.
Pemateri ketiga Dr. Kodrat Wibowo, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Dalam materinya “Konsep Maximum Sustainability Yield as A Basic Concept”, mengatakan, kita perlu mengetahui jumlah perkiraan Maximum Sustainability Yield Untuk produk akuakultur. Selain dia juga menyampaikan beberapa saran terkait perbaikan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah tetap memberlakukan Permen KP No. 12/2020, maka KPPU mendorong agar tidak ada pembatasan jumlah terhadap penyedia jasa kargo ekspor BBL. Eksportir dapat memilih penyedia jasa kargo yang paling efisien sesuai titik lokasi ekspor terdekat. Memperhatikan pilihan Bandara yang diizinkan menjadi sarana logistic berjumlah terbatas, dan kondisi ekonomi yang sulit saat ini, maka sebaiknya sekalipun seluruh bandara dibuka, namun dilakukan dengan pengawasan ketat terhadap proses pengiriman BBL. Menghilangkan eksklusifitas/monopoli pelaku usaha dalam pengelolaan kargo. Harga BBL di tingkat pasar harus diatur agar tidak merugikan para nelayan yang menjual BBL dengan harga yang sangat murah, akibat lemahnya posisi tawar mereka.
“Namun apabila pemerintah melarang ekspor untuk membiarkan BBL tumbuh dewasa, selama berlaku bagi seluruh pelaku usaha, maka hal tersebut merupakan kewenangan pemerintah, “paparnya.
Materi selanjutnya disampaikan oleh Prof. Dr. Indra Jaya, M.Sc sebagai Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan, dalam materinya, “Preskripsi untuk Keberlanjutan”. Ada tiga hal pokok yang disampaikan Indra, yaitu jaminan keberlanjutan, situasi saat ini, dan hal yang perlu dilakukan untuk keberlanjutan budidaya lobster. Menurutnya, dalam penangkapan sumber daya alam seperti lobster, jika penangkapan sumber daya tersebut melewati batas tertentu maka akan terjadi overfishing dan menimbulkan masalah karena sumber daya tersebut limited. Namun, jika tingkat penangkapannya tidak melebihi batas, maka perlu regulasi untuk menetapkan batasan jumlah yang diperbolehkan. Salah satu tujuan komnas ikan ini yaitu untuk mempertahankan tujuan pengelolaan agar dapat mengakomodasi dan menyeimbangkan bidang konservasi untuk mempertahankan kelangsungan sumber daya dan juga bidang eksploitasi guna mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya.
“Oleh karena itu, untuk menentukan kondisi sumber daya perlu memperhatikan tingkat dan laju pemanfaatan, habitat, dan tingkat pengelolaan. Hal yang perlu dilakukan dalam upaya keberlanjutan budidaya lobster yaitu dengan pengelolaan sumber daya berbasis WWP. Hal lain yang perlu dilakukan adalah 1) pendataan jumlah tangkapan dan besar upaya penangkapan lobster (dewasa) maupun BBL di setiap WWP setiap tahun, serta 2) Riset di biologi untuk mendapatkan parameter seberan frekuensi panjang, sebaran panjang bobot, rerata rasio jantan/betina, fekunditas, SPR, SR, dll,“ demikian kata Indra.
Pemateri terakhir, Bayu Priyambodo, Ph.D, Penulis buku lobster. menyampaikan bahwa potensi lobster di Indonesia perlu diubah menjadi aset serta menjadi branding negara Indonesia. Pada kesempaatan itu, Bayu juga menyampaikan evolusi teknik budidaya lobster di Vietnam. Beberapa evolusi yang dilakukan terkait penggunaan keramba dan pakan. (Rls/ AR/AGP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment