Monday, September 27, 2021
Andri Kantaprawira, setuju asal wacananya kuat |
Seperti yang dilansir Fajar Cirebon bahwa wacana pembentukan Provinsi Cirebon kembali mencuat dan ramai menjadi perbincangan, Selasa (21/9/2021). “Pembentukan Provinsi Cirebon Kembali Bergeliat". Hal tersebut diperkuat dengan dideklarasikannya Komite Percepatan Pembentukan Provinsi Cirebon (KP3C), di Hotel Intan Kota Cirebon (10/9/2021).
Menanggapi hal tersebut, Panitia SC (Steering Committee) Kongres Sunda Andri Kantaprawira yang juga bersama timnya diantaranya tengah mewacanakan penggantian nama Provisi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda, ketika ditemui belum lama ini di rumahnya di kompleks perumahan Sanggar Hurip Bandung, tak terlihat kaget, kelihatannya santai-santai saja.
“Kemunculan kembali wacana Provinsi Cirebon bagi saya bukan sebuah kejutan karena beberapa inisiatornya juga berkomunikasi dengan kita,“ ujarnya datar.
Dalam komunikasi tersebut terungkap bahwa di panitianya terjadi perubahan kepengurusan menjadi panitia Komite Percepatan Pembentukan Provinsi Cirebon.
Kata Andri, Bagi Kongres Sunda yang sedang mewacanakan pembentukan Provinsi Sunda, ini merupakan sebuah wacana yang harus direspon, tidak hanya oleh panitia Kongres Sunda tapi juga oleh stakeholder yang lain.
Apakah ide ini sekedar kelanjutan cita-cita lama, ketika Kang Aher - kang Dede Yusuf menjanjikan pembentukan Provinsi Cirebon lalu ada analisa-kajian-kajian lain di zaman Prof. Dede Mariana (Alm). Yang jelas, kata Andri, keberadaan Provinsi Cirebon dulu seingatnya ketika dulu sedikit ikut sejarah/ konfren wacana ini, yang namanya Provinsi Cirebon itu tidak terlepas dengan pemekaran wilayah. Bahwa Jabar yang berpenduduk paling banyak se-Indonesia, memang perlu pemekaran.
“Walau sampai saat ini publik belum tahu apa desain pemekarannya, apa yang dipikirkannya, tapi kami sih setuju aja, karena memang pemekaran ini harus didorong. Karena memang undang-undang otonomi daerah UU perimbangan pusat-daerah bahwa salah satu yang menjadi pertimbangan untuk terjadinya alokasi dana, alokasi khusus, dan alokasi umum juga bantuan yang sifatnya keuangan itu ditentukan oleh jumlah daerah dan jumlah desa, sehingga memang ini terjadi keadilan keuangan,“ kata Andri.
Jadi menurut Andri, mungkin mencuatnya kembali wacana pemisahandiri Cirebon dari Jawa Barat ini, karena orang Cirebon berpikir ada ketidakadilan pembangunan. Hal ini seharusnya diapresiasi dan direspon oleh gubernur, harapnya.
Provinsi Sunda tinggal diteken gubernur |
Apa yang terjadi ini, kata Andri, dia mengikuti bahwa di Jabar ini dulu ada yang namanya Forkoda (Forum Komunikasi Daerah) Otonomi Baru dan sekarang ada Forkodetada pimpinan Kholil Aksan Umar Zain. “Nah menurut Kang Holil, pembentukan Provinsi Cirebon pun akhirnya masuk dalam riungan Forkodetada juga. Karena Forkodetada itu kan desain pemekaran. Jadi desainnya bukan hanya daerahnya tetapi makronya. Makro desain dan pemerintahan.
“Dan kaitannya dengan Cirebon karena tidak adanya konsep makro makanya mereka merasa diperlakukan tidak adil. Da kalau adil mah moal aya alesan adnmisnistratif perbedaan. Saya anggap pembentukan Provinsi Cirebon gagasan yang cerdas yang sesuai Uga wangsit. Kecuali Provinsi Cirebon itu juga ada ide untuk mengajak sodara satatar Sunda lainnya untuk bergabung, wah itu saya mah gak setuju," papar Andri.
Mewakili Gerpis, Andri juga dengan pasti mengatakan setuju. Asal saja katanya wacana-wacananya kuat, apa yang dia mimpikan akan Caruban Nagari ke depannya, siapa tim-timnya, teknokrat-teknokratnya. Kalau timnya hanya kelompok kebudayaan yang belum kuat mah janganlah. Kalau jadi daerah Istimewa Spiritual dan Wisata kayak Yogya mah gak apa-apa silakan saja. Jadi impian itu harus dengan konsepsinya.
Karena kata Andri, perubahan itu harus ditopang oleh birokrasi, kekuatan-kekuatan administrasi, jadi silakan berwacana, naha ka hareupna bakal raharja moal, kudu kumaha ngaraharjakeunana (apakah ke depannya akan sejahtera apa tidak, bagaimana cara mensejahterakannya). Banten saja pernah mandeg dan lama meraih perekonomiannya-raharjanya, dan bangkitnya.
Sebaliknya Andri juga menanyakan bagaimana sikap/pikiran panitia Pembentukan Kabupaten Cirebon ini terhadap ide penggantian nama Provinsi Sunda yang menurutnya malah akan lebih cepat terlaksana karena Provinsi Sunda itu tinggal di tandatangani Gubernur Emil saja. Dan Emil mau gak mendukung perubahan nama ini.
“Jadi sekalian aja, ada 2 pertanyaan ka Emil teh, bagaima tentang pembentukan Provinsi Cirebon, dan yang kedua tentang Provinsi Sunda? Ada perubaahan sikap atau gak? Saya ngajak diskursus, padungdengan (diskusi) secara resmi,“ katanya serius.
Pertanyaan kepada orang Cirebon mah ya itu tadi, bagaimana tentang Provinsi Sunda, karena ini mah akan lebih cepat. Persyaratan administrasi mah lebih rumit apalagi kalau mau ngajak kabupaten kota yang lain di Jawa itu perlu waktu.
Lalu sebelum menutup obrolannya, Andri bertanya begini: Apakah penggantian nama Jabar menjadi Provinsi Sunda merupakan hambatan dan menjadikan alasan mereka untuk mendengungkan kembali Provinsi Cirebon atau gimana? Kalau iya, ada apa, apa hanya mau menghalang-halangi saja atau gimana. Tapi kalau ini tidak ada hubungnnya dengan Provinsi Sunda, silakan panitia bersama dengan kaum intelektualnya dengan pakar-pakarnya clear kan kepada publik,“ pungkasnya.
Para Pemimpin di Tatar Sunda Harus Bersatu dalam Semangat Sa-Pajajaran
“Panitia Kongres Sunda dan Gerpis mengharapkan, pemimpin-pemimpin yang ada di Tatar Sunda, gubernur Jabar, DKI dan Banten (termasuk sementara ini yang merasa menjadi bupati Cirebon, Kab. Cirebon dan Indramayu) mereka ini harus disatukan dulu pada semangat “Sa-Pajajaran”. Aplikasinya, intinya ruang Tatar Sunda ini harus merekap ketiga gubernur itu agar mereka punya perasaan senasib sepenanggungan sebagai satu tata ruang sosial, ekonomi dan budaya karena mereka dibesarkan dan punya inti kultur yang sama yaitu kultur Sunda. Sehingga dalam Antropologi Belanda disebutkan bahwa Jakarta/Betawi, Banten Cirebon sampai kawasan Dayeuh Luhur, Cilacap, Banyumas, Berebes, Pekalongan dan Pemalang itu subkultur Sunda,“ terangnya.
Andri bersama Ketua Panitia Kongres Sunda Avi Taufik Hidayat, siap wujudkan Sunda Mulya Nusantara Jaya |
Terkait wacana pembentukan Provinsi Cirebon pun, Andri menyarankan agar panitianya memperkuat diskursus-diskursus dan menyiapkan naskah akademik yang otentik. Dalam naskah akademik ini ada kajian historikal (sejarah). Nah, terkait dengan sa-Pajajaran kajian historikal yang paling kuat dan merupakan data primer adalah Naskah Bujangga Manik. Dalam naskah Bujangga Manik dijelaskan tentang batas wilayah Sunda dengan wilayah Jawa, yaitu Sungai Cipamali (kini berubah jadi Kali Pemali), dekat Brebes. Dikatakan, “Sadatang ka tungtung Sunda, meu (n) tasing di Cipamali, datang ka alas Jawa,” (setibanya di ujung Sunda, menyeberang di Cipamali. Masuk ke wilayah Jawa).
“Ini jelas kan batas Sunda - Jawa Itu Cipamali. Juga di wilayah Kebumen, Jawa Tengah ada Goa (Jatijajar) yang bercerita tentang legenda Lutung Kasarung, jadi tak heran makanya kalau daerah-daerah di kawasan Dayeuh Luhur masih kental kesundaaannya karena ada kaitan sejarah.
Jadi jangan melupakan persaudaraan dengan kita karena sa-Pajajaran. Adapun yang lain-lain ada pendatang di Cirebon seperti orang Jawa dsb, dari dulu kan orang Sunda mah inklusif terhadap pendatang dari manapun. Pembauran kultur itu kan sesuatu yang alami, sosilogis antropogisnya memang begitu,“ ujar Andri serius.
Maksud Andri wilayah-wilayah yang tergabung sa-Pajajaran tersebut dalam dunia modern, dalam dunia ekonomi yang maju dengan proses digitalisasi industri 4.0 dan sekarang jadi 5.0 ini pun, jangan terputus. Dan Andri berharap gubernur harus melakukan inisiatif, harus mengadakan musyawarah besar. “Apalagi mau jadi capres pikiran-pikirannya harus besar, tindakan-tindakannya harus besar. Ya dia harus punya pikiran bagaimana mengkonsolidasikan kemampuan ekonomi Jabar, DKI dan Banten anu sateureuh (seketurunan) menjadi ekonomi yang kondusif secara tata ruang, ekonomi yang modern, yang logistik ekonominya tidak kanibal, industri-industri bisa berbagi. Jadi yang sauyuan silih asah, asih, asuh, silih wawangikeun dalam pratik-praktik pembanguan ekonomi,” paparnya.
Masih kata Andri, dulu Faisal Basri ngomong tentang Jakarta dan kadang-kadang Gerpis (Gerakan Pilihan Sunda) juga protes, enak bener Jakarta dia bisa menangani banyak persoalan pembangunan, Ya karena sumber uangnya banyak. Tapi pabrik-pabriknya ada dimana? Ya di Jabar!
Tapi setahu dirinya, kata Ketua Gerpis ini, gubernur belum pernah nyinggung –nyinggung masalah ini. Padahal pemimpin Jabar harus berani dan membuat sesuatu yang Break Through, membuat terobosan kalau mau berpikir untuk menambah keuangan rayat Jabar, langkah-langlah konstituennya harus tahu, Jabar butuh duit banyak tapi jangan berpikir duit banyak dengan investasi. Rebana lah dll, yang akhirnya merusak lingkungan atau setuju daerah percepatan kereta api cepat yang nanti ke depan daerahnya dikuasai non pribumi. Kalau mau jadi Presiden dia harus punya kecintaan lebih terhadap kaum bumi putera.
“Bumi putera di Tatar Sunda adalah Orang Sunda. Jadi jangan sok global. Komitmen harus ke rayat jeung sarakan Sunda. Ketika dibuka sebuah ruang ekonomi modern misalnya proyek KA Cepat, Rebana, Patimban dll, itu kan ada pergerakan, pertumbuhan ekonomi, harusnya langsung sebagai pemimpin itu memposisiskan rayat orang Sunda ada dimana dalam konteks pembangunan itu?” katanya serius.
Andri juga menambahkan, bersatunya 3 provinsi itu bukan hanya bersatu karena administratif, tapi yang paling penting bersatunya visi dan pikiran sama kebijakan. Jadi bagi orang Pajajaran (Sunda, Galuh, Cirebon, Banten) prinsipnya sudah ada dalam dinamika sejarah 1500 tahun, kalau bersatu tidak usah pakai perang, kalau berpisah tidak menjadi perang. Artinya budaya politik budaya kepemimpinan para raja- raja Sunda punya jiwa-jiwa yang lapang.
“Kang Emil ayo lakukan pertemuan 3 gubernur itu, lakukan secara makro karena nanti akan ada desakan bagaimana posisi pantai reklamasi. Bangun dong kerjasama saturunan, biar turunan Pajajaran raharja (sejahtera),“ ajaknya.
Pajajaran raharja karena pemimpin-pemimpin teureuh dari Kuningan, Banten, Garut, Subang, Tasik, Ciamis, Sumedang dsb, bersatu dalam satu pemikiran dan langkah policy (kebijakan). Di dalam tata ruang dan komitmennya harus sama. “Jangan Anis dan Wahidin lebih pro ke bumi putera, Emil lebih pro ke modernisme. Teu paduli pro modernisme itu lebih menguntungkan siapa? Lalu hayang ngarasa pangsundana jeung hayang didukung ku urang sunda, ya ga bisa,“ ujarnya.
Karena di dalam Kepemimpian Sunda kata Andri, yang namnya Prabu Siliwangi juga sebelum jadi Prabu/Maharaja dia diuji dalam diskusi publik, di fit and proper tes (uji kelayakan dan kepatutan) oleh para sepuh.
“Nah saya nanti berharap ada “Karamaan Sunda”, kalau di Paguyuban Pasundan ada Pangaping. Jadi mulai dari para pemimpin 3 provinsi itu ya diuji lah, ditanya, ditalek apa pemikiran-pemikiran visionernya? Jadi Pangaping, Kasepuhan atau apalah namanya, jangan diam aja. Kalau ngeluk wae kitu mah, ya tidak akan ada sebuah pemikiran-pemikiran visioner dari para pemimpin, karena kolot-kolotna ge caricing. Paling juga ngiritik, kukulutus wungkul. Jadi sebaiknya sepuh-sepuh Sunda juga mulai ngajak ngobrol, nalek, nanya para pemimpin Sunda, apa yang anda pikirkan untuk Jabar? Kang Emil apa yang anda pikirkan untuk Indonesia?” papar Andri.
Andri juga mengingatkan, orang Sunda sekarang jangan takut kalau mau mencalonkan diri jadi pemimpin, karena terbukti orang Sunda ini dari sejak zaman Raden Wijaya (Pendiri Majapahit ini adalah Cucu Prabu Dharma Siksa dari Galuh, red), Sanjaya (Raja Mataram Kuno, trah Galuh, red ), sampai Ir. H. Djuanda itu adalah para pemimpin yang dapat diterima oleh suku bangsa lain dan kalau mereka memimpin hak legasinya itu internasional.
“Jadi kata siapa orang Sunda tidak pernah jadi pemimpin? Malah Syafrudin Parwiranegara pernah menjabat Presiden dalam pengasingan PDRI, juga Djuanda. Jadi orang Sunda ketika jadi eksekutif nasional itu adalah pikirannya global-dunia, teknokratiknya jelas, contohnya Djuanda Jatiliuhur jadi, Poros Maritim jadi, rekonsialiasi Soekarno-Hatta jadi, Bendungan dan Bandara pun jadi,“ terangnya.
“Jadi lamun kang emil rek mingpin RI aya tantangan nu basajan (sederhana) yeuh ka kang emil. Hoyong terang we lamun Cirebon hayang misahkeundiri kumaha tah ketakna?”, demikian pungkas Andri. (Asep GP)***
Panitia Kongres Sunda Menjawab Geliat Wacana Pembentukan Provinsi Cirebon
Posted by
Tatarjabar.com on Monday, September 27, 2021
Andri Kantaprawira, setuju asal wacananya kuat |
Seperti yang dilansir Fajar Cirebon bahwa wacana pembentukan Provinsi Cirebon kembali mencuat dan ramai menjadi perbincangan, Selasa (21/9/2021). “Pembentukan Provinsi Cirebon Kembali Bergeliat". Hal tersebut diperkuat dengan dideklarasikannya Komite Percepatan Pembentukan Provinsi Cirebon (KP3C), di Hotel Intan Kota Cirebon (10/9/2021).
Menanggapi hal tersebut, Panitia SC (Steering Committee) Kongres Sunda Andri Kantaprawira yang juga bersama timnya diantaranya tengah mewacanakan penggantian nama Provisi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda, ketika ditemui belum lama ini di rumahnya di kompleks perumahan Sanggar Hurip Bandung, tak terlihat kaget, kelihatannya santai-santai saja.
“Kemunculan kembali wacana Provinsi Cirebon bagi saya bukan sebuah kejutan karena beberapa inisiatornya juga berkomunikasi dengan kita,“ ujarnya datar.
Dalam komunikasi tersebut terungkap bahwa di panitianya terjadi perubahan kepengurusan menjadi panitia Komite Percepatan Pembentukan Provinsi Cirebon.
Kata Andri, Bagi Kongres Sunda yang sedang mewacanakan pembentukan Provinsi Sunda, ini merupakan sebuah wacana yang harus direspon, tidak hanya oleh panitia Kongres Sunda tapi juga oleh stakeholder yang lain.
Apakah ide ini sekedar kelanjutan cita-cita lama, ketika Kang Aher - kang Dede Yusuf menjanjikan pembentukan Provinsi Cirebon lalu ada analisa-kajian-kajian lain di zaman Prof. Dede Mariana (Alm). Yang jelas, kata Andri, keberadaan Provinsi Cirebon dulu seingatnya ketika dulu sedikit ikut sejarah/ konfren wacana ini, yang namanya Provinsi Cirebon itu tidak terlepas dengan pemekaran wilayah. Bahwa Jabar yang berpenduduk paling banyak se-Indonesia, memang perlu pemekaran.
“Walau sampai saat ini publik belum tahu apa desain pemekarannya, apa yang dipikirkannya, tapi kami sih setuju aja, karena memang pemekaran ini harus didorong. Karena memang undang-undang otonomi daerah UU perimbangan pusat-daerah bahwa salah satu yang menjadi pertimbangan untuk terjadinya alokasi dana, alokasi khusus, dan alokasi umum juga bantuan yang sifatnya keuangan itu ditentukan oleh jumlah daerah dan jumlah desa, sehingga memang ini terjadi keadilan keuangan,“ kata Andri.
Jadi menurut Andri, mungkin mencuatnya kembali wacana pemisahandiri Cirebon dari Jawa Barat ini, karena orang Cirebon berpikir ada ketidakadilan pembangunan. Hal ini seharusnya diapresiasi dan direspon oleh gubernur, harapnya.
Provinsi Sunda tinggal diteken gubernur |
Apa yang terjadi ini, kata Andri, dia mengikuti bahwa di Jabar ini dulu ada yang namanya Forkoda (Forum Komunikasi Daerah) Otonomi Baru dan sekarang ada Forkodetada pimpinan Kholil Aksan Umar Zain. “Nah menurut Kang Holil, pembentukan Provinsi Cirebon pun akhirnya masuk dalam riungan Forkodetada juga. Karena Forkodetada itu kan desain pemekaran. Jadi desainnya bukan hanya daerahnya tetapi makronya. Makro desain dan pemerintahan.
“Dan kaitannya dengan Cirebon karena tidak adanya konsep makro makanya mereka merasa diperlakukan tidak adil. Da kalau adil mah moal aya alesan adnmisnistratif perbedaan. Saya anggap pembentukan Provinsi Cirebon gagasan yang cerdas yang sesuai Uga wangsit. Kecuali Provinsi Cirebon itu juga ada ide untuk mengajak sodara satatar Sunda lainnya untuk bergabung, wah itu saya mah gak setuju," papar Andri.
Mewakili Gerpis, Andri juga dengan pasti mengatakan setuju. Asal saja katanya wacana-wacananya kuat, apa yang dia mimpikan akan Caruban Nagari ke depannya, siapa tim-timnya, teknokrat-teknokratnya. Kalau timnya hanya kelompok kebudayaan yang belum kuat mah janganlah. Kalau jadi daerah Istimewa Spiritual dan Wisata kayak Yogya mah gak apa-apa silakan saja. Jadi impian itu harus dengan konsepsinya.
Karena kata Andri, perubahan itu harus ditopang oleh birokrasi, kekuatan-kekuatan administrasi, jadi silakan berwacana, naha ka hareupna bakal raharja moal, kudu kumaha ngaraharjakeunana (apakah ke depannya akan sejahtera apa tidak, bagaimana cara mensejahterakannya). Banten saja pernah mandeg dan lama meraih perekonomiannya-raharjanya, dan bangkitnya.
Sebaliknya Andri juga menanyakan bagaimana sikap/pikiran panitia Pembentukan Kabupaten Cirebon ini terhadap ide penggantian nama Provinsi Sunda yang menurutnya malah akan lebih cepat terlaksana karena Provinsi Sunda itu tinggal di tandatangani Gubernur Emil saja. Dan Emil mau gak mendukung perubahan nama ini.
“Jadi sekalian aja, ada 2 pertanyaan ka Emil teh, bagaima tentang pembentukan Provinsi Cirebon, dan yang kedua tentang Provinsi Sunda? Ada perubaahan sikap atau gak? Saya ngajak diskursus, padungdengan (diskusi) secara resmi,“ katanya serius.
Pertanyaan kepada orang Cirebon mah ya itu tadi, bagaimana tentang Provinsi Sunda, karena ini mah akan lebih cepat. Persyaratan administrasi mah lebih rumit apalagi kalau mau ngajak kabupaten kota yang lain di Jawa itu perlu waktu.
Lalu sebelum menutup obrolannya, Andri bertanya begini: Apakah penggantian nama Jabar menjadi Provinsi Sunda merupakan hambatan dan menjadikan alasan mereka untuk mendengungkan kembali Provinsi Cirebon atau gimana? Kalau iya, ada apa, apa hanya mau menghalang-halangi saja atau gimana. Tapi kalau ini tidak ada hubungnnya dengan Provinsi Sunda, silakan panitia bersama dengan kaum intelektualnya dengan pakar-pakarnya clear kan kepada publik,“ pungkasnya.
Para Pemimpin di Tatar Sunda Harus Bersatu dalam Semangat Sa-Pajajaran
“Panitia Kongres Sunda dan Gerpis mengharapkan, pemimpin-pemimpin yang ada di Tatar Sunda, gubernur Jabar, DKI dan Banten (termasuk sementara ini yang merasa menjadi bupati Cirebon, Kab. Cirebon dan Indramayu) mereka ini harus disatukan dulu pada semangat “Sa-Pajajaran”. Aplikasinya, intinya ruang Tatar Sunda ini harus merekap ketiga gubernur itu agar mereka punya perasaan senasib sepenanggungan sebagai satu tata ruang sosial, ekonomi dan budaya karena mereka dibesarkan dan punya inti kultur yang sama yaitu kultur Sunda. Sehingga dalam Antropologi Belanda disebutkan bahwa Jakarta/Betawi, Banten Cirebon sampai kawasan Dayeuh Luhur, Cilacap, Banyumas, Berebes, Pekalongan dan Pemalang itu subkultur Sunda,“ terangnya.
Andri bersama Ketua Panitia Kongres Sunda Avi Taufik Hidayat, siap wujudkan Sunda Mulya Nusantara Jaya |
Terkait wacana pembentukan Provinsi Cirebon pun, Andri menyarankan agar panitianya memperkuat diskursus-diskursus dan menyiapkan naskah akademik yang otentik. Dalam naskah akademik ini ada kajian historikal (sejarah). Nah, terkait dengan sa-Pajajaran kajian historikal yang paling kuat dan merupakan data primer adalah Naskah Bujangga Manik. Dalam naskah Bujangga Manik dijelaskan tentang batas wilayah Sunda dengan wilayah Jawa, yaitu Sungai Cipamali (kini berubah jadi Kali Pemali), dekat Brebes. Dikatakan, “Sadatang ka tungtung Sunda, meu (n) tasing di Cipamali, datang ka alas Jawa,” (setibanya di ujung Sunda, menyeberang di Cipamali. Masuk ke wilayah Jawa).
“Ini jelas kan batas Sunda - Jawa Itu Cipamali. Juga di wilayah Kebumen, Jawa Tengah ada Goa (Jatijajar) yang bercerita tentang legenda Lutung Kasarung, jadi tak heran makanya kalau daerah-daerah di kawasan Dayeuh Luhur masih kental kesundaaannya karena ada kaitan sejarah.
Jadi jangan melupakan persaudaraan dengan kita karena sa-Pajajaran. Adapun yang lain-lain ada pendatang di Cirebon seperti orang Jawa dsb, dari dulu kan orang Sunda mah inklusif terhadap pendatang dari manapun. Pembauran kultur itu kan sesuatu yang alami, sosilogis antropogisnya memang begitu,“ ujar Andri serius.
Maksud Andri wilayah-wilayah yang tergabung sa-Pajajaran tersebut dalam dunia modern, dalam dunia ekonomi yang maju dengan proses digitalisasi industri 4.0 dan sekarang jadi 5.0 ini pun, jangan terputus. Dan Andri berharap gubernur harus melakukan inisiatif, harus mengadakan musyawarah besar. “Apalagi mau jadi capres pikiran-pikirannya harus besar, tindakan-tindakannya harus besar. Ya dia harus punya pikiran bagaimana mengkonsolidasikan kemampuan ekonomi Jabar, DKI dan Banten anu sateureuh (seketurunan) menjadi ekonomi yang kondusif secara tata ruang, ekonomi yang modern, yang logistik ekonominya tidak kanibal, industri-industri bisa berbagi. Jadi yang sauyuan silih asah, asih, asuh, silih wawangikeun dalam pratik-praktik pembanguan ekonomi,” paparnya.
Masih kata Andri, dulu Faisal Basri ngomong tentang Jakarta dan kadang-kadang Gerpis (Gerakan Pilihan Sunda) juga protes, enak bener Jakarta dia bisa menangani banyak persoalan pembangunan, Ya karena sumber uangnya banyak. Tapi pabrik-pabriknya ada dimana? Ya di Jabar!
Tapi setahu dirinya, kata Ketua Gerpis ini, gubernur belum pernah nyinggung –nyinggung masalah ini. Padahal pemimpin Jabar harus berani dan membuat sesuatu yang Break Through, membuat terobosan kalau mau berpikir untuk menambah keuangan rayat Jabar, langkah-langlah konstituennya harus tahu, Jabar butuh duit banyak tapi jangan berpikir duit banyak dengan investasi. Rebana lah dll, yang akhirnya merusak lingkungan atau setuju daerah percepatan kereta api cepat yang nanti ke depan daerahnya dikuasai non pribumi. Kalau mau jadi Presiden dia harus punya kecintaan lebih terhadap kaum bumi putera.
“Bumi putera di Tatar Sunda adalah Orang Sunda. Jadi jangan sok global. Komitmen harus ke rayat jeung sarakan Sunda. Ketika dibuka sebuah ruang ekonomi modern misalnya proyek KA Cepat, Rebana, Patimban dll, itu kan ada pergerakan, pertumbuhan ekonomi, harusnya langsung sebagai pemimpin itu memposisiskan rayat orang Sunda ada dimana dalam konteks pembangunan itu?” katanya serius.
Andri juga menambahkan, bersatunya 3 provinsi itu bukan hanya bersatu karena administratif, tapi yang paling penting bersatunya visi dan pikiran sama kebijakan. Jadi bagi orang Pajajaran (Sunda, Galuh, Cirebon, Banten) prinsipnya sudah ada dalam dinamika sejarah 1500 tahun, kalau bersatu tidak usah pakai perang, kalau berpisah tidak menjadi perang. Artinya budaya politik budaya kepemimpinan para raja- raja Sunda punya jiwa-jiwa yang lapang.
“Kang Emil ayo lakukan pertemuan 3 gubernur itu, lakukan secara makro karena nanti akan ada desakan bagaimana posisi pantai reklamasi. Bangun dong kerjasama saturunan, biar turunan Pajajaran raharja (sejahtera),“ ajaknya.
Pajajaran raharja karena pemimpin-pemimpin teureuh dari Kuningan, Banten, Garut, Subang, Tasik, Ciamis, Sumedang dsb, bersatu dalam satu pemikiran dan langkah policy (kebijakan). Di dalam tata ruang dan komitmennya harus sama. “Jangan Anis dan Wahidin lebih pro ke bumi putera, Emil lebih pro ke modernisme. Teu paduli pro modernisme itu lebih menguntungkan siapa? Lalu hayang ngarasa pangsundana jeung hayang didukung ku urang sunda, ya ga bisa,“ ujarnya.
Karena di dalam Kepemimpian Sunda kata Andri, yang namnya Prabu Siliwangi juga sebelum jadi Prabu/Maharaja dia diuji dalam diskusi publik, di fit and proper tes (uji kelayakan dan kepatutan) oleh para sepuh.
“Nah saya nanti berharap ada “Karamaan Sunda”, kalau di Paguyuban Pasundan ada Pangaping. Jadi mulai dari para pemimpin 3 provinsi itu ya diuji lah, ditanya, ditalek apa pemikiran-pemikiran visionernya? Jadi Pangaping, Kasepuhan atau apalah namanya, jangan diam aja. Kalau ngeluk wae kitu mah, ya tidak akan ada sebuah pemikiran-pemikiran visioner dari para pemimpin, karena kolot-kolotna ge caricing. Paling juga ngiritik, kukulutus wungkul. Jadi sebaiknya sepuh-sepuh Sunda juga mulai ngajak ngobrol, nalek, nanya para pemimpin Sunda, apa yang anda pikirkan untuk Jabar? Kang Emil apa yang anda pikirkan untuk Indonesia?” papar Andri.
Andri juga mengingatkan, orang Sunda sekarang jangan takut kalau mau mencalonkan diri jadi pemimpin, karena terbukti orang Sunda ini dari sejak zaman Raden Wijaya (Pendiri Majapahit ini adalah Cucu Prabu Dharma Siksa dari Galuh, red), Sanjaya (Raja Mataram Kuno, trah Galuh, red ), sampai Ir. H. Djuanda itu adalah para pemimpin yang dapat diterima oleh suku bangsa lain dan kalau mereka memimpin hak legasinya itu internasional.
“Jadi kata siapa orang Sunda tidak pernah jadi pemimpin? Malah Syafrudin Parwiranegara pernah menjabat Presiden dalam pengasingan PDRI, juga Djuanda. Jadi orang Sunda ketika jadi eksekutif nasional itu adalah pikirannya global-dunia, teknokratiknya jelas, contohnya Djuanda Jatiliuhur jadi, Poros Maritim jadi, rekonsialiasi Soekarno-Hatta jadi, Bendungan dan Bandara pun jadi,“ terangnya.
“Jadi lamun kang emil rek mingpin RI aya tantangan nu basajan (sederhana) yeuh ka kang emil. Hoyong terang we lamun Cirebon hayang misahkeundiri kumaha tah ketakna?”, demikian pungkas Andri. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment