Home
» Seni Budaya
» Jelajah Budaya dan Kemanusiaan di Bumi Nusantara : Kado Ultah ke 71 untuk Prof. Setiawan Sabana
Saturday, May 14, 2022
Potong kue ultah bersama istri. |
Begitulah kalau seorang Profesor Seni mensyukuri hari kelahirannya (ulang tahun atau Milangkala bhs. Sunda ). Bukan hura-hura tapi dia ramaikan hari H nya dengan acara Webinar dengan menggunakan aplikasi zoom/zoom meeting, yang diharap berguna bagi masyarakat seni dan masyarakat kebanyakan atau kemanusiaan.
Ya seperti Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA yang merayakan hari kelahirannya tanggal 10 Mei 2022, Sang Maestro Kertas ini menggelar webinar “Jelajah Budaya dan Kemanusiaan di Bumi Nusantara”, yang dibuka oleh beliau sendiri dengan para Pemateri Prof. Dr. Rudy Harjanto, M.Sn, Prof .Dr. Tjetjep R. Rohidi MA, Dr. Anna Sungkar, M.Sn, Moderator Syarif Maulana M.Hum. Kegiatan ini hasil rukun gawe antara Garasi 10 dengan Universitas Prof. Dr. Moestopo Jakarta.
Kang Wawan, demikian sapaan akrab Prof. Setiawan Sabana, hari itu memang kelihatan bahagia sekali. Walaupun sudah manula usia 71 tahun, tapi ia mengaku merasa bugar sehat walafiat, ia pun bersyukur masih bisa berpuasa di bulan Ramadhan kemarin dan berharap bertemu Ramadhan lagi di tahun depan.
Serius menyimak Dr. Anna Sungkar membedah wayang golek. (Foto Asep GP) |
Webinar dalam rangka meramaikan ulang tahunnya ini, sebetulnya kata Kang Wawan inisiatif Prof. Rudi Harjanto. “Beliau tahu kalau 10 Mei 2022 ini hari ultah saya, sehingga dalam rangka merancang kegiatan berat bareng kolaborasi antara Pak Rudi dengan Garasi 10, beliau mengatakan pokoknya 10 Mei ini khusus buat saya. Jadi intinya Pak Rudi adalah orang yang ada di belakang acara ini,“ katanya sangat berterima kasih sekali.
Untuk mengisi acara ini Kang Wawan memilih Prof. Dr. Tjetjep R. Rohidi MA, karena beliau tahu gerak-gerik Kang Wawan dari A-Z dulu hingga hari ini. Keduanya berteman dalam dunia pingpong/ tenis meja di Bandung dan Kang Tjetjep sekarang tinggal di Semarang. “Ya sudah jadi sohib berat. Kang Tjetjep juga pernah tinggal dan mengajar di Malaysia 7 tahun. Suatu hari dia ke rumah minta pertimbangan ada temannya perlu guru besar di Malaysia dan mengajaknya. Nah dealnya itu di sini. Jadi sama Kang Tjetjep mah tos janten dulur,“ kenangnya.
Begitu pun dengan Dr. Ana Sungkar sudah kenal lama, S3 nya bareng di ISI Surakarta. “Dia itu seniman, pelukis yang pikirannya jernih, tertib, juga pemikir dan penulis yang bagus. Seperti tadi dia bisa bercerita tentang Wayang Golek dari A-Z. Saya itu kaget kok dia tahu tentang a-b-c nya wayang golek di tanah Sunda, hingga dinasti dalang terkenal keluarga Abah Sunarya - Giriharja, dsb. Itu kan detil sekali. Kebayang persiapan menuju presentasi itu sangat serius,“ papar Kang Wawan bangga campur haru.
Ana Sungkar memang cukup detil membahas sejarah dan perkembangan wayang golek hingga ke generasi terkini yang dipopulerkan dalang keluarga Giriharja (Dinasti Sunarya). Hanya Ana menyesalkan setelah dipopulerkan Asep Sunandar Sunarya (Giriharja 3), Ade Kosasih Sunarya (Giriharja 2) tahun 80-an wayang golek vakum kreasi. Sebagaimana diketahui kedua dalang tersebut berhasil menaikan derajat wayang golek ke kalangan elit hingga kaum akademisi. Wayang punakawannya/pawongan (Semar, Cepot, Dawala/Petruk, Gareng) bodorannya sangat renyah dan bentuknya inovatif seperti halnya wayang buta (raksasa) yang bisa memuntahkan mie atau pecah kepala, anak panah yang melayang bak di film.
Tetap berkarya di hari tua. (Foto Asep GP) |
”Untuk teman-teman seniman juga para mahasiswa saya berharap bisa menjadikan wayang golek yang lain seinovatif gaya Asep Sunandar Sunarya yang sudah 24 tahun ini tidak ada perubahan. Coba dimulai dengan dunia film sepert toy story itu wayang golek, tapi dalam bentuk film,“ pintanya.
Yang jelas ke-3 pembicara yang tampil saling bersahutan, saling memberi masukan, mengamalkan ilmunya masing-masing kepada 80 peserta yang ikut webinar ini, seperti mahasiwa (S1-S2-S3), dosen, guru besar perguruan tinggi seni yang ada di Indonesia.
Karya Sang Maestro Kertas itu ... (Foto Asep GP) |
“Pokoknya hari ini banyak peristiwa mengharukan buat saya. Dan haru itu capaian terdalam dari sebuah peristiwa atau karya seni. Jadi ulah isin (jangan malu) kalau kita tiba-tiba menitikan air mata, cengeng itu bagian dari bentuk keharuan. Jadi menurut saya bagaimana agar karya seni itu memberikan rasa haru, itu artinya capaian yang dalam untuk apresiator“. Kang Wawan memang sering menitikan air mata ketika berkarya seni atau berdiskusi seni, berbicara seni. Lain waktu dia di stasiun Kereta Api daerah Jawa Tengah tiba-tiba joged merespon musik keroncong para musisi jalanan, takkan ada yang menyangka beliau seorang profesor (Guru Besar) FSRD-ITB. Ah dasar seniman.
Ditanya sampai kapan akan bekesenian, dengan tegas mantan Dekan FSRD ITB yang sudah melanglangbuana ini akan tetap berkesenian selama hayat dikandung badan, dugi ka teu walakaya (sampai tidak berdaya), sesuai tulisan yang ada di kaos hitamnya yang kerap ia pakai, “Berkarya Itu Harus Seperti Helaan Napas”. Berhenti kalau kita mati!
Berkarya itu harus seperti helaan napas. Berhenti kalau kita mati. (Foto Asep GP) |
Jadi katanya, sebisa-bisa harus terus berkontribusi, mengamalkan ilmu kapada siapapun dengan kabisa dalam bidangnya masing-masing. Dan Kang Wawan konsisten seperti motto Galeri 10 nya, “Dari Garasi untuk Negeri, Bumi & Galaksi (bermanfaat untuk Negara, Dunia/ Internasional dan Langit/ Barokah)
Kang Wawan pun cumeluk (menghimbau) untuk para seniman muda, para mahasiswa generasi penerus. “Berkaryalah terus. Gali budaya Nusantara untuk mengetahui diri sendiri. Untuk orang Jawa Barat, galilah ada apa di Tasik, Ciamis, Garut, Sumedang, Cirebon, dsb, jangan terlalu berkiblat ke Barat,“ pungkas Sang Profesor yang kini sudah membuat grup WA Lansia Nusantara, lalu memotong kue ulang tahun bersama istrinya. (Asep GP)***
Jelajah Budaya dan Kemanusiaan di Bumi Nusantara : Kado Ultah ke 71 untuk Prof. Setiawan Sabana
Posted by
Tatarjabar.com on Saturday, May 14, 2022
Potong kue ultah bersama istri. |
Begitulah kalau seorang Profesor Seni mensyukuri hari kelahirannya (ulang tahun atau Milangkala bhs. Sunda ). Bukan hura-hura tapi dia ramaikan hari H nya dengan acara Webinar dengan menggunakan aplikasi zoom/zoom meeting, yang diharap berguna bagi masyarakat seni dan masyarakat kebanyakan atau kemanusiaan.
Ya seperti Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA yang merayakan hari kelahirannya tanggal 10 Mei 2022, Sang Maestro Kertas ini menggelar webinar “Jelajah Budaya dan Kemanusiaan di Bumi Nusantara”, yang dibuka oleh beliau sendiri dengan para Pemateri Prof. Dr. Rudy Harjanto, M.Sn, Prof .Dr. Tjetjep R. Rohidi MA, Dr. Anna Sungkar, M.Sn, Moderator Syarif Maulana M.Hum. Kegiatan ini hasil rukun gawe antara Garasi 10 dengan Universitas Prof. Dr. Moestopo Jakarta.
Kang Wawan, demikian sapaan akrab Prof. Setiawan Sabana, hari itu memang kelihatan bahagia sekali. Walaupun sudah manula usia 71 tahun, tapi ia mengaku merasa bugar sehat walafiat, ia pun bersyukur masih bisa berpuasa di bulan Ramadhan kemarin dan berharap bertemu Ramadhan lagi di tahun depan.
Serius menyimak Dr. Anna Sungkar membedah wayang golek. (Foto Asep GP) |
Webinar dalam rangka meramaikan ulang tahunnya ini, sebetulnya kata Kang Wawan inisiatif Prof. Rudi Harjanto. “Beliau tahu kalau 10 Mei 2022 ini hari ultah saya, sehingga dalam rangka merancang kegiatan berat bareng kolaborasi antara Pak Rudi dengan Garasi 10, beliau mengatakan pokoknya 10 Mei ini khusus buat saya. Jadi intinya Pak Rudi adalah orang yang ada di belakang acara ini,“ katanya sangat berterima kasih sekali.
Untuk mengisi acara ini Kang Wawan memilih Prof. Dr. Tjetjep R. Rohidi MA, karena beliau tahu gerak-gerik Kang Wawan dari A-Z dulu hingga hari ini. Keduanya berteman dalam dunia pingpong/ tenis meja di Bandung dan Kang Tjetjep sekarang tinggal di Semarang. “Ya sudah jadi sohib berat. Kang Tjetjep juga pernah tinggal dan mengajar di Malaysia 7 tahun. Suatu hari dia ke rumah minta pertimbangan ada temannya perlu guru besar di Malaysia dan mengajaknya. Nah dealnya itu di sini. Jadi sama Kang Tjetjep mah tos janten dulur,“ kenangnya.
Begitu pun dengan Dr. Ana Sungkar sudah kenal lama, S3 nya bareng di ISI Surakarta. “Dia itu seniman, pelukis yang pikirannya jernih, tertib, juga pemikir dan penulis yang bagus. Seperti tadi dia bisa bercerita tentang Wayang Golek dari A-Z. Saya itu kaget kok dia tahu tentang a-b-c nya wayang golek di tanah Sunda, hingga dinasti dalang terkenal keluarga Abah Sunarya - Giriharja, dsb. Itu kan detil sekali. Kebayang persiapan menuju presentasi itu sangat serius,“ papar Kang Wawan bangga campur haru.
Ana Sungkar memang cukup detil membahas sejarah dan perkembangan wayang golek hingga ke generasi terkini yang dipopulerkan dalang keluarga Giriharja (Dinasti Sunarya). Hanya Ana menyesalkan setelah dipopulerkan Asep Sunandar Sunarya (Giriharja 3), Ade Kosasih Sunarya (Giriharja 2) tahun 80-an wayang golek vakum kreasi. Sebagaimana diketahui kedua dalang tersebut berhasil menaikan derajat wayang golek ke kalangan elit hingga kaum akademisi. Wayang punakawannya/pawongan (Semar, Cepot, Dawala/Petruk, Gareng) bodorannya sangat renyah dan bentuknya inovatif seperti halnya wayang buta (raksasa) yang bisa memuntahkan mie atau pecah kepala, anak panah yang melayang bak di film.
Tetap berkarya di hari tua. (Foto Asep GP) |
”Untuk teman-teman seniman juga para mahasiswa saya berharap bisa menjadikan wayang golek yang lain seinovatif gaya Asep Sunandar Sunarya yang sudah 24 tahun ini tidak ada perubahan. Coba dimulai dengan dunia film sepert toy story itu wayang golek, tapi dalam bentuk film,“ pintanya.
Yang jelas ke-3 pembicara yang tampil saling bersahutan, saling memberi masukan, mengamalkan ilmunya masing-masing kepada 80 peserta yang ikut webinar ini, seperti mahasiwa (S1-S2-S3), dosen, guru besar perguruan tinggi seni yang ada di Indonesia.
Karya Sang Maestro Kertas itu ... (Foto Asep GP) |
“Pokoknya hari ini banyak peristiwa mengharukan buat saya. Dan haru itu capaian terdalam dari sebuah peristiwa atau karya seni. Jadi ulah isin (jangan malu) kalau kita tiba-tiba menitikan air mata, cengeng itu bagian dari bentuk keharuan. Jadi menurut saya bagaimana agar karya seni itu memberikan rasa haru, itu artinya capaian yang dalam untuk apresiator“. Kang Wawan memang sering menitikan air mata ketika berkarya seni atau berdiskusi seni, berbicara seni. Lain waktu dia di stasiun Kereta Api daerah Jawa Tengah tiba-tiba joged merespon musik keroncong para musisi jalanan, takkan ada yang menyangka beliau seorang profesor (Guru Besar) FSRD-ITB. Ah dasar seniman.
Ditanya sampai kapan akan bekesenian, dengan tegas mantan Dekan FSRD ITB yang sudah melanglangbuana ini akan tetap berkesenian selama hayat dikandung badan, dugi ka teu walakaya (sampai tidak berdaya), sesuai tulisan yang ada di kaos hitamnya yang kerap ia pakai, “Berkarya Itu Harus Seperti Helaan Napas”. Berhenti kalau kita mati!
Berkarya itu harus seperti helaan napas. Berhenti kalau kita mati. (Foto Asep GP) |
Jadi katanya, sebisa-bisa harus terus berkontribusi, mengamalkan ilmu kapada siapapun dengan kabisa dalam bidangnya masing-masing. Dan Kang Wawan konsisten seperti motto Galeri 10 nya, “Dari Garasi untuk Negeri, Bumi & Galaksi (bermanfaat untuk Negara, Dunia/ Internasional dan Langit/ Barokah)
Kang Wawan pun cumeluk (menghimbau) untuk para seniman muda, para mahasiswa generasi penerus. “Berkaryalah terus. Gali budaya Nusantara untuk mengetahui diri sendiri. Untuk orang Jawa Barat, galilah ada apa di Tasik, Ciamis, Garut, Sumedang, Cirebon, dsb, jangan terlalu berkiblat ke Barat,“ pungkas Sang Profesor yang kini sudah membuat grup WA Lansia Nusantara, lalu memotong kue ulang tahun bersama istrinya. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment