Friday, August 12, 2022
Sebagaimana diketahui, syarat kelulusan bagi mahasiswa fakultas seni rupa dan desain dalam menempuh sarjana, selain sidang mereka diwajibkan memamerkan dulu karyanya ke publik. Jadi usai sidang para calon sarjana harus berpameran dulu. Seperti yang dilakukan mahasiswa Seni Rupa Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ISBI Bandung, yang dari tanggal 5 – 12 Agustus 2022 menggelar karya-karyanya di Galeri Pusat Kebudayaan (dulu YPK).
“Dalam pameran bertajuk “Augment Point Art Exhibition”, para mahasiswa ada yang menyuguhkan karya pengkajian/skripsi, ada lagi yang mengambil kekaryaan (lukis dan patung). “Jadi selain ada sidang karya tulis mereka harus berpameran dulu baru bisa lulus. Akumulasi nilainya disatukan dengan pameran. Intinya harus diuji publik dulu, harus bisa menjawab pertanyaan pengunjung dan wartawan yang mengapresiasi karya atau hasil penelitiannya,“ demikian jelas Dekan FSRD ISBI Bandung Dr. Supriatna, M.Sn, yang saat itu hadir di pameran.
Ada yang menarik, pameran seni rupa tugas akhir mahasiswa ini kesemuanya mengetengahkan budaya –tradisi. Kata Dekan, ini sesuai dengan visi-misi FSRD ISBI Bandung yang berpijak pada seni tradisi. Harus konsisten, sebab anjuran wajib, katanya.
“Jadi seni tradisi dijadikan pijakan untuk menelaah, ngorek hal yang berkaitan dengan kekinian. Seperti dalam seni lukis kita tetap mengacu pada tradisi walaupun teknik, teori, dan sebaganya, mengambil dari Barat, ya dikolaborasikan. Begitupun yang mengetengahkan skripsi ya seadanya saja, menafsir artefak-artefak yang ada dalam tradisi, seperti batik, topeng,dan sebaganya, lalu ditafsir berdasar teori-teori yang sudah mapan dari Barat. Kecuali Bahasa Rupa dari Timur dari Pak Primadi atau Teori Paradox- nya Yacob Sumardjo,“ demikian kata dekan.
Lalu bagaimana kualitasnya? “Ya kalau kita lihat sudah banyak kemajuan, sebab FSRD ISBI fokus ke tradisi. Jadi unsur-unsur tradisi ini belum ada pesaingnya. Tapi kalau kita bandingkan dengan perguruan tinggi lainnya, ya relatif, masing-masing punya kekurangan dan kelebihannya, cuman FSRD ISBI yang paling sering berpameran seperti ini,“ jawab Pak Dekan merendah.
Dalam pengamatan wartawan, karya-karya yang dipamerkan memang unik dan tradisional, seperti Ainun Narfadillah (Seni Rupa Murni angkatan 2018) dalam skripsinya, “Makna Simbolik Rupa Sesajen Pada Kesenian Sasapian Desa Cihideung (Lembang)”.
Ainun merasa tertarik meneliti sesajen, karena belum ada yang meneliti dan juga sebagai tanggungjawab dirinya yang asal USA (Urang Sunda Asli). Awalnya Ainun di semester 5 hanya meneliti “Sasapian” secara seninya saja, tapi ketika mau dibuat ternyata ada seniornya yang lebih dulu menulisnya, akhirnya dia fokus ke sesajennya. Sasapian kata Ainun kesenian yang unik, mirip Barongsay tapi beda dan sudah buhun (lama) titingal karuhun (warisan leuluhur). Tatacaranya, yang harus membuat sesajen ternyata bisa diterima oleh semua pihak, baik filsafatnya atau keagamaannya.
Hasil penelitian Ainun mengundang apresiasi yang luar biasa dari dosennya. Tak heran kalau Ainun akan diiikutsertakan dalam Penelitian Inovasi Mahasiswa untuk meneliti sesajen di Tohpati- Bali.
Demikian juga dengan Hafizh Ammar (Ketua Panitia, Seni Rupa Murni angkatan 2018), dia memamerkan “Reog Ponorogo”. Mengambil esensi gerak magisnya. Reog Ponorogo kata Hafizh, punya sisi spiritual serta gerakannya mengacu pada kehidupan manusia dalam kesehariannya, dari lahir, hidup, dan kematiannya.
Hafizh tertarik mengangkat Reog Ponorogo sebab pernah mondok, mesantren di Gontor dan sering nonton dan menelaah Reog Ponorogo dalam acara-acara festival. “Nah ketika saya masuk FSRD ISBI Bandung yang visinya lebih ke budaya, ya klop, tugas akhir yang saya buat pun mengambil budaya, Reog Ponorogo,“ jelasnya.
Para mahasiswa – calon sarjana yang berpameran tesebut yaitu, Ainun Nur Fadilah (Makna Simbolik Rupa Sesajen Pada Kesenian Sasapian Desa Cihideung), Aldy Lukmanul Hakim (“Wikrama” : Nyi Mas Cukang Gedeng Waru Sebagai Inspirasi Penciptaan Karya Seni Lukis), Andini Futy (Transformasi Rupa “Menong” Keramik Plered Sebagai Cinderamata Purwakarta), Aufa Fadillah (Kajian Simbolik Motif Batik Bandrong Lisung Cikadu Kabupaten Pandeglang Banten), Chakra Narasangga (“Fragmen Relung Kala” : Prasasti sebagai Motivasi dalam Bentuk catatan Visual), Daka Kuntara Solehudin (“Distraksi”: Glitch Sebagai Gagasan Dalam Penciptaan Karya Drawing), Desyifa Sumelian (“Ekosistem” : Hutan Larangan Sebagai Ekspresi Pada Karya Lukis), Elvania Azalia Yasifa (“Karsa Amerta” : Topeng Srikandi Sebagai Penghormatan Terhadap Ibu rumah Tangga dalam Penciptaan Studi Lukis), Evania sarah Adinda (Transformasi Rupa Kedok Jinggananom Dalam Kesenian Tari Kembang Bekasi), Fauziah Rohmah (Makna Rupa Pada Penokohan Wayang Golek Denawa Calangap Giriharja), Isma Awal Fitroh Cahyani (Proses Kreatif Fonna Melania dalam Penciptaan Motif “Masagi” Batik Lokatmala Kota Sukabumi Jawa Barat), M. farhan (“Hakikat Seorang Ayah” : Sebagai Gagasan Pembuatan Patung Assembling), M. Hafizh Ammar (“Reog Ponorogo”: Gerak Magis Singo Barong Reog Ponorogo sebagai Sumber Gagasan Penciptaan Karya Seni Drawing), M. Prasatyo Nugroho (Bahasa Rupa Motif Kapal Kain Tenun Lampung), Nurul Siyamita (Estetika Kerajinan Wayang Bambu Pada Tokoh Satria Desa Cijahe Kabupaten Bogor), Reihanisha Putri D (“Teddy’s World”: Trilogi Beruang sebagai Gagasan Penciptaan Karya Seni Instalasi), Sephia fajar Arilia (“Lumpur Tangan” : Krisi Batu Bata sebagai Inspirasi Pembuatan Karya Seni Instalasi), dan Wulandari (Pekembangan Payung Geulis Panyingkiran Tasikmalaya Dari Tahun 1960-2021). (Asep GP)***
Pameran Tugas Akhir Mahasiswa Senirupa Murni FSRD ISBI Bandung
Posted by
Tatarjabar.com on Friday, August 12, 2022
Sebagaimana diketahui, syarat kelulusan bagi mahasiswa fakultas seni rupa dan desain dalam menempuh sarjana, selain sidang mereka diwajibkan memamerkan dulu karyanya ke publik. Jadi usai sidang para calon sarjana harus berpameran dulu. Seperti yang dilakukan mahasiswa Seni Rupa Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ISBI Bandung, yang dari tanggal 5 – 12 Agustus 2022 menggelar karya-karyanya di Galeri Pusat Kebudayaan (dulu YPK).
“Dalam pameran bertajuk “Augment Point Art Exhibition”, para mahasiswa ada yang menyuguhkan karya pengkajian/skripsi, ada lagi yang mengambil kekaryaan (lukis dan patung). “Jadi selain ada sidang karya tulis mereka harus berpameran dulu baru bisa lulus. Akumulasi nilainya disatukan dengan pameran. Intinya harus diuji publik dulu, harus bisa menjawab pertanyaan pengunjung dan wartawan yang mengapresiasi karya atau hasil penelitiannya,“ demikian jelas Dekan FSRD ISBI Bandung Dr. Supriatna, M.Sn, yang saat itu hadir di pameran.
Ada yang menarik, pameran seni rupa tugas akhir mahasiswa ini kesemuanya mengetengahkan budaya –tradisi. Kata Dekan, ini sesuai dengan visi-misi FSRD ISBI Bandung yang berpijak pada seni tradisi. Harus konsisten, sebab anjuran wajib, katanya.
“Jadi seni tradisi dijadikan pijakan untuk menelaah, ngorek hal yang berkaitan dengan kekinian. Seperti dalam seni lukis kita tetap mengacu pada tradisi walaupun teknik, teori, dan sebaganya, mengambil dari Barat, ya dikolaborasikan. Begitupun yang mengetengahkan skripsi ya seadanya saja, menafsir artefak-artefak yang ada dalam tradisi, seperti batik, topeng,dan sebaganya, lalu ditafsir berdasar teori-teori yang sudah mapan dari Barat. Kecuali Bahasa Rupa dari Timur dari Pak Primadi atau Teori Paradox- nya Yacob Sumardjo,“ demikian kata dekan.
Lalu bagaimana kualitasnya? “Ya kalau kita lihat sudah banyak kemajuan, sebab FSRD ISBI fokus ke tradisi. Jadi unsur-unsur tradisi ini belum ada pesaingnya. Tapi kalau kita bandingkan dengan perguruan tinggi lainnya, ya relatif, masing-masing punya kekurangan dan kelebihannya, cuman FSRD ISBI yang paling sering berpameran seperti ini,“ jawab Pak Dekan merendah.
Dalam pengamatan wartawan, karya-karya yang dipamerkan memang unik dan tradisional, seperti Ainun Narfadillah (Seni Rupa Murni angkatan 2018) dalam skripsinya, “Makna Simbolik Rupa Sesajen Pada Kesenian Sasapian Desa Cihideung (Lembang)”.
Ainun merasa tertarik meneliti sesajen, karena belum ada yang meneliti dan juga sebagai tanggungjawab dirinya yang asal USA (Urang Sunda Asli). Awalnya Ainun di semester 5 hanya meneliti “Sasapian” secara seninya saja, tapi ketika mau dibuat ternyata ada seniornya yang lebih dulu menulisnya, akhirnya dia fokus ke sesajennya. Sasapian kata Ainun kesenian yang unik, mirip Barongsay tapi beda dan sudah buhun (lama) titingal karuhun (warisan leuluhur). Tatacaranya, yang harus membuat sesajen ternyata bisa diterima oleh semua pihak, baik filsafatnya atau keagamaannya.
Hasil penelitian Ainun mengundang apresiasi yang luar biasa dari dosennya. Tak heran kalau Ainun akan diiikutsertakan dalam Penelitian Inovasi Mahasiswa untuk meneliti sesajen di Tohpati- Bali.
Demikian juga dengan Hafizh Ammar (Ketua Panitia, Seni Rupa Murni angkatan 2018), dia memamerkan “Reog Ponorogo”. Mengambil esensi gerak magisnya. Reog Ponorogo kata Hafizh, punya sisi spiritual serta gerakannya mengacu pada kehidupan manusia dalam kesehariannya, dari lahir, hidup, dan kematiannya.
Hafizh tertarik mengangkat Reog Ponorogo sebab pernah mondok, mesantren di Gontor dan sering nonton dan menelaah Reog Ponorogo dalam acara-acara festival. “Nah ketika saya masuk FSRD ISBI Bandung yang visinya lebih ke budaya, ya klop, tugas akhir yang saya buat pun mengambil budaya, Reog Ponorogo,“ jelasnya.
Para mahasiswa – calon sarjana yang berpameran tesebut yaitu, Ainun Nur Fadilah (Makna Simbolik Rupa Sesajen Pada Kesenian Sasapian Desa Cihideung), Aldy Lukmanul Hakim (“Wikrama” : Nyi Mas Cukang Gedeng Waru Sebagai Inspirasi Penciptaan Karya Seni Lukis), Andini Futy (Transformasi Rupa “Menong” Keramik Plered Sebagai Cinderamata Purwakarta), Aufa Fadillah (Kajian Simbolik Motif Batik Bandrong Lisung Cikadu Kabupaten Pandeglang Banten), Chakra Narasangga (“Fragmen Relung Kala” : Prasasti sebagai Motivasi dalam Bentuk catatan Visual), Daka Kuntara Solehudin (“Distraksi”: Glitch Sebagai Gagasan Dalam Penciptaan Karya Drawing), Desyifa Sumelian (“Ekosistem” : Hutan Larangan Sebagai Ekspresi Pada Karya Lukis), Elvania Azalia Yasifa (“Karsa Amerta” : Topeng Srikandi Sebagai Penghormatan Terhadap Ibu rumah Tangga dalam Penciptaan Studi Lukis), Evania sarah Adinda (Transformasi Rupa Kedok Jinggananom Dalam Kesenian Tari Kembang Bekasi), Fauziah Rohmah (Makna Rupa Pada Penokohan Wayang Golek Denawa Calangap Giriharja), Isma Awal Fitroh Cahyani (Proses Kreatif Fonna Melania dalam Penciptaan Motif “Masagi” Batik Lokatmala Kota Sukabumi Jawa Barat), M. farhan (“Hakikat Seorang Ayah” : Sebagai Gagasan Pembuatan Patung Assembling), M. Hafizh Ammar (“Reog Ponorogo”: Gerak Magis Singo Barong Reog Ponorogo sebagai Sumber Gagasan Penciptaan Karya Seni Drawing), M. Prasatyo Nugroho (Bahasa Rupa Motif Kapal Kain Tenun Lampung), Nurul Siyamita (Estetika Kerajinan Wayang Bambu Pada Tokoh Satria Desa Cijahe Kabupaten Bogor), Reihanisha Putri D (“Teddy’s World”: Trilogi Beruang sebagai Gagasan Penciptaan Karya Seni Instalasi), Sephia fajar Arilia (“Lumpur Tangan” : Krisi Batu Bata sebagai Inspirasi Pembuatan Karya Seni Instalasi), dan Wulandari (Pekembangan Payung Geulis Panyingkiran Tasikmalaya Dari Tahun 1960-2021). (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment