Monday, December 19, 2022
Lilis Nurhayati (kanan) tengah memamerkan koleksinya (Foto Asep GP) |
Ya, bagi penggemar ekoprint, baik yang ingin sekedar mengapresiasi melihat-lihat, membeli, atau belajar membuat ekoprint, silakan datang ke Jalan Rebana 10, Turangga - Kota Bandung.
Di Garasi Seni 10 milik Guru Besar Fakulktas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA ini, kita akan melihat seratusan hasil karya cetak daun (istilah/brand Garasi Seni 10 untuk ekoprint) yang ditempel ke kain linen, katun dan sutra yang cantik dan artistik dengan motif daun kenikir, kersen, afrika, kayu putih, liden dan daun jati Cirebon yang menghasilkan warna ungu nan anggun. Motif-motif daun tersebut terlihat jelas dan tegas menempel di kain, bak batik alami nan artistikMotif-motif cantik dan matang hasil ramuan mordan ekoprinter Lilis Nurhayati itu akan kita dapatkan pada barang-barang berupa baju, jilid buku, tas, taplak meja, kertas dan pernak-pernik lainnya dengan harga mulai seratus ribu hingga kurang dari sejuta. Semuanya dipajang di dalam Garasi Seni dan buruan/beranda Garasi Seni. Semua dikemas rapi dalam kegiatan “Pameran, Bazar, dan Workshop Cetak Daun (ekoprint) Garasi Seni 10” yang dimulai 11 Desember hingga 17 Desember 2022.
Tanggal 11 Desember tersebut kata Lilis sangat historis-romantis karena merupakan tanggal pernikahannya dengan Kang Wawan (panggilan akrab Prof. Setiawan Sabana) yang berlangsung tanggal 11 Desember 2019.
“Jadi sekalian ngareuah-reuah (memeriahkan), syukuran hari jadi pernikahan kami,” kata Lilis bahagia. Juga untuk mengamalkan ilmu cetak daunnya kepada khalayak yang berminat dan itu digratiskan selama berpameran. Tapi bagi publik yang berminat belajar seni cetak daun (ekoprint) atau sekedar ingin melihat-lihat dan belanja, Garasi Seni 10 membuka pintu lebar-lebar kapan saja. Demikian kata Lilis. Menurut pengamatan wartawan yang belajar ekoprint ke Garasi Seni 10 memang cukup banyak dari kalangan akademisi, seniman dan umum.
Seni Cetak Daun/ekoprint bagi Lilis Nurhayati memang bukan barang baru. Lilis mulai terjun dalam bidang ekoprint tahun 2018 setelah sebelumnya selama tiga tahun mendalami “Sibhori” (membuat motif batik lipet ikat celup, sebuah seni teknik pewarnaan kain dari Jepang "batik versi Jepang"), Lilis belajar langsung ke Empunya dari Jepang yang kebetulan datang ke Indonesia dan memberikan pelatihan di Museum Tekstil Tanah Abang - Jakarta). Lilis saat itu dikenalkan pada Shibori oleh Ibu Kustina di BLC (Bisnis Ladies Club ) Bandung, perkumpulan istri karyawan Telkom. Disanalah Lilis bersama Ibu Ida Tejaweani belajar Sibhori. Setelah sekian lama aktif dan diposisikan sebagai fasilitator di BLC, barulah pada tahun 2018 Lilis dikenalkan Bunda Ida dengan Ecoprint dan merasa tertarik sekali terutama karena menyangkut lingkungan hidup, bahan-bahannya dari alam, ramah lingkungan.
Berpadu dengan ekoprint kertas |
Lilis pun telah beberapa kali pameran di Bandung seperti di Telkom, kawasan Braga, dan sering memberi pelatihan di Telkom Supratman termasuk melatih ibu-ibu di masa pandemi secara virtual sebulan sekali, juga membuka toko bersama klub BLC yang digagas Bu Kus, di Handicraft Market, Jalan Jend A. Yani Bandung( kawasan Cicadas dekat Cicaheum) yang diisi semua karya ibu-ibu bimbingan BLC.
Dan baru-baru ini Lilis pun mengikuti perhelatan akbar ekoprint berskala internasional “Pengibaran 1001 Ecoprint International Flag”, yang diisi ngeco bareng (membuat ekoprint bareng), fashion show dan lelang karya untuk amal di pelataran Candi Borobudur Magelang - Yogyakarta (29/10/2022) yang didukung Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno.
Ketika wartawan datang ke Garasi Seni 10 saat pameran, terlihat ada beberapa tamu yang datang. Kata Kang Wawan (panggilan akrab Prof. Setiawan Sabana) mereka adalah teman-teman semasa di SMA 6 Bandung lulusan 69. Sengaja ngalongok (nengok) Kang Wawan sepulangnya berobat penyakit jantungnya di Boromeus selama 2 Minggu sekalian reuni kecil dan mengapresiasi ekoprint karya istrinya, Lilis Nurhayati.
Menurut Kang Wawan, pameran Cetak Daun/Ekoprint ini semakin serius dan semakin menjadi bagian kegiatan Garasi Seni 10 yang semakin viral, semakin menarik perhatian. Sebab sudah menghasilkan berbagai macam produk yang beragam dan secara desain juga tambah menarik jadi peminatnya kian berkembang. Selain itu banyak juga yang ingin belajar ekoprint/cetak daun di Garasi Seni 10 yang memang terbuka buat siapa saja.
Kang Wawan (kedua dari kiri) reuni kecil bersama teman alumni SMA 6 Bandung |
“Jadi Garasi Seni 10 kini semakin memperkaya dirinya dan mengajak orang lain, pengamatnya, penontonnya untuk kian hidup dalam dunia seni,“ demikian kata Sang Maestro Kertas.
Dalam pameran tersebut Kang Wawan juga mengikutsertakan 2 buah karyanya yang senafas dengan pameran tersebut bertema spiritual, “ Di atas langit ada kertas, Di atas kertas aku masuk surga”.
Dia juga berharap agar seni Cetak Daun ini terus dikembangkan dan didukung pemerintah terkait. Karena potensi ekoprint Indonesia sangat besar, mengingat lingkungan dan tumbuhan kita yang sangat beragam. “Dari Sabang sampai Merauke keanekaragaman flora kita kaya sekali, dimanfaatkan jadi alat perupa ekoprinter. Ekoprint/cetak daun kita akan lebih berkembang lagi dan akan dilirik dunia,“ pungkas Sang Profesor yang juga dikenal sebagai seniman dan budayawan. (Asep GP)***
Ekoprint/Cetak Daun Nan Artistik Produk Garasi Seni 10 Dipamerkan
Posted by
Tatarjabar.com on Monday, December 19, 2022
Lilis Nurhayati (kanan) tengah memamerkan koleksinya (Foto Asep GP) |
Ya, bagi penggemar ekoprint, baik yang ingin sekedar mengapresiasi melihat-lihat, membeli, atau belajar membuat ekoprint, silakan datang ke Jalan Rebana 10, Turangga - Kota Bandung.
Di Garasi Seni 10 milik Guru Besar Fakulktas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA ini, kita akan melihat seratusan hasil karya cetak daun (istilah/brand Garasi Seni 10 untuk ekoprint) yang ditempel ke kain linen, katun dan sutra yang cantik dan artistik dengan motif daun kenikir, kersen, afrika, kayu putih, liden dan daun jati Cirebon yang menghasilkan warna ungu nan anggun. Motif-motif daun tersebut terlihat jelas dan tegas menempel di kain, bak batik alami nan artistikMotif-motif cantik dan matang hasil ramuan mordan ekoprinter Lilis Nurhayati itu akan kita dapatkan pada barang-barang berupa baju, jilid buku, tas, taplak meja, kertas dan pernak-pernik lainnya dengan harga mulai seratus ribu hingga kurang dari sejuta. Semuanya dipajang di dalam Garasi Seni dan buruan/beranda Garasi Seni. Semua dikemas rapi dalam kegiatan “Pameran, Bazar, dan Workshop Cetak Daun (ekoprint) Garasi Seni 10” yang dimulai 11 Desember hingga 17 Desember 2022.
Tanggal 11 Desember tersebut kata Lilis sangat historis-romantis karena merupakan tanggal pernikahannya dengan Kang Wawan (panggilan akrab Prof. Setiawan Sabana) yang berlangsung tanggal 11 Desember 2019.
“Jadi sekalian ngareuah-reuah (memeriahkan), syukuran hari jadi pernikahan kami,” kata Lilis bahagia. Juga untuk mengamalkan ilmu cetak daunnya kepada khalayak yang berminat dan itu digratiskan selama berpameran. Tapi bagi publik yang berminat belajar seni cetak daun (ekoprint) atau sekedar ingin melihat-lihat dan belanja, Garasi Seni 10 membuka pintu lebar-lebar kapan saja. Demikian kata Lilis. Menurut pengamatan wartawan yang belajar ekoprint ke Garasi Seni 10 memang cukup banyak dari kalangan akademisi, seniman dan umum.
Seni Cetak Daun/ekoprint bagi Lilis Nurhayati memang bukan barang baru. Lilis mulai terjun dalam bidang ekoprint tahun 2018 setelah sebelumnya selama tiga tahun mendalami “Sibhori” (membuat motif batik lipet ikat celup, sebuah seni teknik pewarnaan kain dari Jepang "batik versi Jepang"), Lilis belajar langsung ke Empunya dari Jepang yang kebetulan datang ke Indonesia dan memberikan pelatihan di Museum Tekstil Tanah Abang - Jakarta). Lilis saat itu dikenalkan pada Shibori oleh Ibu Kustina di BLC (Bisnis Ladies Club ) Bandung, perkumpulan istri karyawan Telkom. Disanalah Lilis bersama Ibu Ida Tejaweani belajar Sibhori. Setelah sekian lama aktif dan diposisikan sebagai fasilitator di BLC, barulah pada tahun 2018 Lilis dikenalkan Bunda Ida dengan Ecoprint dan merasa tertarik sekali terutama karena menyangkut lingkungan hidup, bahan-bahannya dari alam, ramah lingkungan.
Berpadu dengan ekoprint kertas |
Lilis pun telah beberapa kali pameran di Bandung seperti di Telkom, kawasan Braga, dan sering memberi pelatihan di Telkom Supratman termasuk melatih ibu-ibu di masa pandemi secara virtual sebulan sekali, juga membuka toko bersama klub BLC yang digagas Bu Kus, di Handicraft Market, Jalan Jend A. Yani Bandung( kawasan Cicadas dekat Cicaheum) yang diisi semua karya ibu-ibu bimbingan BLC.
Dan baru-baru ini Lilis pun mengikuti perhelatan akbar ekoprint berskala internasional “Pengibaran 1001 Ecoprint International Flag”, yang diisi ngeco bareng (membuat ekoprint bareng), fashion show dan lelang karya untuk amal di pelataran Candi Borobudur Magelang - Yogyakarta (29/10/2022) yang didukung Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno.
Ketika wartawan datang ke Garasi Seni 10 saat pameran, terlihat ada beberapa tamu yang datang. Kata Kang Wawan (panggilan akrab Prof. Setiawan Sabana) mereka adalah teman-teman semasa di SMA 6 Bandung lulusan 69. Sengaja ngalongok (nengok) Kang Wawan sepulangnya berobat penyakit jantungnya di Boromeus selama 2 Minggu sekalian reuni kecil dan mengapresiasi ekoprint karya istrinya, Lilis Nurhayati.
Menurut Kang Wawan, pameran Cetak Daun/Ekoprint ini semakin serius dan semakin menjadi bagian kegiatan Garasi Seni 10 yang semakin viral, semakin menarik perhatian. Sebab sudah menghasilkan berbagai macam produk yang beragam dan secara desain juga tambah menarik jadi peminatnya kian berkembang. Selain itu banyak juga yang ingin belajar ekoprint/cetak daun di Garasi Seni 10 yang memang terbuka buat siapa saja.
Kang Wawan (kedua dari kiri) reuni kecil bersama teman alumni SMA 6 Bandung |
“Jadi Garasi Seni 10 kini semakin memperkaya dirinya dan mengajak orang lain, pengamatnya, penontonnya untuk kian hidup dalam dunia seni,“ demikian kata Sang Maestro Kertas.
Dalam pameran tersebut Kang Wawan juga mengikutsertakan 2 buah karyanya yang senafas dengan pameran tersebut bertema spiritual, “ Di atas langit ada kertas, Di atas kertas aku masuk surga”.
Dia juga berharap agar seni Cetak Daun ini terus dikembangkan dan didukung pemerintah terkait. Karena potensi ekoprint Indonesia sangat besar, mengingat lingkungan dan tumbuhan kita yang sangat beragam. “Dari Sabang sampai Merauke keanekaragaman flora kita kaya sekali, dimanfaatkan jadi alat perupa ekoprinter. Ekoprint/cetak daun kita akan lebih berkembang lagi dan akan dilirik dunia,“ pungkas Sang Profesor yang juga dikenal sebagai seniman dan budayawan. (Asep GP)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment