Friday, March 21, 2025
Ada hal menarik dari Keurseus Budaya Sunda Jirangan ka-62 alpukahnya Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda (PDPBS) Unpad yang digelar Rabu (19/3/2025), berjudul ‘Prabu Siliwangi teh Saha‘ (Siapa itu Prabu Siliwangi?) Ini sugguh mengundang banyak perhatian dan pertanyaan dari para hadirin Sawala Maya kepada nara sumbernya (Panyatur/Pembicara ) yang kebetulan seorang sejarawan Unpad Dr. Mumuh Muhsin Z.,M.Hum (Wadek FIB Unpad).
Sebagaimana kita tahu, Prabu Siliwangi adalah “tokoh legendaris” di lingkungan masyarakat Sunda. Beliau adalah Raja Kerajaan Sunda Pajajaran yang terkenal yang membawa Pajajaran mencapai puncak kejayaannya. Sang Prabu juga disebut-sebut dalam karya sastra lisan Sunda (Tokoh Cerita Pantun, Wawacan), sebagai seorang pemimpin yang adil bijaksana, menyayangi dan dicintai rakyatnya.
Tidak heran kalau Prabu Siliwangi dianggap simbol keagungan dan kadigjayaan (keunggulan) budaya Sunda. Sehingga oleh seuweu-siwinya, keturunannya (urang Sunda) namanya diabadikan menjadi nama Komando Daerah Militer ‘Kodam III Siliwangi’, nama perguruan tinggi negeri di Tasikmalaya Universitas Siliwangi (Unsil), nama stadion sepak bola di Bandung ‘Stadion Siliwangi’, nama Jalan di Bandung, Jalan Siliwangi, Lebak Siliwangi, Nama organisasi ‘ Angkatan Muda Siliwangi (AMS)’ , dsb.
![]() |
Dr. Mumuh Muhsin, Prabu Siliwangi itu Tokoh Sejarah (Foto Asep GP) |
Namun dibalik keagungan Sang Prabu, masih banyak orang Sunda yang merasa penasaran. Siapakah Prabu Siliwangi itu? Tokoh sejarah atawa tokoh fiksi? Malah ada yang jelas-jelas mengatakan hanya sebagai tokoh Mitos belaka. Apakah namanya ada tertera dalam sumber sejarah? Apakah Siliwangi itu nama asli atau nama panggilan saja?
Terbukti, diskusi (lewat zoom meeting) keurseus Budaya Sunda sambil Ngabuburit yang dipandu Prof. Ganjar Kurnia ini, dihujani pertanyaan para hadirin yang penasaran ingin tahu sosok Sang Prabu dari sudut Sejarah.
Misalnya ada yang menanyakan atau menyatakan nama Silwangi itu banyak dan merupakan gelar seperti gelar raja-raja Jawa Brawijaya 1-2-3.., dst. Ya, nama Siliwangi atau Silih Wangi ini menjadikan perdebatan diantara para ahli sejarah. Mengacu kepada nama Prabu Wangi, gelar Maharaja Prabu Linggabuana yang gugur di palagan Bubat yang dengan gagah berani mempertahankan hargadiri Sunda, mengharumkan Kerajaan Sunda, dan juga Prabu Wangi Suta (Putera Prabu Wangi) gelar untuk Prabu Niskala Wastu Kancana (1371- 1475, bertahta di Kerajaan Sunda 103 tahun, naik tahta dalam usia 23 tahun dan wafat dalam usia 126 tahun), pengganti ayahnya Maharaja Linggabuana. dan Sribaduga Maharaja pun dianggap silih/pengganti wangi-nya (termashurnya) raja yang gugur di Bubat tersebut. Sehingga para ahli sejarah Sunda (Amir Sutaarga, Saleh Danasasmita) juga masyarakat Jawa Barat hingga sekarang banyak yang menganggap Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521) sebagai Prabu Siliwangi (Prabu Silih Wangi, pengganti/penerus kemashuran Prabu Wangi, Maharaja Linggabuana).
![]() |
Dipandu Prof. Ganjar Kurnia (Foto Asep GP) |
Hal ini juga kata Mumuh, mengacu pada kepemimpinan Sri Baduga Maharaja yang berhasil mempersatukan Pajajaran dan Galuh, hingga Sunda/Pajajaran mencapai puncak kejayaannya. Hal tersebut secara kesejarahan dibuktikan dengan adanya berita-berita dari luar yang objektif, diantaranya catatan Tome Pires (juru catat perjalanan) bangsa Portugis, ketika Bangsa Eropa pertama kalinya mengadakan hubungan dagang dengan Pajajaran (1513 M). Tome Pires cukup detil menggambarkan keadaan Kerajaan Pajajaran saat itu, dia mengatakan bahwa Pajajaran negeri ksatria dan punya pelaut-pelaut ulung hingga mampu berlayar ke berbagai Negara, sampai ke kepulauan Maladewa.
Tak heran karena Pajajaran waktu itu kaya dengan komoditi perdagangan yang dipasarkan ke berbagai negara, seperti beras (10 Jung/Kapal Dagang Besar, pertahun), ekspor kain tenun ke Malaka, daging dan sayuran melimpah-ruah Lada 1000 bahar pertahun, asam yang bisa diangkut seribu kapal besar.
Ibukota Pajajaran, Pakuan pun diceritakan Tom Pires sebagai kota yang indah dengan rumah-rumahnya yang megah dan besar terbuat dari kayu dan pohon palem. Apalagi Istana Raja (Sri Bima, Punta, Narayana, Madura, Suradipati – istana berjajar 5 yang kemudian dikenal sebagai Pajajaran) megah dan indahnya bukan main, dikelilingi 330 pilar sebesar tong anggur setinggi 9 meter dengan ukiran indah di puncaknya.
Tom Pires juga menilai orang-orang Pajajaran perilakunya menarik, someah hade ka semah (ramah kepada pendatang dan siapa saja), jujur dan perawakannya tinggi kekar. Kerajaan Sunda juga diperintah dengan adil oleh Sri Baduga Maharaja.
Keluhuran budi dan prestasi Sri Baduga Maharaja pun ada diabadikan pada prasasti Kebantenan (Bekasi) dan Prasasti Batu Tulis (Bogor).
Selain bertanya di kesejarahan, peserta diskusi juga bertanya tentang Prabu Siliwangi sebagai tokoh legenda. Terutama yang tersebar luas di masyarakat tentang Sang Prabu yang dikaitkan dengan Leuweung Sancang di Basisir Pakidulan Pameungpeuk Garut, Pohon Kaboa yang kalau diketuk-ketukan ke tanah bisa mendatangkan Maung Sancang, punya tentara yang tidak kasat mata berupa Harimau kajajaden/jadi-jadian, hingga peristiwa dikejarnya Prabu Siliwangi oleh Keyan Santang agar masuk Islam dan tilem di sana. Mumuh menjawab pertanyaan terakhir dengan serius, tidak mungkin syiar Islam dilakukan dengan kekerasan apalagi ini dilakukan anak terhadap bapak, sangat durhaka, katanya. Soal legenda lainnya Mumuh menjawab dengan bijaksana, “Legenda/sasakala itu karya intelektual masyarakat, harus dihargai, walau bukan kenyataan, sejarah,“ demikian kata Mumuh.
Sebagai kesimpulan, Mumuh pun menerangkan pada wartawan, dilihat dari metodologi Sejarah, Tokoh Prabu Siliwangi itu ada nyata dan lebih mengarah kepada Sri Baduga Maharaja. Prabu Siliwangi bukan mitos dan itu dibuktikan dengan berita-berita bangsa lain yang pernah berhubungan dengan Kerajaan Pajajaran juga dengan prasasti-prasasti dan naskah kuna.
Sang Prabu juga tidak ngahiyang, tilem (menghilang dengan raganya) tapi meninggal secara wajar (menurut kalimat prasasti Batu Tulis Bogor ada kalimat, prebu ratu purene (almarhum), sukma Sri Baduga Maharaja ‘dihiyangkeun’, melalui proses kremasi, untuk memepercepat kembalinya wujud kasar dan wujud halus ke Hiyang/Dzat Asal, dan abu jenazahnya, meunurut Saleh Danasasmita ditaburkan di Rancamaya, “Sang Mokta ing Rancamaya”, (Pasir Badigul) yang konon sekarang jadi perumahan mewah dan jadi lapangan golf). Dan sebagian abu jenazahnya dibagikan kepada raja-raja daerah untuk dipusarakan di kabuyutan masing-masing, sehingga hingga kini selain petilasan, di beberapa daerah terdapat makam Prabu Siliwangi. (Asep GP - Anto Ramadhan)***
Tatarjabar.com
March 21, 2025
CB Blogger
IndonesiaPDPBS Unpad Ungkap Lagi Prabu Siliwangi
Posted by
Tatarjabar.com on Friday, March 21, 2025
Ada hal menarik dari Keurseus Budaya Sunda Jirangan ka-62 alpukahnya Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda (PDPBS) Unpad yang digelar Rabu (19/3/2025), berjudul ‘Prabu Siliwangi teh Saha‘ (Siapa itu Prabu Siliwangi?) Ini sugguh mengundang banyak perhatian dan pertanyaan dari para hadirin Sawala Maya kepada nara sumbernya (Panyatur/Pembicara ) yang kebetulan seorang sejarawan Unpad Dr. Mumuh Muhsin Z.,M.Hum (Wadek FIB Unpad).
Sebagaimana kita tahu, Prabu Siliwangi adalah “tokoh legendaris” di lingkungan masyarakat Sunda. Beliau adalah Raja Kerajaan Sunda Pajajaran yang terkenal yang membawa Pajajaran mencapai puncak kejayaannya. Sang Prabu juga disebut-sebut dalam karya sastra lisan Sunda (Tokoh Cerita Pantun, Wawacan), sebagai seorang pemimpin yang adil bijaksana, menyayangi dan dicintai rakyatnya.
Tidak heran kalau Prabu Siliwangi dianggap simbol keagungan dan kadigjayaan (keunggulan) budaya Sunda. Sehingga oleh seuweu-siwinya, keturunannya (urang Sunda) namanya diabadikan menjadi nama Komando Daerah Militer ‘Kodam III Siliwangi’, nama perguruan tinggi negeri di Tasikmalaya Universitas Siliwangi (Unsil), nama stadion sepak bola di Bandung ‘Stadion Siliwangi’, nama Jalan di Bandung, Jalan Siliwangi, Lebak Siliwangi, Nama organisasi ‘ Angkatan Muda Siliwangi (AMS)’ , dsb.
![]() |
Dr. Mumuh Muhsin, Prabu Siliwangi itu Tokoh Sejarah (Foto Asep GP) |
Namun dibalik keagungan Sang Prabu, masih banyak orang Sunda yang merasa penasaran. Siapakah Prabu Siliwangi itu? Tokoh sejarah atawa tokoh fiksi? Malah ada yang jelas-jelas mengatakan hanya sebagai tokoh Mitos belaka. Apakah namanya ada tertera dalam sumber sejarah? Apakah Siliwangi itu nama asli atau nama panggilan saja?
Terbukti, diskusi (lewat zoom meeting) keurseus Budaya Sunda sambil Ngabuburit yang dipandu Prof. Ganjar Kurnia ini, dihujani pertanyaan para hadirin yang penasaran ingin tahu sosok Sang Prabu dari sudut Sejarah.
Misalnya ada yang menanyakan atau menyatakan nama Silwangi itu banyak dan merupakan gelar seperti gelar raja-raja Jawa Brawijaya 1-2-3.., dst. Ya, nama Siliwangi atau Silih Wangi ini menjadikan perdebatan diantara para ahli sejarah. Mengacu kepada nama Prabu Wangi, gelar Maharaja Prabu Linggabuana yang gugur di palagan Bubat yang dengan gagah berani mempertahankan hargadiri Sunda, mengharumkan Kerajaan Sunda, dan juga Prabu Wangi Suta (Putera Prabu Wangi) gelar untuk Prabu Niskala Wastu Kancana (1371- 1475, bertahta di Kerajaan Sunda 103 tahun, naik tahta dalam usia 23 tahun dan wafat dalam usia 126 tahun), pengganti ayahnya Maharaja Linggabuana. dan Sribaduga Maharaja pun dianggap silih/pengganti wangi-nya (termashurnya) raja yang gugur di Bubat tersebut. Sehingga para ahli sejarah Sunda (Amir Sutaarga, Saleh Danasasmita) juga masyarakat Jawa Barat hingga sekarang banyak yang menganggap Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521) sebagai Prabu Siliwangi (Prabu Silih Wangi, pengganti/penerus kemashuran Prabu Wangi, Maharaja Linggabuana).
![]() |
Dipandu Prof. Ganjar Kurnia (Foto Asep GP) |
Hal ini juga kata Mumuh, mengacu pada kepemimpinan Sri Baduga Maharaja yang berhasil mempersatukan Pajajaran dan Galuh, hingga Sunda/Pajajaran mencapai puncak kejayaannya. Hal tersebut secara kesejarahan dibuktikan dengan adanya berita-berita dari luar yang objektif, diantaranya catatan Tome Pires (juru catat perjalanan) bangsa Portugis, ketika Bangsa Eropa pertama kalinya mengadakan hubungan dagang dengan Pajajaran (1513 M). Tome Pires cukup detil menggambarkan keadaan Kerajaan Pajajaran saat itu, dia mengatakan bahwa Pajajaran negeri ksatria dan punya pelaut-pelaut ulung hingga mampu berlayar ke berbagai Negara, sampai ke kepulauan Maladewa.
Tak heran karena Pajajaran waktu itu kaya dengan komoditi perdagangan yang dipasarkan ke berbagai negara, seperti beras (10 Jung/Kapal Dagang Besar, pertahun), ekspor kain tenun ke Malaka, daging dan sayuran melimpah-ruah Lada 1000 bahar pertahun, asam yang bisa diangkut seribu kapal besar.
Ibukota Pajajaran, Pakuan pun diceritakan Tom Pires sebagai kota yang indah dengan rumah-rumahnya yang megah dan besar terbuat dari kayu dan pohon palem. Apalagi Istana Raja (Sri Bima, Punta, Narayana, Madura, Suradipati – istana berjajar 5 yang kemudian dikenal sebagai Pajajaran) megah dan indahnya bukan main, dikelilingi 330 pilar sebesar tong anggur setinggi 9 meter dengan ukiran indah di puncaknya.
Tom Pires juga menilai orang-orang Pajajaran perilakunya menarik, someah hade ka semah (ramah kepada pendatang dan siapa saja), jujur dan perawakannya tinggi kekar. Kerajaan Sunda juga diperintah dengan adil oleh Sri Baduga Maharaja.
Keluhuran budi dan prestasi Sri Baduga Maharaja pun ada diabadikan pada prasasti Kebantenan (Bekasi) dan Prasasti Batu Tulis (Bogor).
Selain bertanya di kesejarahan, peserta diskusi juga bertanya tentang Prabu Siliwangi sebagai tokoh legenda. Terutama yang tersebar luas di masyarakat tentang Sang Prabu yang dikaitkan dengan Leuweung Sancang di Basisir Pakidulan Pameungpeuk Garut, Pohon Kaboa yang kalau diketuk-ketukan ke tanah bisa mendatangkan Maung Sancang, punya tentara yang tidak kasat mata berupa Harimau kajajaden/jadi-jadian, hingga peristiwa dikejarnya Prabu Siliwangi oleh Keyan Santang agar masuk Islam dan tilem di sana. Mumuh menjawab pertanyaan terakhir dengan serius, tidak mungkin syiar Islam dilakukan dengan kekerasan apalagi ini dilakukan anak terhadap bapak, sangat durhaka, katanya. Soal legenda lainnya Mumuh menjawab dengan bijaksana, “Legenda/sasakala itu karya intelektual masyarakat, harus dihargai, walau bukan kenyataan, sejarah,“ demikian kata Mumuh.
Sebagai kesimpulan, Mumuh pun menerangkan pada wartawan, dilihat dari metodologi Sejarah, Tokoh Prabu Siliwangi itu ada nyata dan lebih mengarah kepada Sri Baduga Maharaja. Prabu Siliwangi bukan mitos dan itu dibuktikan dengan berita-berita bangsa lain yang pernah berhubungan dengan Kerajaan Pajajaran juga dengan prasasti-prasasti dan naskah kuna.
Sang Prabu juga tidak ngahiyang, tilem (menghilang dengan raganya) tapi meninggal secara wajar (menurut kalimat prasasti Batu Tulis Bogor ada kalimat, prebu ratu purene (almarhum), sukma Sri Baduga Maharaja ‘dihiyangkeun’, melalui proses kremasi, untuk memepercepat kembalinya wujud kasar dan wujud halus ke Hiyang/Dzat Asal, dan abu jenazahnya, meunurut Saleh Danasasmita ditaburkan di Rancamaya, “Sang Mokta ing Rancamaya”, (Pasir Badigul) yang konon sekarang jadi perumahan mewah dan jadi lapangan golf). Dan sebagian abu jenazahnya dibagikan kepada raja-raja daerah untuk dipusarakan di kabuyutan masing-masing, sehingga hingga kini selain petilasan, di beberapa daerah terdapat makam Prabu Siliwangi. (Asep GP - Anto Ramadhan)***
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)

No comments :
Post a Comment